Buka ‘GELORA DIGIFEST 2020’, Fahri Hamzah: Partai Gelora akan Siapkan ‘Darah Segar’ untuk Memimpin Bangsa Ini

JAKARTA – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menegaskan, siap menjawab tiga tantangan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia dengan menyiapkan ‘darah segar’ pemimpin baru, yang akan memimpin perjalanan bangsa ini selanjutnya.

“Partai Gelora akan menjadi armada yang menghadirkan ‘darah segar’ pemimpin-pemimpin baru bangsa yang mengerti betul masalah mendasar dan tantangan bangsa Indonesia ,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia saat membuka pelaksanaan ‘GELORA DIGIFEST 2020’ di Jakarta, Jumat (17/7/2020) malam.

Menurut Fahri, saat ini ada tiga tantangan yang menjadi masalah mendasar bangsa Indonesia, yakni kegamangan naratif, kapasitas negara dan kapasitas pemimpin.

Hal ini menyebabkan negara tidak bisa menyelesaikan berbagai persoalan berulang, tidak hanya persoalan sosial, politik, ekonomi, tapi juga kriminalitas seperti korupsi dan narkoba.

Sehingga kejadian tersebut, telah menguras energi bangsa, yang seharusnya telah menjadikan Indonesia sebagai kekuatan lima besar dunia.

Kegamangan naraktif, itu antara lain adanya suatu kelompok yang ingin mereduksi Pancasila menjadi Tri Sila atau Eka Sila. Padahal perdebatan hal itu, sudah selesai dengan disahkannya versi akhir Pancasila sebagai falsafah negara dalam Pembukaan UUD 1945.

“Tapi masih ada kelompok yang ingin mereduksi atau menyinggung lagi Pancasila. Ini yang saya sebut sebagai kegalauan naraktif,” katanya.

Sedangkan mengenai kapasitas negara, terlihat sekali bahwa kapasitas negara semakin melemah, bahkan dikalahkan oleh media sosial (medsos). Akibatnya negara melakukan patroli untuk mengintip percakapan pribadi warganya di medsos maupun pribadi.

” Seharusnya negara itu, bagaimana meningkatkan pendapatan perkapita kita yang baru naik 4.000 USD, kalah jauh dibandingkan Malaysia, Singapura, Tiongkok dan Taiwan. Masih banyak masyarakat kita yang hidup dibawah garis kemiskinan, begitu harga beras naik puluhan orang langsung amblas dibawah garis kemiskinan. Kalau kerjanya hanya mengintip percakapan pribadi dan medsos, itu menandakan bahwa kapasitas negara kita melemah,” tegas Fahri.

Sementara terkait kapasitas pemimpin, Fahri menilai cara pandang masyarakat kepada pemimpinnya saat ini semakin memprihatinkan dan menyedihkan, bahkan di olok-olok, padahal mereka ibaratnya bukan manusia biasa, karena seorang pemimpin.

“Melihat pemimpin itu seperti getir, reputasi pemimpin gampang dijatuhkan dan gampang jatuh menjadi manusia biasa. Tapi yang lebih menyedihkan adalah kapasitas pemimpin lainnya,” ujar mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini.

Karena itu, bagi Fahri, tidak ada jalan lain untuk mengatasi persoalan krisis berlarut ini, yakni dengan mengganti kepemimpinan baru dengan ‘darah yang lebih segar’, yang akan dipersembahkan oleh Partai Gelora Indonesia.

Partai Gelora Indonesia, lanjutnya, akan mempelopori lahirnya ‘digital demokrasi’, yang menghadirkan berbagai instrumen partai politik (parpol) secara digital, yang akan mudah diakses publik melalui ponsel maupun gadget lainnya.

Baik menjadi tempat untuk perdebatan isu atau pikiran, merekrut anggota, mengakses informasi tentang partai politik dan calon pemimpinnya, termasuk mencari pemimpin baru.

“Disinilah pentingnya berbicara digital demokrasi, kegiatan ‘GELORA DIGIFEST 2020 ‘ ini instrumen untuk melengkapkan diri sebagai partai politik digital. Sebab, partai yang manual, kuno dan kolot akan ditinggalkan,” katanya.

Pandemi Covid-19 saat ini, menurut dia, juga telah mempengaruhi demokrasi manual dan penggunaan digital mulai dilakukan.

“Cara negara mengambil keputusan secara manual, tidak akan temukan lagi dimasa yang akan datang, semua akan dilakukan secara digital, sehingga tugas kepartaian juga perlu direformasi,” katanya.

Melalui digital demokrasi ini, Partai Gelora berikhtiar akan membangun sinergi yang mengumpulkan seluruh potensi anak bangsa tanpa membedakan suku, agama dan ras untuk berkiprah dalam politik, sehingga menimbulkan kesadaran kolektif bangsa dalam mengatasi krisis berlarut.

“Kalau kata ketua umum (Anis Matta, red). Langit terlalu tinggi, kita terbang terlalu rendah, yang kita ingin capai begitu tinggi, tetapi kemampuan kita untuk menggapainya masih terlalu rendah. Ini tantangan dan keluhan yang harus diatasi bersama, kita harus berkolaborasi. Kita harus laksanakan amanah sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia,” pungkasnya.

Gelar ‘GELORA DIGIFEST 2020’, Partai Gelora Indonesia Mulai Lakukan Rekrutmen Anggota Secara Digital

JAKARTA – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia bakal menggelar acara ‘GELORA DIGIFEST 2020’ selama tiga hari berturut-turut dari hari Jumat-Minggu, tanggal 17-19 Juli 2020 dengan platform digital. Acara tersebut merupakan rangkaian kegiatan peluncuran website, aplikasi dan sosial media oleh Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Muhammad Anis Matta pada hari Minggu (19/7/2020).

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah bakal membuka acara ‘GELORA DIGIFEST 2020’ pada Jumat (17/7/2020) malam. Pembukaan acara ini akan diramaikan hiburan Stand Up Comedy oleh Komika Fico Fachriza yang akan dipandu Fahri Hamzah.

Waketum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah sendiri juga bakal mengisi Stand Up Comedy dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya dalam lawakan pada keesokan harinya, Sabtu (18/7/2020).

Meski selama ini Fahri Hamzah dikenal sebagai politisi yang kritis, jangan salah mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 itu, memiliki bakat terpendam sebagai komika. Nah, Fahri Hamzah akan mengeluarkan semua stok lawakan dan kelucuannya.

GELORA DIGIFEST 2020 ini mengambil tema ‘Indonesia Win From Home’, berisi kegiatan Education (pendidikan), Entertainment (hiburan) dan Enlightenment (pencerahan).

Education berisi kegiatan Rakornas Humas, diisi narasumber yang mengedukasi pengurus tingkat wilayah dengan tema-tema perpolitikan, digital dan pengelolaan kehumasan yang dihadiri seluruh bidang Humas Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Gelora dari 34 provinsi di Indonesia.

Rakornas Humas Partai Gelora Indonesia secara digital ini, sekaligus menjadikan Partai Gelora sebagai partai pertama di Indonesia yang menggelar Rakornas secara digital dan layak mendapatkan penghargaan Rekor MURI.

Sedangkan Entertainment menghadirkan talent yang memberikan kegembiraan bagi masyarakat luas yang dimeriahkan oleh komika Fico Fachriza, Turah Parthayana seorang Youtube content creator yang bermukim di Rusia dan Ziva ‘Indonesian Idol’ Magnolya. Tidak ketinggalan Waketum Partai Gelora Indonesia akan mengeluarkan lawakannya.

Sementara Enlightenment, adalah kegiatan yang bisa menjadi inspirasi untuk menjalani dan memenangi masa pandemi Covid-19 yang akan diisi narasumber antara lain Ratih Sanggarwati dan Deddy Mizwar. Keduanya adalah juga Ketua Bidang di DPN Partai Gelora.

Ketua Umum Anis Matta akan menutup acara ‘GELORA DIGIFEST 2020’ pada Minggu (19/7/2020) siang setelah meluncurkan secara resmi website, aplikasi Partai Gelora dan kanal-kanal media sosial. Setelah itu, dilanjutkan Rakornas Humas 34 DPW se-Indonesia secara digital melalui virtual Zoom.

Seperti diketahui, Partai Gelora Indonesia resmi menjadi partai politik (baru) di Indonesia, setelah mengantongi secara formal Surat Keputusan (SK) Menkumham RI Nomor M.HH-11.AH.11.01.01 Tahun 2020 pada 2 Juni 2020 lalu.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly secara resmi menyerahkan SK tentang pengesahan Badan Hukum Partai Gelombang Rakyat Indonesia kepada Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dalam pertemuan virtual Zoom.

SK Menkumham tentang Badan Hukum itu berisikan tiga SK, yakni SK Badan Hukum Partai Gelora, SK AD dan ART, serta SK Kepengurusan DPN.

Belajar dari Hagia Sophia, Anis Matta: Turki Ingin Tunjukkan kepada Dunia sebagai Pemimpin Berdaulat

JAKARTA – Kebijakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang berani mengembalikan fungsi Hagia Sophia dari museum menjadi masjid menyiratkan pesan sendiri bagi dunia Internasional, meskipun ditentang dunia barat. Di bawah Erdogan, Turki ingin diakui sebagai negara berdaulat dan sekaligus pemimpin kawasan

Demikian Analisis Pengamat Geopolitik Internasional Muhammad Anis Matta menanggapi kebijakan tegas pemerintah Turki yang mendapat tentangan dari berbagai pihak, termasuk oleh UNESCO.

Anis Matta menilai keberanian Erdogan mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid diapresiasi masyarakat muslim dunia, termasuk muslim di Indonesia.

“Turki pemimpin kawasan. Itu pesan Erdogan di balik keputusan mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid setelah dijadikan museum oleh Attaturk sejak 1935,” kata Anis kepada wartawan di Jakarta, Senin (13/7/2020).

Anis menambahkan di sisi lain kebijakan tegas Erdogan ini memantik pertentangan. Hal ini terutama dari negara yang kontra dengan Turki seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).

Bagi Anis, pesan khusus Erdogan ini menyangkut pertarungan geopolitik yang hendak dimenangkannya. Ada strategi khhusus yang diinginkan Erdogan demi Turki.

“Ini pesan determinasi di tengah pertarungan politicall will secara geopolitik,” jelas Anis yang juga Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia ini.

Namun, di sisi lain, upaya ini sebagai pendekatan baru Erdogan dalam geopolitik. Strategi ini diperlukan mengingat sudah hampir 10 tahun terakhir, Erdogan memimpin Turki terlibat konflik dalam berbagai titik seperti di Syiria Yunani, Libya dan Yaman.

Anis Matta menilai titik balik Erdogan terjadi pasca gagalnya kudeta tahun 2016. Saat itu, kudeta militer yang disponsori negara-negara anti-Arab Spring seperti Arab Saudi dan UAE makin mengokohkan posisi internal Erdogan.

“Itu juga membuat Erdogan lebih berani melakukan intervensi militer di kawasan, seperti Libya dan suatu saat mungkin juga Yaman,” jelasnya.

Kemudian, fenomena harga minyak yang jatuh memukul telak Arab Saudi, UEA, Rusia yang merupakan pemain utama dalam konflik geopolitik di kawasan tersebut.

“Pesan determinasi geopolitik Turki ini sepertinya dirancang dengan apik menuju pilpres terakhir Erdogan tahun 2024 mendatang,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Hagia Sophia mulanya dibangun sebagai gereja Church of Holy Spirit atas perintah Kaisar Byzantium Justinian I pada abad ke-6. Beberapa pilar penyangga dalam bangunan tersebut diambil dari Ephesus dan Kuil Artemis.

Hagia Sophia juga merupakan salah satu dari katedral terbesar di dunia yang memiliki makna khusus bagi komunitas Orthodox.

Hagia Sophia sudah beberapa kali mengalami perubahan fungsi, serta dillakukan renovasi dan perluasan beberapa kali selama berabad-abad ini.

Pada masa penaklukan Ottoman di Istanbul pada 1453, Hagia Sophia berubah fungsi menjadi masjid. Salah satu keunikannya adalah perpaduan mosaik khas era Byzantium dan kaligrafi dari masa Kesultanan Ottoman.

Bangunan dipercantik dengan arsitektur yang menampilkan elemen khas Kesultanan Ottoman. Beberapa elemen seperti mihrab dan mimbar, tempat para ustad berceramah, ditambahkan. Bahkan, sebuah perpustakaan juga dibangun di dalamnya.

Pada 1935, Hagia Sophia diubah menjadi sebuah museum. Meski begitu, dekorasi asli dari mosaik bunga dan geometris dari abad ke-7 masih bertahan.

Kemudian Pengadilan administrasi utama Turki mencabut status Hagia Sophia sebagai museum pada 10 Juli 2020.

Keputusan tersebut membuka jalan bagi pemerintah Turki untuk membuat situs bersejarah tersebut menjadi masjid. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan secara resmi mengubah Hagia Sophia menjadi masjid.

Pada Kamis (9/7/2020), UNESCO memberi peringatan bahwa perubahan status harus ditinjau oleh komite UNESCO. UNESCO mengungkapkan bahwa setiap perubahan dari sebuah situs yang berada di dalam daftar Situs Warisan Dunia harus diberitahukan terlebih dahulu dan melalui proses peninjauan.

Sumber gambar : Internet.

Perlu Ada Partai Bergaya ‘Post Islamisme’ yang Perjuangkan Politik Islam

JAKARTA – Pengamat Gerakan Islam Internasional Tengku Zulkifli Usman (TZU) mengatakan, Politik Islam yang diperjuangkan partai atau kelompok Islam saat ini tidak mengalami kemajuan yang signifikan, malahan terjebak pada Fundamentalis dan Islamisme.

“Kalau ada kadernya mendoktrin anti Pancasila, negara thogut, dan Pancasila syirik, itu ciri-ciri Fundamentalis dan Islamisme. Mereka harusnya kompromi dengan negara, bukan memperjuangkan jamaah tertentu,” kata Tengku Zulkifli Usman dalam webinar Gerakan Pemikiran Politik Islam yang dipandu Raihan Iskandar di Jakarta, Sabtu (11/7/2020) malam.

Dalam webinar yang digelar Indonesia Paradise Talk, Komunitas Kopi Asyik dan Badan Hubungan Umat Partai Gelora Indonesia, TZU menilai, perdebatan antara Islam, sekulerisme dan liberalisme tidak akan pernah selesai.

“Kita sudah 75 tahun merdeka, sudah harus mapan cara berpikirnya. Kalau terus begini, yang nasionalis menyalahkan fundamentalis ke orang Islamis, dan Islamis menuduh komunis ke nasionalis. Bentrok pemikiran itu, tidak ada gunanya,” katanya.

Sebagai sesama anak bangsa, menurut dia, harus bersama-sama mencari solusi untuk mengatasi kepemimpinan yang lemah saat ini demi kamaslahatan bersama, bukan sebaliknya saling memperlemah.

TZU menegaskan, umat Islam tidak bisa lagi mengedepankan cara-cara Fundamentalis dan Islamisme dalam memperjuangkan Politik Islam, karena Indonesia telah disepakati sebagai negara demokrasi.

“Kalau berjuang, ya harus punya perwakilan agar bisa merebut kekuasaan, dan perubahan-perubahan itu diatur lewat undang-undang. Tapi politisi Islam, masih tidak bisa keluar dari bayang fundamentalis dan berhadapan dengan negara, padahal sudah era reformasi,” katanya.

Menurut TZU, para politisi Islam harusnya mencontoh para pemimpin Tunisia dan Turki yang berhasil mengubah secara drastis, negara sekuler menjadi negara Islam. Tunisia dan Turki tidak lagi memperdebatkan masalah agama dengan negara

“Negara dan agama bisa bersatu, ada semacam kompromi yang dikenal sebagai madzab ‘Post Islamisme’. Ini sudah dilakukan Tunisia dan Turki, mereka berhasil,” katanya.

Ia mengatakan, gaya ‘Post Islamisme’ yang seharusnya dikedepankan oleh para politisi Islam, bukan malah memperdebatkan soal Pancasila, Islam dan Komunisme, karena hal itu sudah selesai.

“Sudah harus mapan berpikir, ternyata yang Islam kalau disuruh berpolitik Islam yang benar tidak ngerti, begitu juga yang sekuler, disuruh sekuler sekalian nggak ngerti. Jadinya saling menyalahkan si A dan si B saja tanpa ada solusi,” katanya.

TZU berharap ada sebuah partai politik di Indonesia yang memiliki gaya Post Islamisme’ dalam memperjuangkan Politik Islam, yang menyatukan negara dan agama.

“Siapapun yang mampu menerapkan gaya Post Islamisme di Indonesia akan menjadi partai terbesar suatu saat nanti,” tegas Tengku Zulkifli Usman.

Sementara itu, tokoh Reformasi 1998 dan mantan Anggota DPR dari PKS, Rama Pratama menambahkan, perjuangan Politik Islam tidak bisa diklaim hanya dilakukan partai Islam saja, sementara yang non Islam (nasionalis) tidak memperjuangkannya.

“Tidak ada jaminan politisi partai Islam memperjuangkan nilai-nilai Islam. Justru kadang partai non Islam memperjuangkannya,” kata Rama.

Rama meminta perlu dibedakan definisi antara Islam dan Muslim, serta antara Politik Islam dan Islam Politik. Sebab, Islam tidak selalu linier dengan Muslim.

“Wajar jika ada pandangan skeptis terhadap Islam Politik, karena alih-alih memperjuangkan Islam di politik, namun malah terjebak pada politisasi Islam. Bahkan lebih jauh lagi memanipulasi Islam untuk kepentingan politiknya sendiri, kepentingan sesaat saja,” tandas Rama.

Fahri : Berikan Kesempatan Kementan Melakukan Riset & Inovasi Penanganan Covid-19

7 Juli 2020

JAKARTA – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengklaim kalung kayu putih produk Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) mampu membasmi virus corona atau Covid-19.

Merespons hal itu, mantan Wakil Ketua DPR RI Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) periode 2014-2019, Fahri Hamzah melalui keterangan tertulisnya, Selasa (7/7/2020) meminta Kementan diberikan kesempatan melakukan riset dan inovasi dalam penanganan Covid-19.

“Temuan (Kementan) tersebut tidak boleh menjadi bahan ejekan, lantaran bisa saja vaksin ditemukan di Indonesia yang memiliki jutaan tanaman herbal,” kata Fahri.

Untuk itu, Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia ini menyarankan agar lembaga riset melakukan penelitian lebih lanjut terkait kalung eucalyptus itu.

“Saya yakin bukan tidak mungkin, vaksin virus corona yang saat ini sedang diteliti di seluruh dunia ternyata ada di Indonesia. Jadi biarkan, jangan mencemooh,” imbuhnya.

Kepada pemerintah, Fahri juga meminta agar mendukung riset dan inovasi yang dilakukan anak bangsa. Tentunya dengan meminta kepada semua lembaga riset yang ada seperti Eijkman dan Biofarma untuk cek benar atau tidak-nya produk Balitbangtan itu.

“Suruh itu lembaga Eijkman, suruh itu Biofarma cek benar atau tidak. Itu yang saya kira jadi salah satu PR kita ke depan,” papar Fahri seraya menyarankan kepada pemerintah agar temuan ini jangan dibawa ke WHO untuk suruh mengecek, karena WHO ini kan konspiratif.

Anis Matta: Putin Berani Ubah Konstitusi Rusia untuk Atasi Krisis Global

JAKARTA – Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan referendum untuk mengubah konstitusi negaranya 25 Juni Hingga 1 Juli 2020 lalu untuk mengatasi krisis berlarut dan global. Usulan perubahan tersebut diterima oleh sebagian besar rakyat Rusia dengan dukungan mencapai 73 persen.

Pengamat geopolitik internasional Muhammad Anis Matta mengatakan, referendum Rusia ini harus dilihat sebagai respon strategis terhadap tantangan jangka panjang Rusia.

“Negara sebesar Rusia, yang kini terlibat dalam ketegangan global di berbagai hotspot, memerlukan figur pemimpin yang kuat. Ancaman keutuhan wilayah, perang dagang dan sabotase ekonomi dan infiltrasi budaya. Diamati dengan cermat betul oleh Putin,” kata Anis Matta kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (10/7/2020).

Menurut Anis, para ahli strategi dunia menyebut juga bahwa perang dagang kini adalah perang sebenarnya yang tak kalah ‘mematikan’ atau memperlemah satu negara yang dapat berujung pada merosotnya legitimasi pemerintahan yang sah, dan akhirnya kalah pada pemilu atau oleh pemberontakan.

Sebab, perang terbuka saat ini terlalu mahal secara finansial, sosial dan reputasi internasional. Sehingga perang dunia sekarang bergerak ke perang hibrida (hybrid war) yang memadukan antara perang konvensional (militer) dengan paramiliter (orang terlatih). Dimana orang terlatih ini bukan bagian dari ‘militer resmi’ negara tertentu.

Mereka melakukan juga perang yang tidak teratur dengan ancaman cyber warfare (perang cyber di internet), senjata nuklir, senjata biologi dan kimia, dan perang informasi.

“Jadi Putin memahami hal ini dengan betul dan menyiapkan bangsa Rusia menghadapi tantangan eksistensial di masa yang akan datang,” kata Anis yang juga Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia ini.

Dari perspektif geopolitik, lanjut Anis, Rusia adalah pengakuan diri sebagai penerus Uni Soviet, baik dalam hubungan perjanjian, organisasi maupun kepemilikan aset internasional. Artinya, kekuasaan politik Rusia akan lebih besar dari wilayah politik Rusia sekarang.

Putin dinilai memahami Rusia yang membutuhkan alat rekayasa sosial baru dan alat itu adalah konstitusi. Misalnya, konstitusi baru ini secara tegas menyebut Rusia sebagai negara bertuhan, bukan sebagai negara komunis, serta melarang pernikahan sejenis.

Putin juga berhasil mengkondisikan Rusia lebih konservatif dari segi budaya untuk memperkokoh sendi-sendi bangsa Rusia dari infiltrasi budaya yang tidak sepenuhnya menguntungkan kepentingan nasional Rusia.

“Putin akan menjadi pemimpin yang sangat kuat secara konstitusional dengan jangka waktu yang lama dan bisa berkuasa hingga 2036. Dengan konstitusi baru, periode Putin yang lalu tidak dihitung atau semacam diputihkan,” tandasnya.

Hal ini dibutuhkan Rusia untuk mempertahankan posisi politik dan ekonomi mereka di tengah konstelasi global baru yang diperparah oleh krisis berlarut akibat pandemi Covid-19.

“Apakah strategi jangka panjang itu efektif bagi Rusia? Waktu juga yang akan mengujinya Tapi kita belajar satu hal bahwa mereka berjibaku habis-habisan untuk bertahan di tengah krisis berlarut,” pungkasnya.

(Tribunnews.com )

Anis Minta Jokowi Punya Skenario Ekonomi Terburuk

INILAHCOM, Jakarta – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Muhammad Anis Matta meminta pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) menyiapkan skenario terburuk terhadap fundamental ekonomi.

Ya, lantaran pandemi Covid-19 belum terlihat kapan berakhirnya. “Bagaimana sebenarnya kondisi perekonomian kita? Seberapa dalam dampak krisis ini terhadap fundamental ekonomi Indonesia? Bagaimana mengantisipasi melesetnya penerimaan pajak dari target, dan apa mitigasinya?” ujar Anis Matta kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/7/2020).

Menurut Anis, dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, pemerintah sudah seharusnya menanggalkan ‘politik pencitraan’. Dalam hal ini, Jokowi sudah sepatutnya menyiapkan skenario terburuk untuk menghadapi krisis berlarut ini. “Sebaiknya pemerintah tidak merisaukan soal citra. Karena yang mendesak adalah menyampaikan apa adanya kepada rakyat,” tegasnya.

Anis berharap pemerintah lebih mengedepankan prinsip transparansi terhadap kondisi pandemi agar masyarakat betul-betul memahami, bahwa krisis berdampak pada sejumlah sektor.

Dengan transparansi dan kejujuran itu, lanjutnya, diyakini semua pihak akan timbul kesadaran kolektif untuk bahu-membahu membantu pemerintah agar bangkit dari keterpurukan krisis saat ini.

“Dari berbagai krisis yang pernah terjadi di dunia, kita belajar bahwa transparansi dan kejujuran adalah pilar penting untuk bertahan dan bangkit. Khususnya transparansi dan kejujuran pemerintah menyampaikan bagaimana kondisi negara sebenarnya dalam melalui krisis ini,” ujarnya.

Transparansi dan kejujuran yang perlu dilakukan pemerintah, kata Anis, menyangkut mitigasi kasus Covid-19 agar tidak terus melebar pada fundamental ekonomi. “Bagaimana kekuatan perbankan kita menghadapi perlambatan ekonomi yang akan berlangsung lama?” tanya Ketua Umum Partai Gelora Indonesia yang merupakan sempalan dari PKS ini.

Oleh karena itu, transparansi dan kejujuran harus benar-benar diutamakan pemerintah agar masyarakat bisa mengantisipasi dampak dari krisis tersebut. “Kejujuran dan transparansi pemerintah penting agar rakyat bersiap-siap, menyusun prioritas, dan mengalokasikan sumber daya dengan tepat,” tandasnya.

Transparansi dan kejujuran pemerintah juga diperlukan untuk menjelaskan sejauh mana efektifitas sistem pelayanan kesehatan dalam menghadapi jumlah pasien positif Covid-19 yang terus meningkat dari hari ke hari.

“Begitu juga bagaimana keandalan sistem pelayanan kesehatan kita sebenarnya, dalam menghadapi jumlah pasien positif Covid-19 yang terus meningkat,” pungkas Anis.

Mengingatkan saja, data Gugus Tugas Penanganan Covid-19 per 7 Juli 2020, menyebutkan, jumlah orang yang terpapar Corona mencapai 66.226 jiwa. Sedangkan jumlah pasien sembuh 30.785 orang dan meninggal 3.309 orang.

Hingga saat ini, anggaran penanganan Covid-19 membengkak Rp272,1 triliun atau setara 67%. Menteri Keuangan Sri Mulyani, usai rapat bersama Presiden Joko Widodo pada Rabu (3/6/2020), mengatakan pemerintah telah menaikkan anggaran penanganan Covid-19 dari Rp405,1 triliun menjadi Rp677,2 triliun. [ipe]

Sumber : inilah.com

Anis Matta: Pemerintah Perlu Siapkan Skenario Terburuk terhadap Fundamental Ekonomi

8 Juli 2020

JAKARTA – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Muhammad Anis Matta meminta pemerintah menyiapkan skenario terburuk terhadap fundamental ekonomi, akibat dampak pandemi Covid-19 tak kunjung berakhir.

“Bagaimana sebenarnya kondisi perekonomian kita? Seberapa dalam dampak krisis ini terhadap fundamental ekonomi Indonesia? Bagaimana mengantisipasi melesetnya penerimaan pajak dari target, dan apa mitigasinya?” ujar Anis Matta kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/7/2020).

Menurut Anis, dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, pemerintah sudah seharusnya menanggalkan ‘politik pencitraan’. Pemerintah, sudah sepatutnya menyiapkan skenario terburuk untuk menghadapi krisis berlarut ini.

“Sebaiknya pemerintah tidak merisaukan soal citra. Karena yang mendesak adalah menyampaikan apa adanya kepada rakyat,” tegasnya.

Anis berharap pemerintah lebih mengedepankan prinsip transparansi terhadap kondisi pandemi agar masyarakat betul-betul memahami, bahwa krisis berdampak pada sejumlah sektor.

Dengan transparansi dan kejujuran itu, lanjutnya, diyakini semua pihak akan timbul kesadaran kolektif untuk bahu-membahu membantu pemerintah agar bangkit dari keterpurukan krisis saat ini.

“Dari berbagai krisis yang pernah terjadi di dunia, kita belajar bahwa transparansi dan kejujuran adalah pilar penting untuk bertahan dan bangkit. Khususnya transparansi dan kejujuran pemerintah menyampaikan bagaimana kondisi negara sebenarnya dalam melalui krisis ini,” ujarnya.

Transparansi dan kejujuran yang perlu dilakukan pemerintah, kata Anis, menyangkut mitigasi kasus Covid-19 agar tidak terus melebar pada fundamental ekonomi.

“Bagaimana kekuatan perbankan kita menghadapi perlambatan ekonomi yang akan berlangsung lama?” tanya Ketua Umum Partai Gelora Indonesia ini.

Oleh karen itu, transparansi dan kejujuran harus benar-benar diutamakan pemerintah agar masyarakat bisa mengantisipasi dampak dari krisis tersebut.

“Kejujuran dan transparansi pemerintah penting agar rakyat bersiap-siap, menyusun prioritas, dan mengalokasikan sumber daya dengan tepat,” tandasnya.

Transparansi dan kejujuran pemerintah juga diperlukan untuk menjelaskan sejauh mana efektifitas sistem pelayanan kesehatan dalam menghadapi jumlah pasien positif Covid-19 yang terus meningkat dari hari ke hari.

“Begitu juga bagaimana keandalan sistem pelayanan kesehatan kita sebenarnya, dalam menghadapi jumlah pasien positif Covid-19 yang terus meningkat,” pungkas Anis.

Berdasarkan data Gugus Tugas Penanganan Covid-19 per 7 Juli 2020, jumlah orang yang terpapar Corona mencapai 66.226 jiwa. Sedangkan jumlah pasien sembuh mencapai 30.785 orang dan korban meninggal mencapai 3.309 orang.

Hingga saat ini, anggaran penanganan Covid-19 membengkak Rp272,1 triliun atau sebesar 67 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani, usai rapat bersama Presiden Joko Widodo pada Rabu (3/6/2020) lalu, mengatakan pemerintah telah menaikkan anggaran penanganan Covid-19 dari Rp405,1 triliun menjadi Rp677,2 triliun.

Terkait Amarah Presiden Jokowi ke Para Menteri, Fahri Hamzah: ‘Bisa Runtuh Wibawa Seorang Presiden’

Pandemi Covid-19 menjadi prahara yang seperti tak berujung bagi pemerintahan Indonesia.

Kebingungan antara mengutamakan sektor mana, antara kesehatan atau ekonomi selalu menjadi pembahasan yang krusial dalam kurun beberapa bulan terakhir.

Per hari Jumat (3/7/2020), jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 60.695 orang.

Selain sektor kesehatan yang saat ini terjengkal-jengkal meladeni cepatnya penularan Covid-19, sektor ekonomi juga mengalami pukulan yang telak.

Hal ini pun menjadi perhatian serius Presiden Joko Widodo, yang secara serius mengungkapkan rasa kekesalannya terhadap beberapa menteri-nya akibat kinerja yang lamban dan tak memilliki “sense of crisis” selama pandemi Covid-19 ini.

Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Kamis (18/6/2020), yang diunggah di YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020) menjadi perbincangan hangat publik Indonesia.

Dalam unggahan tersebut, terlihat dengan jelas Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan beberapa hal penting, menyindir beberapa sektor kementerian dan berbicara dengan raut muka kesal serta nada yang tinggi.

“Kemarahan” Jokowi disebut akibat dari lambannya kinerja para pembantunya di kabinet atau sektor kementerian terkait respons terhadap pandemi Covid-19 dan dampak-dampak turunannya.

Akibat hal tersebut, beredar kabar akan adanya reshuffle atau perombakan Kabinet Indonesia Maju.

Namun, tindakan “marah-marah” Jokowi terhadap para menteri dan jajaran pemerintahan yang dipertontonkan ke publik ini dianggap tidak layak.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah menilai tidak selayaknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluapkan kemarahannya di depan publik.

Hal itu ia sampaikan dalam acara Mata Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (1/7/2020) lalu.

Sebelumnya Jokowi mengecam kinerja menterinya yang dirasa kurang tanggap menangani pandemi Virus Corona (Covid-19).

Ia juga mengancam akan merombak kabinet (reshuffle) dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Kamis (18/6/2020) lalu.

Menanggapi pidato Jokowi tersebut, Fahri menilai tidak perlu presiden sendiri yang marah-marah.

Menurut dia, teguran itu bisa disampaikan oleh Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko.

“Jangan presidennya yang marah, cukup Moeldoko yang marah,” kata Fahri Hamzah.

Menurut dia, teguran itu dapat disampaikan dengan lebih halus oleh Moeldoko.

“Marahnya Moeldoko bilang, ‘Pak Menteri, ini anggarannya kok sekian? Tolong minta data Anda yang terbaru, presiden minta’,” papar Fahri.

“Moeldoko cukup bilang begitu,” lanjutnya.

Fahri menilai cara itu akan lebih efektif dan membuat menterinya segan dengan permintaan presiden.

“Begitu bilang presiden minta, gemetar itu orang. Presiden minta, lapor datanya,” jelas Fahri.

Fahri kemudian menjawab pertanyaan Najwa Shihab yang mengungkapkan kenapa tidak Presiden saja yang meluapkan kemarahan.

“Kita perlu menjaga kewibawaan presiden. Presiden itu untuk kepentingan persatuan,” jelas Fahri.

“Ketika Anda melihat Jokowi selantang itu, itu menjatuhkan wibawanya?” tanya Najwa lagi.

Fahri membenarkan.

Ia menyarankan sebaiknya sikap marah itu tidak perlu ditunjukkan lagi.

“Iya, kalau terus-menerus melakukan itu, runtuh wibawanya,” tegas Fahri.

Ia menyinggung ada banyak kesalahan data dalam pidato yang disampaikan Jokowi, termasuk tentang minimnya penyerapan anggaran Covid-19 oleh Kementerian Kesehatan.

Menurut Fahri, data yang masuk di presiden berbeda dengan yang dimiliki Komisi IX.

“Apalagi kalau kemudian dalam marahnya itu banyak salah data, seperti dia dibantah oleh Komisi IX yang mengatakan bahwa Menteri Kesehatan belanjanya lebih banyak,” ujar Fahri.

“Yang masuk di dia cuma Rp 1,9 triliun,” tambahnya.

Isu reshuffle berhembus

Seperti yang diketahui, kabar akan adanya reshuffle berhembus kencang menyusul kemarahan sekaligus peringatan tegas Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi merasa kecewa dengan kinerja dari para menterinya dalam menyikapi krisis dan pandemi Virus Corona.

Dikutip dari acara Kompas Petang, Kamis (2/7/2020), kini muncul ada tiga menteri yangbisa terkena reshuffle.

Satu di antaranya adalah Menteri Kesehatan yang dijabat oleh Terawan Agus Putranto.

Terawan Agus sebelumnya menjadi sorotan utama lantaran berkaitan langsung dengan kasus Covid-19, yakni di bidang kesehatan.

Terlebih pada rapat kabinet saat itu, Kementerian Kesehatan menjadi contoh buruk yang disampaikan oleh Jokowi, terkait dengan anggaran yang dikeluarkan.

Kemenkes disebut baru mengeluarkan anggaran sebesar 1,53 persen dari total yang dianggarkan sebesar Rp 75 triliun.

Dalam tayangan Kompas tersebut memperlihatkan Terawan Agus digantikan oleh Daeng Muhammad Faqih.

Daeng Faqih saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Selain Menkes, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Wishnutama Kusubandio juga punya peluang digantikan oleh Triawan Munaf.

Triawan Munaf merupakan Kepala Badan Ekonomi Kreatif pada kabinet Jokowi-Jusuf Kalla.

Dan selanjutnya ada dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nadiem Makarim.

Melihat dari tayangan tersebut, Nadiem Makarim bisa saja digantikan oleh Haedar Nashir, yang kini menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah.

Sebelumnya diberitakan TribunWow.com, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin buka suara soal kabar reshuffle yang akan dilakukan Presiden Jokowi.

Hal itu terjadi ketika Ali Ngabalin membahas terkait kemungkinan adanya reshuffle atau perombakan menteri oleh Jokowi dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Selasa (30/6/2020).

Ali Ngabalin mengatakan bahwa keputusan reshuffle tersebut sangat wajar terjadi karena merupakan kewenangan dari seorang presiden.

Namun dikatakannya, sampai sejauh ini belum ada gambaran mengenai lembaga apa atau menteri siapa yang akan mendapatkan reshuffle.

“Kita musti kembali lagi kepada kewenangan presiden, beliau mempunyai hak prerogatif untuk bisa melakukan apa saja untuk kepentingan bangsa dan negara termasuk dalam pelayanan kepada masyarakat,” kata Ali Ngabalin.

“Tidak ada sama sekali belum ada gambaran (lembaga), tetapi itu kan menjadi bagian daripada otoritas tertinggi dari Presiden,” pungkasnya.

Pakar Komunikasi Politik, Effendi Gazali buka suara terkait kemarahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga mengancam untuk melakukan reshuffle atau perombakan kabinet.

Effendi Gazali mengatakan bahwa apa yang dilakukan Jokowi kepada menterinya itu merupakan satu tindakan yang memang harus diambil oleh seorang pemimpin.

Dikatakannya bahwa Jokowi menilai kinerja dari para pembantunya itu tidak produktif, khususnya dalam menangani krisis dan pandemi Virus Corona.

Meski begitu, menurut Effendi, Jokowi memang tidak mengatakan dengan lantang terkait kementerian atau lembaga yang akan dicopot atau dibubarkan.

Namun Effendi mengatakan bahwa kementerian yang paling menjadi sorotan pada saat itu adalah Menteri Kesehatan.

Kinerja dari Kementerian Kesehatan menjadi contoh buruk yang disampaikan oleh Jokowi.

Seperti misalnya, dikatakan oleh Jokowi bahwa Kementerian Kesehatan baru mengeluarkan anggaran sebesar 1,53 persen dari anggaran total mencapai Rp 75 juta untuk penanganan Covid-19.

“Saya melihat bahwa ini ada bagian yang dalam komunikasi politik kita sebut tidak produktif, karena tidak jelas mengarah kepada siapa,” ujar Effendi.

“Mungkin kita harus tanya ke Ali Mochtar Ngabalin, soal lembaga yang kapan perlu dibubarkan.”

“Selain itu sepertinya dari teks yang saya baca dan video yang saya tonton beberapa kali, lebih banyak memang mengarah kepada Kementerian Kesehatan mungkin,” jelasnya.

“Dengan menyebutkan angka Rp 75 triliuin kemudian baru 1,53 persen yang dikeluarkan,” sambungnya.

Liputan Media : Tribunnews.com

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X