JAKARTA – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia membentuk lima bidang baru yang diisi semuanya oleh kaum perempuan. Hal itu dilakukan Partai Gelora Indonesia untuk memberi ruang bagi perempuan politisi untuk eksis dan mengaktualisasi perannya.
“Kabid diisi perempuan semua, karena berdasarkan kompetisi yang bersangkutan dan Gelora berikan ruang bagi calon politisi perempuan untuk eksis dan mengaktualisasikan perannya,” kata Mahfuz Sidik dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (2/8/2020).
Pembentukan lima bidang baru tersebut diresmikan secara langsung oleh Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta di Jakarta, Selasa (1/9/2020). Peresmian tersebut juga dihadiri oleh Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah, Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik dan Bendahara Umum Achmad Rilyadi.
Mahfuz mengatakan, dengan bertambahnya lima bidang baru tersebut, maka jumlah bidang di Dewan Pempinan Nasional (DPN) sekarang berjumlah 20 bidang. Partai Gelora, lanjutnya, masih akan membentuk bidang-bidang baru dan merekrut orang-orang muda untuk menjadi pengurus.
“Pesan Ketum (Anis Matta, red) yang penting punya kepercayaan diri. Ada tiga syarat penting, mau bekerja, mau belajar dan mau berkorban. Syarat itu tidak hanya di pusat, tapi juga di kepengurusan daerah dan alhamduillah banyak orang-orang muda yang mengisi,” katanya.
Adapun lima bidang baru tersebut, Ketua Bidang Perempuan Ratih Sanggarwati, Ketua Bidang Jaringan dan Kerjasama Lembaga Mia Ratu Ratna Damayani, Ketua Bidang Pengembangan UMKM dan Ekonomi Keluarga Srie Wulandarie, Ketua Bidang Pelayanan Masyarakat Styandari Hakim, serta Ketua Bidang Olahraga, Hobbi dan Gaya Hidup Kumalasari Kartini.
Ketua Bidang Olahraga, Hobbi dan Gaya Hidup Kumalasari Kartini mengatakan, sebagai ketua bidang ia telah menyusun kegiatan yang bersifat massal untuk mengenalkan Partai Gelora,
“Kalau olahraga bersifat massal itu seperti bersepeda, lari, gerak jalan dan senam aroebik, kalau hobi kuliner , traveling, sementara kalau gaya hidup kita kampanye kesehatan. Pelaksanaan program ini untuk membangun ketertarikan kepada Partai Gelora,” kata Kumalasari.
JAKARTA – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat sebanyak 100 dokter meninggal dunia sejak pandemi virus corona (Covid-19) menghantam Indonesia lima bulan terakhir. Berdasarkan laporan IDI, seluruh dokter tersebut telah dinyatakan positif terinfeksi Covid-19.
“Mari kita berdoa agar para dokter dan tenaga kesehatan yang wafat dalam perjuangan menghadapi Covid-19 diterima sebagai syahid di sisi Allah SWT,” kata Anis Matta, Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia dalam keterangannya, Selasa (1/9/2020).
Menurut Anis, meninggalnya 100 dokter ini harus menjadi momentum dan perhatian semua dalam penanganan Covid-19. Sebab, dokter adalah profesi dan keahlian dengan investasi waktu dan biaya yang sangat mahal. Apalagi sampai pada keahlian spesialis tertentu.
“Sudah 100 orang dokter meninggal dunia akibat Covid-19. Jadi kita ini kehilangan makna strategis, bukan hanya pada penanganan Covid-19, melainkan juga kekuatan sektor kesehatan kita,” katanya.
Kata Anis, 100 dokter tersebut juga berasal dari berbagai daerah, dengan tingkat keahlian dan senioritas yang tentu dibutuhkan bagi pengembangan kesehatan di Indonesia. Bahkan sebagian dokter juga mengajar di berbagai fakultas kedokteran dan lembaga pendidikan kesehatan.
“Sehingga kehilangan ini juga berdampak bagi pendidikan kedokteran kita. Tidak ada waktu lagi. Semua pihak harus serius melihat pandemi dan dampak strategis yang ditimbulkannya,” ujar Anis Matta.
Anis Matta menegaskan, kehilangan dokter dan tenaga kesehatan bisa berujung pada lumpuhnya sistem kesehatan kita. “Dan kita berdoa agar Allah segera memberi kita jalan keluar dari krisis ini melalui ilmu pengetahuan. Amin,” katanya.
Dalam kesempatan ini, Ketua Umum Partai Gelora Indonesia menyampaikan apresiasinya kepada para jurnalis yang tidak mengenal lelah dalam mewartakan penanganan pandemi Covid-19, meskipun nyawa mereka juga terancam.
“Ternyata benar yang saya dengar, jurnalis tak kenal kata libur. Perang dan bencana pun ditembus untuk menghasilkan berita terbaik kepada publik. Kami mengapreasiasi tugas para jurnalis, salam kami untuk rekan-rekan jurnalis di seluruh Indonesia,” tandas Anis Matta.
JAKARTA – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menggelar pelatihan ‘Mastering Youtube#2 , Edit Video Datangkan Uang’ bagi kader dan masyarakat umum. Pelatihan sesi-2 yang digelar secara daring ini diikuti oleh lebih dari 200 peserta pada Sabtu (29/8/2020).
Pelatihan Mastering Youtube#2 ini berbicara mengenai cara membuat video yang menarik mulai dari ide atau gagasan, serta optimasi di Youtube.
Sehingga konten video yang dibuat tidak hanya mendatangkan viewers, tapi juga membuat penonton betah dan mendatangkan pundi-pundi uang. Apabila konten yang dibuat tidak menarik, maka tidak akan menghasilkan apa-apa
Program ini bertujuan untuk mencetak sebanyak mungkin juru bicara yang akan mensosialisasikan ide dan gagasan Partai Gelora seluas dan sesegera mungkin di era audio visual.
Sebelumnya pada sesi-1, dilakukan pelatihan dasar untuk memproduksi konten visual, peserta dari perwakilan seluruh struktur DPW dan bidang-bidang di DPN Partai Gelora Indonesia mendapat pengetahuan dasar tentang perencanaan, produksi dan optimasi konten Youtube.
Menghadirkan pembicara Budi Putra, ex CEO Jakarta Post Digital, yang kini menjadi Country Manager Collabs Asia di Indonesia. Pembicara lain Endy Kurniawan, Ferry Ardian dan Aditya Mahfuzha yang memiliki pengalaman melakukan perencanaan dan pengelolaan kanal Youtube untuk beragam segmen.
Pada sesi-2 mengenai ‘Mastering Youtube#2 , Edit Video Datangkan Uang’ menghadirkan narasumber Kahfi Karsadinata, Cinematographer dan still photographer dan Anjar Zarkasi, Video Editor dan Youtube Optimizer.
Kahfi Karsadinata mengatakan, untuk membuat konten berupa video atau film perlu dilakukan perencanaan yang matang, mulai dari pre produksi, produksi dan pos produksi. Pre produksi adalah membahas ide yang akan dituangkan dalam bentuk script atau cerita, bisa berasal dari kisah nyata, pengalaman pribadi atau cerita lain.
“Biasanya pre poduksi ini membutuhkan waktu enam bulan untuk membuat script, pemilihan tempat, penyetingan warna, visualnya, perannya semua sudah tergambarkan, sehingga bisa langsung masuk produksi,” kata Kahfi.
Sehingga ketika proses produksi, semua sudah sesuai dengan alur cerita atau script yang sudah digambarkan, tidak ada lagi permasalahan yang seharusnya ada ditahap pre produksi dimasukkan ke produksi.
“Bagian produksi itu simple, tinggal shooting saja. Sehingga bagaimana secara produksi agar produksi tidak lama, maka pre poduksi yang kita buat harus matang,” katanya.
Setelah proses produksi selesai, tahap selanjutnya pos produksi, yakni mempromosikan film atau konten yang akan luncurkan (launching) atau ditayangkan.
“Promosinya harus menarik, bisa iklan di televisi, media cetak atau online, satu bulan sebelum ditayangkan. Promosi juga bisa dilakukan dengan mengefektifkan media sosial kita di Youtube, Facebook, Twitter dan Instagram,” kata Cinematographer film nasional dan luar negeri ini.
Sementara Anjar Zarkasi mengatakan, untuk membuat konten yang perlu diperhatikan adalah membuat alur cerita dalam sebuah gambaran kecil, yang bisa disusun dari potongan kertas kecil-kecil, kemudian diberikan visual detik per detik.
“Ini pengalaman saya membuat film pariwisata Sumbawa Barat, saya tidak ada uang, tidak ada proposal. Saya datang ke dinas, cuman bawa potongan kertas kecil yang menggambar alur cerita. Nah, disitu saya sampaikan jika pantai kita, tarian kita indah banyak orang yang tidak tahu. Ini yang kita sampaikan, sehingga saya dapat project,” kata Anjar.
Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah saat melakukan video editing, gambar yang akan disusun harus diambil secara detil dengan berbagai angle, terutama dalam pemilihan tempat. Sehingga saat diberikan video effect tidak akan menggangu fokus dan perhatian penonton, sehingga pesan penting yang akan disampaikan bisa tercapai.
“Audionya juga jangan sampai pecah, kalau terlalu pelan juga berbahaya, tiba-tiba ganti audio karena tidak stabil, waduh bisa hancur HP orang.
Perlu distabilkan ke yang paling keras, jangan sampai 0 atau merah. Audionya bisa rusak,” katanya.
Setelah semuanya selesai, selanjutnya mengaploud konten yang dibuat di Youtube dengan membuat deskripsi dan caption yang menarik, menggambarkan mengenai konten tersebut, serta membuat highlight video yang akan ditampikan sekitar 15 detik sebelum melihat pada video utama.
“Agar menarik warna harus cerah, isi video harus berbeda dari yang lain dan harus ikonik,” pungkas Alumnus Institute Seni Indonesia (ISI) Surakarta ini.
Sekretaris Jendaral Partai Gelora Mahfuz Sidik mengatakan konten di Youtube sendiri tidak harus berupa kampanye ‘hard politics’ tapi disesuaikan dengan kekhasan talent ataupun kekhasan wilayah seperti tips, edukasi, hiburan dan inspirasi.
Pelatihan secara daring akan terus berlanjut dengan tema-tema yang bertujuan meningkatkan literasi digital para anggota dan pengurus Partai Gelora di seluruh Indonesia.
“Sebagai partai politik yang paling anyar lahir, Partai Gelora agresif melakukan kampanye secara digital. Partai Gelora masuk ke fase pengembangan, menargetkan rekrutmen jutaan anggota melalui website dan aplikasi. Rekrutmen secara offline dan online,” kata Mahfuz dalam keterangannya, Senin (31/8/2020).
Salah satu residu dari meluasnya penggunaan media sosial adalah ruahnya berbagai informasi yang kemudian melahirkan generasi malas berpikir. Karena saringan tak mampu lagi menahan arus informasi, maka akal sehat – yang awalnya bahkan hanya mencerna informasi pada permukaannya saja – kemudian benar-benar tumpul. Bayangkan yang harus pengguna Facebook lakukan jika harus mengikuti anjuran Divisi Humas Polri: “Saring sebelum sharing” ketika membaca 100 unggahan di tautan laman Facebook miliknya dalam sehari. Apakah dia harus melakukan cek silang a la redaktur dengan berbagai laman media lainnya, atau dia harus selalu menanyakan : “Apakah ini benar, siapa sumbernya, dari mana datanya, apakah valid?” dan lainnya kepada pengunggah? Seratus kali per hari untuk setiap unggahan yang dia baca? Yang bener aja.
Tapi, sebetulnya, kata James Ball dalam Post Truth (Biteback, 2017), salah satu ciri hoax adalah ‘grabby, easy to understand, easy to share’. Gampang didapat. Gampang dipahami dan gampang dibagikan. Dan kemudian salah. Mengapa? Karena hoax dikreasi memang untuk meng-entertain yang pendek berfikirnya. Siapa mereka? Publik yang malas baca, yang diperparah lagi, pemalas baca yang menikmati penumpulan akal kronis di media sosial dan platform berbagi seperti chat messenger. Jadi, sensor pertama yang perlu dipunya untuk menyortir hoaks adalah kemampuan logika dan bahasa. Mengapa di Indonesia hoax subur? Karena skor Indonesia di kompetensi logical thinking (yang didapat dari kemampuan matematik) dan semantik-linguistik (yang diasah dari kegemaran baca) ada di posisi ke-62 dari 70 negara yang disurvei (Ari Kuncoro, Guru Besar FEB UI, Kompas, 12 Januari 2018).
Ketika di negara lain informasi melimpah – terutama menjalar melalui media elektronik – bisa diolah menjadi penerawangan ide, olah data, membaca gejala, membuat program dan proyeksi skenario serta pengambilan keputusan, di Indonesia yang terjadi adalah penumpukan kerak dan kotoran. Menyumbat dan muncratlah jadi informasi tak penting yang sebagiannya rekayasa dan kebohongan. Sebagai informasi, pengguna internet di Indonesia ‘mantengin’ gawai rata-rata 8 jam 51 menit per hari (!). Data Hootsuite Januari 2018 itu mencatat Indonesia di peringkat ke 4 dunia, hanya kalah oleh Thailand, Filipina dan Brazil. Sementara Singapura hanya 7 jam per hari, USA hanya 6:30 dan Jepang 4:12. Negara-negara maju lain dibawah 5 jam. Publik yang berjam-jam di depan gawai ini kemudian dengan mudahnya jadi target. Apa misalnya? Warganet bisa menjadi objek pembodohan politik dan iklan komersial.
Pada 23 Juni 2016, jam 10 malam, masyarakat Inggris masih meyakini bahwa negerinya tak akan keluar dari Uni Eropa. Opsi Remain vs Leave (Brexit) masih ketat dengan posisi 52:48. Polling di semua media utama dan media sosial membagikan hasil serupa. Esoknya menjelang subuh, Poundsterling jatuh dan bursa saham Inggris rontok demi opsi Leave yang unggul. Belakangan, setelah investigasi, perekayasa opini termasuk hackers dari Rusia ada dibalik ini semua. Informasi tak benar dikirim dari ruangan pengap, warnet dan kafe-kafe di berbagai negara ke hadapan gawai milik publik menjelma jadi kebenaran artifisial, membuat semua pihak meyakininya. Bagi warga Inggris, ini informasi biasa. Tapi bagi pemerintah Cameron ini membuatnya over-confidence, lengah, kemudian kalah. Di Inggris yang kritis dan logis, pembohongan ini tak bisa dihindari. Apalagi di Indonesia yang pengguna telpon pintarnya tunduk pada perintah “Darurat! Sebarkan jika kamu peduli!” dari seorang yang tak dia kenal.
Tahun ini, negara kita memasuki usia kemerdekaannya yang ke-75 pada tanggal 17 Agustus 2020. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi negara kita, karena masih dapat mempertahankan kedaulatannya selama hampir ¾ abad. Momen ini juga menjadi tantangan bagi negara kita dalam menapaki arah serta nasibnya kedepan. Indonesia di masa mendatang hendaknya menjadi suatu negara yang dapat menghargai perbedaan, saling menaruh simpati antar sesama saudara sebangsa setanah air, dan juga dapat terbuka dalam kehidupan bermasyarakatnya, namun, hal ini masih menjadi PR bagi perjalanan bangsa kita kedepannya.
Selama 75 tahun berdirinya Indonesia, kerap kali kita diterpa ancaman internal terhadap keutuhan serta kedaulatan negara kita. Mengutip perkataan bapak bangsa kita, Soekarno, beliau mengatakan bahwa perjuangan kita akan lebih sulit ketimbang dirinya, karena akan melawan bangsa kita sendiri, tidak seperti pada masa beliau yang berjuang melawan para penjajah. Bersandar pada realita yang dihadapi oleh bangsa kita saat ini, nampaknya Soekarno telah menyadari bahwa sedari awal ancaman internal yang akan dihadapi bangsa dan negaranya kelak yakni kemajemukan yang dapat berujung pada ancaman disintegrasi bangsa.
Maraknya upaya pemecah-belahan bangsa karena masyarakat kita masih terpaku akan rasa etnosentrisme dan primordialisme yang sangat kuat antar kelompok sosial. Dua hal tersebut seakan menjadi luka terhadap upaya persatuan yang hendak diraih dan juga dipertahankan oleh para pendahulu kita. Dalam dinamika kehidupan di masyarakat, anggota suatu kelompok sosial mempunyai kecenderungan untuk menganggap bahwa segala sesuatu yang dimiliki kelompoknya merupakan sesuatu yang terbaik dibandingkan dengan apa yang dimiliki oleh kelompok lain, hal ini dapat dikategorikan etnosentrisme (Soekanto dan Sulistyowati, 2015: 106-107). Etnosentrisme yang kuat juga disertai dengan stereotip, yakni anggapan yang bersifat negatif terhadap suatu objek atau hal tertentu. Jika dibiarkan berlarut-larut, hal tersebut dapat menciptakan suatu konflik horizontal.
Fenomena masyarakat Indonesia masih melekat dengan konsep “dominasi”, dengan berbagai macam istilah yang melekat didalamnya, seperti “mayoritas-minoritas” ataupun juga “penduduk asli-pendatang”. Contoh yang paling dekat yakni pada kasus penutupan serta persekusi terhadap pendirian Gereja (BBC, 2019). Tidak menutup sebelah mata, rentetan aksi persekusi dan penolakan atas berdirinya tempat ibadah di negara kita tidak hanya terjadi bagi umat Kristiani saja, namun juga terhadap agama dan juga golongan lainnya. Selagi masih adanya aturan dominasi kelompok mayoritas yang mengikat–baik dalam pemaksaan nilai, norma, serta agama–terhadap kelompok minoritas, maka hal ini menyebabkan siklus tiada henti dalam wujud intoleransi. Ada pula contoh kasus lainnya yaitu mengenai polemik terkait dugaan adanya simbol “salib” yang terdapat pada tema logo HUT RI ke-75 (CNNIndonesia, 2020). Tidak sedikit pihak yang berpikiran negatif terhadap konsep logo HUT RI ke-75 yang dianggap sebagai wujud “kristenisasi” dan lain sebagainya. Hal-hal tersebutlah yang menciptakan suatu sumbu pendek dan mudah sekali dibakar oleh beberapa pihak untuk dapat memecah-belah persatuan tanpa berpikir kritis terlebih dahulu. Senada dengan penjelasan sebelumnya bahwa fenomena ini erat dengan iklim sosial-budaya masyarakat Indonesia yang sarat akan etnosentrisme dan juga primordialisme.
Saya mempunyai impian bahwa kelak saya dapat hidup di negeri ini tanpa dilanda rasa ketakutan dan prasangka buruk terhadap teman terdekat saya. Saya membayangkan bahwa kelak saya dapat duduk bersama dengan semua saudara setanah air tanpa memikirkan identitas yang berbeda-beda, hanya ada satu identitas, yakni “Indonesia”, tanpa memandang latar belakangnya, baik itu Jawa, Sunda, Batak, Asmat, Cina Peranakan, Kulit Hitam/Putih, Islam, Kristen, Hindu, Budha, bahkan aliran kepercayaan apapun.
Sesuai dengan ketetapan yang diatur dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 1, pasal 28I ayat 1-5, dan juga pasal 29 diterangkan bahwa kita mendapatkan jaminan untuk dapat beragama dan meyakini sesuatu tanpa mendapatkan persekusi dan juga perlakuan diskriminatif, sebab, pada dasarnya hal tersebut merupakan hak dasar manusia Indonesia yang harusnya juga dapat “dijamin” oleh negara.
Terakhir, menyambung perkataan Bapak Presiden Indonesia, yakni Joko Widodo, dalam Pidato Kenegaraan-Nya pada Sidang Tahunan MPR sekaligus Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI, beliau tak lupa berpesan untuk menjaga persatuan bangsa di kala pandemi ini. Jangan pernah merasa dirinya paling benar sendiri, paling beragama, dan paling Pancasilais. Karena semua keragaman dan kemajemukan yang sudah menjadi takdir bangsa kita, hendaknya menjadi suatu pemberdayaan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
Di usianya yang sudah sejauh ini, Indonesia akan menyongsong suatu masa, dimana kita akan genap berusia satu abad. Untuk mencapai titik tersebut, apa yang harus kita persiapkan untuk masa depan bangsa selanjutnya? Jawabannya adalah kita harus tetap memperkuat konsolidasi nasional bangsa, menjaga toleransi tinggi yang telah menjadi nilai luhur bangsa. Jauh sebelum negara ini terbentuk, leluhur dan nenek moyang kita telah melandaskan suatu kearifan lokal dalam wujud akulturasi, toleransi, serta amalgamasi. Jangan sampai hal tersebut dirusak oleh segelintir pihak untuk mencapai kepentingan yang bersifat pragmatis.
Kemerdekaan ialah milik semua rakyat Indonesia, dahulu, kini, sampai seterusnya, selama hayat dikandung badan. Dirgahayu Indonesiaku.
Oleh Yonathan Anugerah El Pohan – Pemenang Lomba Karya Tulis/ Blog Gelora Kemerdekaan Indonesia 2020 Periode 1
JAKARTA – Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Haris Yuliana menilai Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil merupakan kepala daerah yang berhasil melakukan penanganan pandemi Covid-19 di Jawa Barat.
Karena itu, keberhasilan Ridwan Kamil perlu dicontoh oleh kepala daerah lain dalam upaya penanganan Covid-19 di daerahnya. Terbukti di Jabar kini sudah tidak ada lagi zona merah Covid-19, dan menekan jumlah penyebaran dan angka masyarakat yang terpapar virus Corona.
“Kang Emil (Ridwan Kamil, red) ini satu-satunya kepala daerah yang berani menjadi relawan uji vaksin Covid-19. Apa yang dilakukan Ridwan menjawab keraguan masyarakat di tengah pro kontra soal vaksin. Partai Gelora mengapresiasi dan memberikan support penuh,” kata Haris dalam keterangan, Rabu (26/8/2020).
Pada Selasa (25/8/2020), Ketua DPW Gelora Indonesia Jabar Haris Yuliana dan jajaranya melakukan silaturahmi ke Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Gedung Pakuan Bandung, Jabar.
Partai Gelora menilai kinerja Emil dalam penanganan Covid-19 di Jabar sudah sangat maksimal. Emil tidak hanya menunjukkan kinerjanya dalam kebijakan, tetapi juga sikap pribadinya dalam penanganan Covid-19 dengan menjadi relawan uji vaksin Corona.
“Kang Emil dari sisi kerja dan sikap pribadinya patut kita apresiasi, semua pihak harus mendukung, bukan justru memberikan kritik yang tidak membangun. Jawa Barat sudah tidak ada lagi zona merah,” kata Ketua DPW Partai Gelora Jabar ini.
Dalam kesempatan itu, Haris melaporkan keberadaan Partai Gelora sebagai partai baru kepada pembina politik di Jawa Barat, Ridwan Kamil.
“Sebagai partai politik baru, Partai Gelora memperkenalkan keberadaanya kepada pembina politik di Jawa Barat, Kang Emil selaku Gubernur. Kita sowan dan kita nyatakan, kesiapan Partai Gelora untuk mendukung seluruh program pembangunan di Jawa Barat,” katanya.
Artinya, Partai Gelora siap berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi Jabar untuk mewujudkan Jabar ‘Juara Lahir Batin’.
“Kita siap berkolaborasi dalam ruang-ruang strategis dengan pemprov Jabar dalam rangka mewujudkan Jabar juara lahir batin. Tentu, hal ini dalam rangka ikhtiar untuk mewujudkan Indonesia menjadi 5 besar kekuatan dunia,” tegas Haris.
Menanggapi hal ini, Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyambut silahturahmi Ketua DPW Partai Gelora Indonesia Haris Yuliana dan jajaranya.
Emil berharap sebagai partai terbuka, Partai Gelora yang menyatakan diri sebagai partai digital bisa optimalkan keberadaan media sosial (medsos) untuk melakukan perekrutan secara massif dan militansi, terutama para milineal.
Hal itu perlu dilakukan dalam sarana penyampaian aspirasi dan eksistensi sebagai partai digital.
“Sebagai partai yang terbuka, media sosial menjadi platform yang perlu dimaksimalkan secara masif. Selain media sosial, militansipun menjadi poin penting dalam keberlangsungan partai ke depan,” kata Emil
Emil juga berharap Partai Gelora bisa ikut serta dalam mewujudkan program Jabar ‘Juara Lahir Batin’.
“Harapannya, dengan adanya partai ini dapat turut serta dalam mewujudkan Jabar ‘Juara Lahir Batin’,” Emil.
JAKARTA – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia secara resmi memberikan dukungan kepada pasangan Nasrul Abit-Indra Catri pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Barat (Sumbar) yang akan digelar 9 Desember 2020.
Partai Gelora menilai pasangan yang diusung Partai Gerindra itu, adalah pasangan yang tepat untuk melanjutkan kepemimpinan dan pembangunan di Sumbar .
Dukungan tersebut langsung disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah saat memimpin Konsolidasi Pilkada Serentak 2020 dengan DPW dan DPD Partai Gelora se-Sumbar di Padang, Sabtu (22/8/2020).
“Karena Pak Prabowo sudah menetapkan Nasrul Abit-Indra Catri sebagai pasangan calon pada pilgub Sumbar, Partai Gelora menyatakan dukungan,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah dalam keterangannya, Senin (24/8/2020).
Pernyataan dukungan tersebut, dihadiri kedua kandidat, pasangan Nasrul Abit-Indra Catri, serta Ketua DPD Partai Gerindra Sumbar Andre Rosiade.
Menurut Fahri, ia sudah lama kenal dengan Nasrul Abit, apalagi posisinya saat ini adalah wakil gubernur Sumbar pentahana.
Ia menilai Nasrul Abit tepat untuk melanjutkan kepemimpinan guna meneruskan program yang sudah dijalankan.
“Saya mengajak warga Sumbar untuk mendukung Nasrul Abit-Indra Catri, apalagi seharusnya setelah jabatan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno berakhir maka wakilnya Nasrul yang tepat melanjutkan karena sudah memahami persoalan yang ada,” kata dia.
Terkait dengan alasan Partai Gelora mendukung pasangan Nasrul Abit-Indra Catri, ia memaparkan berawal dari hubungan baik antara ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta.
“Pak Prabowo pernah menginginkan Pak Anis jadi wakilnya saat pilpres 2019, ini menunjukkan betapa dekatnya hubungan kedua ketua partai dan akan terus kami jaga termasuk di Sumbar,” ujarnya.
Ia meyakini dan percaya kendati hanya sebatas mendukung dan bukan mengusung, bentuk dukungan elit terhadap calon kepala daerah cukup berpengaruh.
“Apalagi partai Gelora di Sumbar strukturnya sudah lengkap hingga tingkat kecamatan, ini juga jadi modal untuk mendukung,” kata dia.
Meski Partai Gelora Indonesia belum memiliki kursi di DPRD Sumbar namun Fahri meyakini partainya akan bersama-sama dengan Partai Gerindra memenangkan pasangan ini pada Pilgub Sumbar 2020.
Partai Gerindra resmi mengusung pasangan Nasrul Abit-Indra Catri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Sumbar pada Pilgub 2020.
Nasrul yang merupakan Wakil Gubernur Sumbar periode 2016-2021 itu memilih berpasangan dengan Indra Catri yang menjabat Bupati Agam dua periode sejak 2010 hingga saat ini.
Pasangan ini diusung oleh Partai Gerindra yang mengantongi 14 kursi di DPRD Sumbar sehingga telah memenuhi syarat jumlah dukungan pencalonan.
Di Gerindra, Nasrul yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Pesisir Selatan dua periode itu, sebelumnya menjabat Ketua DPD Gerindra Sumbar yang berhasil mengantarkan partai besutan Prabowo Subianto jadi pemenang Pemilu 2019 di Ranah Minang.
JAKARTA – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Muhammad Anis Matta mengingatkan, kemungkinan krisis berlarut akibat penyebaran penyakit yang menimpa dunia dan Indonesia saat ini tidak akan berakhir dalam waktu dekat.
Anis Matta mengungkapkan, usai pandemi Covid-19 berakhir, bakal ada virus lain yang lebih ganas menyebar pada 2023 dan 2026. Akibatnya, pandemi virus ini akan semakin mempengaruhi kekacauan global.
“Ada satu dokumen yang saya baca, yang mengatakan bahwa kemungkinan 2023 dan 2026 ada lagi virus lain,” ungkap Anis Matta dalam keterangannya, Sabtu (22/8/2020).
Hal itu disampaikan Anis Matta saat berkunjung ke Redaksi Tribunnews.com pada Kamis (20/8/2020) lalu. Dalam kunjungan itu, Anis Matta diterima oleh Board of Editor Tribunnews.com, Febby Mahendra Putra.
Karena itu, Anis Matta menilai tidak ada definisi akhir dari krisis yang diakibatkan oleh penyebaran virus. Sebab, definisi virus sama dengan isu teroris yang hingga saat ini masih ada dan tidak ada akhirnya.
“Jadi ini satu jenis krisis yang tidak ada definisi akhirnya. Maksudnya tidak ada satu situasi nanti berakhirnya begini. Sejak 2001 misalnya Anda mendengar isu teroris, selesai tidak isu itu? tidak,” katanya.
Menurutnya, ada faktor yang membuat situasi lebih berat daripada hari ini, yaitu menurunnya sistem global.
“Karena pada dasarnya virus itu berhubungan dengan kehidupan kota, di mana manusia terkonsentrasi dalam jumlah besar. Makanannya berupa hewan ini didekatkan kepada dia, potensi itu pasti terjadi,” lanjutnya.
Kedua climate change, perubahan iklim. Dia mengungkapkan sesuai ramalan WHO, mungkin ada krisis pangan dalam dua tahun ke depan.
Dia mengatakan sebagian besar dari musibah-musibah yang saat ini dihadapi faktornya adalah perubahan iklim, terlepas perdebatan perubahan iklim teori konspirasi atau tidak.
“Faktanya, jumlah bencana alam lebih banyak, banjir lebih banyak, tsunami lebih sering, kekeringan, kebakaran hutan dan seterusnya. Misalnya terjadi kebakaran luar biasa di Australia kemarin . Artinya jumlah ini lebih banyak dan mendisrupsi secara ekonomi, sosial, dan secara politik,” ucapnya.
Ketiga konflik geopolitik, terutama konflik Amerika-China. Anis Matta mengatakan konflik kedua negara tersebut memiliki dampak multidimensi.
Ia menyebutnya dengan istilah perang supremacy. Jadi satu bangsa ini muncul menyebabkan kematian yang lain, incumbent ini harus bertahan. Caranya dia harus menghabisi penantang ini.
“Sekarang mana yang kalah incumbent atau penantang, kita tidak tahu. Tapi sampai kapan berakhirnya kita tidak tahu. Tapi mereka berperang menggunakan semua sarana, perang dagang, teknologi, hingga budaya,” ujarnya.
Keempat, faktor teknologi. Anis Matta mengatakan saat ini semua dipaksa berhijrah ke sistem digital, dan hal itu telah dilakukan Partai Gelora dengan sukses menyelenggarakan ‘Gelora Digifest 2020’ dan ‘Gelora Kemerdekaan 2020’, serta event-event lainnya beberapa waktu lalu.
Namun, soal hijrah ke sistem digital ini ternyata banyak instansi pemerintahan yang tidak siap dengan digitalisasi, karena tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai.
“Ketika kita hijrah ke situ korbannya berapa banyak. Jadi keempat faktor ini adalah faktor disrupsi, yang sekarang ini terjadi sekaligus. Krisis ini bersifat sistemik, multidimensi, dan berlarut, lama waktunya,” kata Anis Matta.
Lebih lanjut, Anis Matta yang dikenal sebagai pakar geopolitik internasional ini mengatakan, dalam satu analisa sistem global, dikatakan setiap 80 hingga 100 tahun ada perubahan dalam sistem global , sementara saat ini sistem tersebut usianya sudah mencapai 75 tahun.
“Misalnya abad ke-16 itu abadnya Portugis, abad ke-17 yang dominan Belanda, Abad ke-18 dan ke-19 itu yang dominan Inggris, abad ke-20 itu Amerika. Sekarang dominasi ini akan bertahan atau tidak, kita tidak tahu. Pandemi akan mempercepat perubahan tersebut,” pungkasnya.
JAKARTA – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta berbicara mengenai lima modal utama atau komponen mendasar pemimpin Indonesia di masa mendatang.
Anis Matta menjabarkan lima fitur komponen dasar itu, saat menyampaikan Orasi Kebangsaan bertajuk ‘Fitur Pemimpin Peradapan’ usai melaunching Akademi Pemimpin Indonesia (API) Partai Gelora pada Senin (17/8/2020) malam.
“API untuk memberikan solusi kedua dari yang kita perlukan, dari setiap krisis setelah peta jalan pemimpin dan determinasi kolektif. Kita ingin arah baru untuk bisa membawa Indonesia jadi kekuatan kelima dunia untuk bisa melahirkan pemimpin yang besar, untuk bisa membawa narasi besar, itulah misi utama API ini,” ujar Anis Matta saat membuka orasi kebangsaannya.
Adapun fitur atau komponen dasar pertama untuk melahirkan pemimpin baru adalah yang memiliki kesadaran mendalam oleh krisis, menurut Anis Matta penting sekali jika pemimpin memiliki kesadaran mendalam akan krisis. fitur kedua adalah memiliki semangat kepahlawanan dan memiliki tanggung jawab yang tinggi.
“Fitur kedua, pemimpin ini memiliki apa yang disebut semangat kepahlawanan nubuwwah, semangat kepahlawanaan profetik, dia memiliki apa yang kita sebut sebagai profetik heroism, jadi dia merasa memiliki tanggung jawab pribadi atas masalah bangsanya, bahwa krisis ini secara pribadi panggilan dirinya, dan panggilan inilah yang dia jawab. Jadi ciri yang menandai para pahlawan yang memiliki semangat nubuwwah itu yaitu semangat pertangungajawaban baik kepada Allah, manusia, dan sejarah yaitu kepada generasi yang akan datang kemudian,” kata Anis Matta.
Fitur ketiga yakni pemimpin yang membicarakan solusi bukan membicarakan masalah. Pemimpin yang memiliki agama sebagai pegangan dan memiliki pengetahuan untuk mengaplikasikan cara bekerja. Dia juga menilai pemimpin itu harus bisa menggabungkan antara elemen agama dan pengetahuan.
“Dalam makna itu, kita ketemu dengan persoalan utama, bahwa dalam krisis besar manusia dibutuhkan agama sebagai pegangan, dan pengetahuan sebagai cara kerja. Memadukan agama dan pengetahuan adalah narasi besar sepanjang peradaban,” katanya.
“Di samping agama, adalah pengetahuan karena itu pengetahuan menjadi sumber pemberdayaan, pengetahuan kekuatan, jadi kalau kita ingin buat suatu kapasitas suatu bangsa, kita harus buat mereka berpengetahuan. Memadukan agama dan pengetahuan adalah asas kita masuk dalam komponen narasi sangat penting, yaitu masyarakat lebih dulu daripada negara,” ucapnya.
Menurut Anis Matta, sangat penting apabila seorang pemimpin meletakkan rakyat menjadi nomor satu atas segalanya. Dia menyebut suatu negara akan maju apabila masyarakat diutamakan, dia pun mengambil contoh negara yang dulunya Uni Soviet dan saat ini bubar karena menomorduakan rakyat.
“Dalam narasi dan peta jalan menggabungkan agama dan pengetahuan ini, kita harus meletakkan masyarakat sebagai prioritas utama kita, karena itu sumber utama kekuatan negara itu masyarakat kuat kalau tujuan hidup jelas, dan sumber keberdayaannya yaitu pengetahuan itu ada,” jelasnya.
“Nah 3 komponen dasar dalam narasi agama, pengetahuan, dan masyarakat ini yang jadi komponen dasar peta jalan yang kita lalui. Kalau kita bicara Indonesia sebagai kekuatan kelima dunia, inilah ketiga komponen dasarnya, yaitu mendahulukan komponen masyarakat, dengan komponen agama dan pengetahuan sebagai sumber keberdayaannya, barulah kita melangkah ke yang lainnya, barulah kita masukan standar umum negara-negara sebagai negara kuat, yaitu militer, teknologi dan seterusnya, itu semua output dari komponen utama yang lahirkan semuanya,” sambungnya.
Lebih lanjut, adapun fitur keempat adalah seorang pemimpin yang akan dilahirkan Gelora adalah pemimpin yang juga sebagai pemersatu bangsa dalam hal apapun. Dan kelima adalah fitur efektifitas, yakni pemimpin yang mampu merealisasikan kerjanya menjadi nyata dan bukan hanya wacana.
“Yang saya maksud efektifitas itu adalah bahwa para pemimpin yang ingin kita lahirkan bukan hanya mengerti apa yang dia mau, bukan hanya mengerti bicara narasi yang dia bawa, tapi juga buat narasi itu bekerja dalam kehidupan yang real, bagaimana rencana itu tereksekusi dengan baik dalam kenyataan. Jadi di luar punya rasa tanggung jawab dan pengetahuan luas, mereka juga mampu merealisasikan mimpi itu, mereka adalah pemimpin yang efektif,” tutur dia.
Dia pun yakin jika lima fitur ini dimiliki seseorang maka Indonesia dapat menjadi negara yang lebih baik lagi. Dia menyebut lima fitur itu akan digunakan sebagai indikator Gelora dalam mencetak pemimpin berkualitas.
“Wadah ini, partai ini, menjadi organisasi melahirkan bakat-bakat terbaik untuk memimpin Indonesia dan bangsa yang akan datang,” pungkas Anis Matta. ***
JAKARTA – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia melaunching Akademi Pemimpin Indonesia (API) dalam rangka memperingati HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia.
API bertujuan untuk melahirkan pemimpin baru yang diharapkan mampu membawa arah Indonesia menjadi lebih baik dan mewarisi fitur para pendiri bangsa (founding father).
Launching dilakukan oleh Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Muhammad Anis Matta, didampingi Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah, Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik dan Bendahara Umum Achmad Rilyadi, Senin (17/8/2020) malam.
“Lembaga ini akan memberikan pembinaan dan pengembangan fungsionaris Partai Gelora, untuk tahap awal. Nantinya, akan melakukan pelatihan ke seluruh wilayah,” kata Anis Matta
Tahap pertama, API memberikan Orientasi Kepemimpinan kepada 250 peserta terdiri dari pendiri, pengurus DPN, DPW, Majelis Pertimbangan Nasional dan Mahkamah Partai.
Peserta yang lulus kemudian memperoleh e-Sertifikan sebagai pertanda mengikuti API GELORA angkatan pertama, yang diadakan pada Jumat-Minggu, 14-16 Agustus 2020.
Dalam kesempatan itu, Anis Matta menyatakan dalam setiap krisis besar, ada tiga hal yang diperlukan.
Pertama adalah peta jalan, kedua adalah pemimpin, ketiga adalah determinasi kolektif.
“Apa yang kita lakukan dalam empat hari ini adalah melaunching suatu lembaga di Partai Gelora yaitu Akademi Pemimpin Indonesia untuk memberikan solusi kedua dari yang kita perlukan dalam setiap krisis, setelah peta jalan pemimpin dan determinasi kolektif,” kata Anis Matta.
Anis Matta menyatakan API dibentuk untuk melahirkan pemimpin dalam jumlah yang besar, untuk mendukung Indonesia menjadi kekuatan kelima dunia.
Dia menyatakan narasi besar tersebut yang akan diwujudkan Partai Besar melalui API, selain narasi dalam arah baru Indonesia.
“Kita sudah mendiskusikan tahun-tahun sebelumnya tentang narasi yang kita perkenalkan di Partai Gelora ini, narasi yang menjadi alasan Partai Gelora hadir yaitu bahwa kita sudah menjadi gelombang ketiga Indonesia di dalam sejarah. Oleh karena itu kita memerlukan arah baru yaitu menjadikan Indonesia sebagai kekuatan kelima dunia,” katanya.
“Dan untuk itu kita membutuhkan pemimpin dalam jumlah yang besar untuk bisa membawa narasi besar itu. Itulah yang menjadi misi utama dari Akademi Pemimpin Indonesia,” imbuhnya.
Di sisi lain, Anis Matta menyinggung soal krisis kepemimpinan yang bisa menjadi penghancur suatu bangsa.
Anis menyebut HUT ke-75 RI merupakan momentum untuk melakukan peremajaan kepemimpinan secara sistematis.
“Perayaan ulang tahun kali ini penuh dengan kegembiraan karena yang kita rayakan pada dasarnya adalah tekad kita untuk membawa Indonesia keluar dari krisis ini, keluar dari krisis berlarut dan melakukan lompatan besar menjadikan Indonesia sebagai kekuatan lima dunia,” pungkas Anis Matta. ***