Soal Ide Penghapusan Fraksi di DPR, Fahri: Kita Cemas Kekuasaan Legislatif Tidak Nampak Fungsinya

, , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, keberadaan fraksi di DPR selama ini membuat kamar legislatif menjadi tidak berdaya, sehingga perlu dilakukan penghapusan.

Sebab, fraksi dinilai menjadi alat kepentingan politik ketua umum partai atau elit-elit politik lainnya, bukan berpikir untuk rakyat atau konstituen

“Jadi berbicara reformasi politik, menghapus fraksi di DPR diantara yang paling penting kita lakukan karena berbagai atau banyak alasan. Alasan pertama tadi kita melihat agak mencemaskan bagaimana sebuah kekuatan di kamar kekuasaan legislatif itu tidak nampak fungsinya,” kata Fahri dalam Gelora Talk bertajuk ‘Reformasi Sistem Politik, Mengapa Fraksi di DPR Sebaiknya Dihapus?’, Rabu (12/1/2022) petang.

Menurut Fahri, saat menjadi Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, ia diminta melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak masyarakat oleh partai sebelumnya, karena dipengaruhi oleh oligarki. Hingga akhirnya ia dipecat, karena memilih melawan.

“Saya sendiri memiliki yurisprundensi, makanya waktu itu saya melawan kendali partai, karena berpotensi mendistorsi kehendak rakyat menjadi kehendak parpol. Ini yang mesti kita lawan ke depan,” katanya.

Dalam sistem demokrasi, lanjutnya, anggota DPR harus menjadi wakil rakyat, bukan sebaliknya menjadi wakil partai politik. Menurutnya, jika terus begitu pandangannya akan membahayakan.

Fahri menilai adanya kekeliruan tersebut lantaran adanya kekeliruan paradigmatik yang memandang apa peran partai politk dalam fraksi.

“Ketika kita sudah memilih sistem demokrasi, mau tidak mau maka kita harus memurnikan demokrasi itu, tidak saja sebagai nilai-nilai luhur, tetapi juga dalam sistem pemilu dan sistem perwakilan kita,” tegasnya.

Terkait keberadaan fraksi ini, jelas Fahri, akhirnya memunculkan sekelompok orang di balik layar yang terlihat menyetir parlemen. Akibatnya, hubungan antara eksekutif dengan legislatif, menjadi tidak sehat dan bisa menginvasi yudikatif.

“Fraksi ini sebenarnya ada dalam tradisi totaliter seperti dalam tradisi negara komunis. Di tradisi demokrasi, perannya negara totaliter itu, ya partai politik adalah negara itu sendiri. Makanya hampir tidak ada jarak dengan partai politik dengan jabatan publik,” ungkapnya.

“Artinya sehari-hari mereka lebih nampak sebagai wakil partai politik. Karena itu lah reformasi politik perlu dilakukan,” imbuhnya.

Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti mengatakan, keberadaan fraksi ini juga menjadi kegelisahan dari PSHK. Dari hasil penelitian yang dilakukan, terungkap bahwa ketua fraksi atau ketua kelompok fraksi (kapoksi) di komisi-komisi memiliki kekuatan menyakinkan seseorang untuk memenangi berbagai ‘pertarungan’

“Hasil penelitian kami, jauh lebih efisien kalau kita langsung lobby kepada ketua fraksi atau ketua kelompok fraksi yang ada di komisi-komisi. Kita bisa meyakinkan seseorang, kita bisa memenangkan pertarungan,” kata Bivitri.

Seharusnya, yang memiliki power untuk berbicara mengenai aspirasi masyarakat adalah setiap anggota DPR, bukan fraksi atau parpol.

“Karena itu, perlu dilakukan perubahan dalam UU MD3, fraksi perlu dihapus. Sebab dalam konstitusi, fraksi juga tidak diatur, sehingga secara konstitusional ketika dilakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi saya kira akan dikabulkan,” katanya.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research Pangi Syarwi Chaniago menilai, penguasaan fraksi dinilai akan memudahkan oligarki  berkomunikasi dalam membuat keputusan, dan tidak terlalu menimbulkan kegaduhan politik seperti dalam pengesahan UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu dan keputusan penundaan Pilkada sekarang.

“Presiden jangan-jangan memang sangat  menyukai pakai fraksi, tidak terlalu susah untuk berkomunikasi, karena garis komandonya sangat gampang. Itu  mencerminkan DPR ya tukang stempel, mengamini apa maunya semua pemerintah, mana yang tidak diamini,” katanya.

Karena itu, Pangi setuju keberadaan fraksi dihapuskan saja karena lebih banyak mudharatnya, serta lebih berpihak kepada kepentingan para bohir, ketimbang masyarakat.

Akibatnya, banyak anggota DPR memilih menuruti kemauan fraksi dan partainya daripada sikap berlawanan yang bisa berujung PAW dirinya sebagai anggota DPR.

“Kalau dilihat DNA-nya, fraksi ini banyak kepentingan tertentu, bukan kepentingan konstituen, sehingga mengganggu fungsi-fungsi lembaga perwakilan kita yang semestinya untuk mengamankan agenda-agenda rakyat,” katanya.

“Itu artinya yang menjadi menjadi penyebab kenapa presiden sangat mudah mengendalikan DPR kita, karena bisa mengendalikan partai politik, termasuk fraksi di dalamnya bisa dikendalikan,” sambungnya.

Sebaliknya, Ketua DPR-RI Periode 2009-2014 Marzuki Alie berpandangan, keberadaan fraksi di DPR tidak perlu dihapus, justru kekuatan absolut dari seorang ketua umum yang perlu direformasi dalam sistem kepartaian di Indonesia.

“Ini ada partai, partai ini dimiliki ketua umum. Padahal dalam sistem politik modern, AD/ART-nya semua dibatasi, tidak ada kekuasan absolut. Memangnya kalau fraksi dihapus, ketua umum tidak bisa mecat, ya tetap bisa,” kata Marzuki Alie

Melihat sosok Fahri Hamzah, Marzuki Alie menaruh harapan besar kepada Partai Gelora dapat memperjuangkan semua aspirasi masyarakat dalam proses perjuangannya hingga nantinya duduk di Senayan.

“Saya berharap Partai Gelora sebagai partai politik harus mengembangkan sikap partai yang mau mendengarkan semua aspirasi yang disampaikan masyarakat, dan digunakan nanti di lembaga perwakilan,” pungkasnya.

Partai Gelora Targetkan Elektabilitas 4 Persen Saat Verifikasi Parpol

, , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mentargetkan elektablitasnya sebesar 4 persen saat verifikasi pendaftaran partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024 ke KPU pada pertengahan 2022 mendatang.

“Elektabilitas kita sekarang ada di 9-10 besar, nanti saat verifikasi partai pada pertengahan ini inshaALLAH bisa di angka 4 persen. Saat ini kita persiapkan verifikasi, dan operasi elektabilitas,” kata Anis Matta, di Jakarta Sabtu (8/1/2022) malam.

Hal itu disampaikan Anis Matta saat menyampaikan dalam arahan Konsolidasi Struktur dan Pendalaman Teritorial Dapil kepada Pengembangan Teritori (Bangter) 2 dan 3, Ketua DPW se-Jawa dan Bacaleg DPR di Hotel Pomelotel, Jakarta.

Karena itu, kata Anis Matta, ketika ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024 pada akhir Desember 2022, elektablitas Partai Gelora diharapkan mencapai 8 -10 persen.

“Begitu Desember dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu, mudah-mudahan elektabilitas, kita bisa 8-10 persen dengan asumsi satu kursi per dapil dari 80 dapil kursi 575 kursi DPR sudah terlihat,” katanya,

Dalam konsolidasi yang dihadiri Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah, Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik, Bendahara Umum Achmad Rilyadi, Anis Mata menegaskan, operasi elektabilitas yang digunakan menggunakan agenda 7 aksi dan reformasi sistem politik.

“Jadi dalam penyusunan strategi, jangan sekali-kali meniru cara orang lain, pakai kreativitas sendiri dan fokus pada kekuatan yang ada. Mudah-mudahan kita diberikan kekuatan dan diilhami secara terus menerus untuk menemukan jalan kemenangan,” katanya.

Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik ditugaskan untuk memimpin Rapat konsolidasi dengan DPW dan Bacalag DPR se-Jawa selama dua hari dari Jumat-Sabtu (7-8 Januari 2022).

“Kita punya 1 visi 7 aksi, sehingga akan punya daya amplikasi yang besar. Setelah gerakan Gelora Tanam 10 Juta Pohon dan Gen-170, kita ada program ketiga yakni Sagara Movement yang kita launching. Kita masih punya empat program lagi,” kata Mahfuz.

Mahfuz mengatakan, saat pendaftaran parpol peserta Pemilu 2024 pada pertengahan 2022 di KPU, elektablitas Partai Gelora sudah berada di kisaran angka 4 persen.

“Jadi ketika Desember nanti kita sudah jadi peserta Pemilu, kita sudah siap mengusung bacaleg-bacaleg kita. Sudah banyak yang akan bergabung ke Gelora setelah Desember, tapi kita prioritaskan bacaleg kita dulu, karena kita bikin partai ini prosesnya panjang,” ujarnya.

Ketua Bidang Komunikasi DPN Partai Gelora Ari Saptono mengatakan, tujuh agenda aksi yang telah ditetapkan Partai Gelora akan mempermudah instrumen pemenangan di dapil dan bacaleg.

“Satu visi 7 aksi ini, landasannya cita-cita 5 besar dunia. Kita dorong partisipasi aktif semuanya dalam setiap kegiatan. Kita membangun kolaborasi. Kita akan menciptakan gelombang cinta maksimal di masyarakat,” kata Ari Saptono.

Ketua Bappilu DPN Partai Gelora Rico Marbun mengungkapkan, dari hasil survei internal yang dilakukan, menunjukkan popularitas dan elektablitas Partai Gelora menunjukkan angkanya mengalami kenaikan yang signifikan.

“Partai Gelora itu jelas, partai religius, optimis, kompeten, membawa semangat perubahan dan nasionalis. Kita punya hitungan dan strategi untuk mendapatkan suara,” kata Rico.

“Hitungan itu untuk pertimbangan eksistensi kita sebagai bangsa, bukan soal kursi saja, tapi serendah-rendahnya minimal meraih 80 kursi. Kalau di Jawa ada 306 kursi,  maka target kita bangter 2 dapat 32 kursi dan bangter 3 dapat 43 kursi,” tegasnya.

1 Visi, 7 Aksi

Konsep pembangunan ekonomi yang berpusat pada “People, Planet & Profit” bukanlah hal baru.

Tapi dengan cara terjemah Anis Matta, hal yang utopis menjadi lebih mudah kita pahami. Lebih tervisualisasi, lebih teknis-operasional dan mudah dijangkau.

Demi berfokus “planet”, Gelora mengawali “Birukan Bumi” untuk menanam 10 juta pohon. Demi mengembangkan “people”, Gelora berfokus pada perbaikan gizi ibu-anak dengan program Gen-170.

Karena ekonomi kreatif akan menjadi sektor pertumbuhan di masa depan, Gelora meluncurkan SAGARA. Sejuta Gagasan Nusantara dimulai dari kompetisi film pendek, dan akan meluas ke industri kreatif lain.

Itulah konsep pembangunan ekonomi yang akhirnya diberi nama “Geloranomics” : kesejahteraan terdistribusi, memicu kreatifitas dan inovasi, tapi tak meninggalkan bumi.

Akan ada aksi-aksi lain untuk menopang Indonesia kekuatan 5 besar dunia. Tahapannya makin benderang, rutenya mudah dipahami, dan secara teknis bisa kita capai.

Bismillah.

Jakarta, 9/1/22
@endykurniawan

Launching Sagara Movement, Partai Gelora Ingin Bangun Ekosistem yang Kondusif Bagi Perkembangan Ekonomi Kreatif

Partaigelora.id – Setelah sukses melaunching dua program aksinya, yakni Gerakan Gelora Tanam 10 Juta Pohon dan GEN-170 beberapa waktu lalu, Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia kembali melaunching satu lagi program aksi, yakni Sagara Movement.

Sagara Movement merupakan program ketiga dari program satu visi tujuh aksi Partai Gelora. Empat program lainnya akan dilaunching hingga akhir tahun 2022 mendatang, dalam rangka persiapan Pemilu 2024.

Sagara berarti Samudera dan juga Sejuta Gagasan Nusantara. Keragaman budaya, keindahan alam, dan talenta manusia yang harus dikelola sebagai modal strategis untuk membangun ekosistem yang memungkinkan Indonesia ikut membentuk budaya dunia.

Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta menegaskan, Sagara Movement di launching dalam rangka untuk membangun ekosistem yang kondusif bagi perkembangan ekonomi kreatif.

Menurutnya, ekosistem yang sehat akan memfasilitasi kreativitas tanpa batas dalam mengintegrasikannya ke industri dan perekenomian. Sehingga bisa membangun keyakinan, dan akan menggelorakan Indonesia menjadi kekuatan ke-5 dunia. 

“Sekarang ini kita mendapatkan serbuan budaya, terutama dari Korea. Kenapa anak seorang Perdana Menteri Maroko bisa bahasa Korea, padahal jauh di Afrika karena nonton Drama Korea. Rupanya istri saya dan anak-anak juga suka nonton Drama Korea, kalau saya kurang terlalu suka. Tapi yang ingin saya katakan adalah bahwa ledakan budaya Korea telah mempengaruhi budaya seluruh dunia, termasuk budaya kita,” kata Anis Matta saat melaunching Sagara Movement di sela-sela Penutupan Rakorwil 07 DKI di Jakarta International Equestrian Park, Pulomas, Jakarta Timur, Minggu (9/1/2022).

Menurut Anis Matta, kenapa budaya Korea bisa berpengaruh secara global, karena budayanya terkoneksi dengan industri kreatif seperti pembuatan film pendek, drama dan Kpop yang juga mendapatkan dukungan secara langsung dari negaranya.

“Kita juga bisa menyerbu secara budaya seperti Korea. Budaya, bahasa kita lebih banyak, alam kita juga indah. Kekurangan kita hanya satu, tidak terkoneksi dengan industri secara serius. Secara ekonomi makro, kita tidak memiliki ekosistem industri kreatif,” katanya.

Karena itu, kata Anis Matta, salah satu mimpi Partai Gelora adalah membuat satu lokasi industri film dan kreatif secara khusus yang dilengkapi akademi, dukungan teknologi, perbankan, dan industri turunannya.

“Orang seperti bang Demiz (Deddy Mizwar) dia selalu bekerja sendiri, karena negara tidak mendukung. Dia jadi pemain, penulis dan juga jadi sutradaranya. Harusnya itu negara yang berperan, kita mau ubah maindset ini agar kebudayaan kita bisa mendunia secara global,” katanya.

Ketua Bidang Seni Budaya dan Ekonomi Kreatif DPN Partai Gelora Deddy Mizwar mengatakan, pemerintahan sekarang tidak mengetahui industri film, bahkan banyak bioskop ditutup. Padahal bioskop itu harusnya ada di sampai pelosok desa dan kecamatan seperti di India dan China.

“Film buatan China bisa mencapai record tertinggi mengalahkan film hollywood, karena China punya bioskop sampai pelosok seperti juga di India. Ada komitmen dari negaranya. Tapi gampang, selesai Insha Allah kalau Partai Gelora berkuasa,” kata Dedy Mizwar.

Deddy Mizwar mengungkapkan, bahwa film bisa menjadi alat untuk propaganda budaya seperti yang dilakukan China dengan membuat film tentang Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung 1955.

“Film Konferensi Asia Afrika ini dibuat di China, settingnya semuanya disana, tapi semua pemainnya dari seluruh dunia. Bahkan saya pernah ditawari untuk menjadi Bung Karno, dananya unlimited, tapi itu saya tolak. Kenapa film itu tidak kita yang buat, tapi malah dibuat China. China ingin memperlihatkan kehadiran mereka di KAA bahwa ia sangat penting,” ungkapnya.

China, kata Deddy Mizwar, melihat film itu sudah menjadi gaya hidup dan mengenalkan budaya mereka ke seluruh dunia , sehingga mereka mau berinvestasi besar-besaran.

“Kalau kita tidak punya political will sama sekali dari dulu sampai sekarang. Dengan Sagara Movement kita akan mulai buat film-film pendek, musik, grup band seperti BTS. Kita mulai sesuatu yang kecil dulu dengan menciptakan gelombang perubahan,” katanya.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menambahkan, Indonesia seharusnya mengembangkan industri kreatif, karena apabila fokus pada pengembangan industri berbasis sains, selalu kalah bersaing dengan negara lain, terutama negara baru.

“Indonesia ini jumlah penduduk keempat terbesar didunia, setelah China, India dan Amerika Serikat. Ketiga negara itu hidupnya di kontinen, sehingga budayanya relatif sama. Sementara Indonesia, hidupnya di kepulauan, komplicated dan berbeda. Saya contohkan Pulau Sumbawa, itu pulau kecil, tapi bahasa dan makanannya banyak,” kata Fahri.

Fahri berharap Sagara Movement ini bisa mengkoordinasikan budaya-budaya Indonesia yang ada di bawah dengan membuat kejuaraan dari tingkat kecamatan, hingga kabupaten/kota untuk mengangkatnya melalui semua film misalnya.

“Jadi Sagara Movement ini akan menjadi pialanya, Piala Sagara Movement seperti Piala Citra di kita atau Piala Oscar di Amerika. Ini sebagai bentuk perlawanan budaya, kalau kita berharap pada government susah. Seperti kata Bang Demiz, kita bentuk gelombang, kalau menang, kita atur gampang. Ini hanya soal political will. Mudah-mudahan Partai Gelora menjadi pemimpin Indonesia,” katanya.

Dalam kesempatan ini, Partai Gelora juga mengumumkan tujuh pemenang Sagara Film Festival yang diikuti 104 film. Film yang dilombakan merepresentasikan budaya, kreatifitas dan imajinasi seluruh masyarakat Indonesia dalam sebuah karya berbentuk film pendek.

Riki Lesmana asal Kabupaten Kuningan, Jawa Barat sebagai pemenang Kategori Film Terbaik dengan judul Tanah Merah.

Diva Rosseana asal Kota Bandung, Jawa Barat sebagai pemenang Kategori Artis Terbaik dengan judul film Quo Vadis Nila?

Devinda Rizki Nugraha asal Kabupaten Magetan, Jawa Timur sebagai Kategori Aktor Terbaik dengan judul film Jebat.

Aditya Toharudin asal Kabupaten Kuningan, Jawa Barat sebagai Kategori Sutradara Terbaik Balik Ti Kota Cicing Diimah

Kun Imam Jihato asal Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara sebagai pemenang Penata Kamera Terbaik dengan judul Film Pusaka Mandau.

Arsidah Trianingsih asal Kota Samarinda, Kalimantan Timur sebagai Penulis Skenarui Terbaik  terbaik dengan judul film Sunrise Karang Mumus.

Kania Salma asal DKI Jakarta sebagai pemenang Kategori Film Favorit dengan film berjudul Aku Bisa.

Gelar Puncak Acara di Jakarta, Partai Gelora Bakal Umumkan Pemenang Sagara Film Festival

, , , , , ,

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia akan menggelar puncak acara Sagara Film Festival pada Minggu (9/1/2022).

Yakni sebuah ajang yang memerepresentasikan budaya, kreatifitas dan imajinasi seluruh masyarakat Indonesia dalam sebuah karya berbentuk film pendek.

Pada puncak acara ini, akan diumumkan tujuh kategori pemenang yang telah diseleksi oleh Dewan Juri.

Ketua Bidang Seni Budaya dan Ekonomi Kreatif (Ekraf) DPN Partai Gelora Indonesia Deddy Mizwar (Demiz) mengatakan, pada saat penutupan pendaftaran Sagara Film Festival pada 10 Desember 2021 lalu, sudah terkumpul 104 film.

“Sebanyak 104 Film yang siap untuk dilombakan di Sagara Film Festival,” kata Deddy Mizwar dalam keterangannya, Jumat (7/1/2022).

Menurut Demiz, ke-104 film tersebut telah diseleksi dan dipilih dalam tujuh kategori pemenang, yang nantinya awarding (pemberian) akan dilaksanakan pada Minggu, 9 Januari 2022 di Jakarta International Equestrian Park, Pulomas Jakarta Timur.

Adapun tujuh kategori pemenang tersebut adalah, Kategori Film Terbaik, Aktor Terbaik, Aktris Terbaik, Sutradara Terbaik, Penata Kamera Terbaik, Penulis Skenario Terbaik dan Kategori Film Terfavorit.

“Sagara Film adalah program yang menampung berbagai individu maupun komunitas yang kreatif dan dapat mengetahui lebih dalam seputar perfilman, sastra, budaya dan juga ekraf,” katanya.

Demiz mengatakan, Sagara Film Festival merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh Bidang Seni Budaya dan Ekraf Partai Gelora dalam rangkaian HUT Ke -2 Partai gelora Indonesia pada 28 November 2021 lalu.

Sagara Film festival ini, diperuntukkan untuk penggiat film khususnya Generasi muda Indonesia yang mempunyai keterampilan dan mau belajar tentang dunia perfilman.

“Temanya ‘Show Your Culture With Short Movie’ dengan harapan bahwa generasi muda Indonesia mampu merepresentasikan budaya, kreativitas dan imajinasinya dalam sebuah karya berbentuk film pendek,” katanya.

Sagara Film Festival ini mulai dilaunching pada tanggal 28 Oktober 2021 yang berbarengan dengan Hari Sumpah Pemuda dan juga HUT Ke- 2 Partai Gelora Indonesia.

Pendaftaran dibuka dari 1 November-10 Desember 2021. Hingga 10 Desember, yang merupakan hari terakhir dibukanya pendaftaran Sagara Film Festival terkumpul sebanyak 104 Pendaftar dan 104 Film yang siap untuk dilombakan di Sagara Film Festival.

Rakorwil DKI Jakarta
Sementara itu, selain menggelar puncak acara Sagara Film Festival, Partai Gelora juga menggelar penutupan Rakorwil 07 DPD Partai Gelora DKI Jakarta pada Minggu (9/1/2022) ini di tempat yang sama.

Acara ini akan dihadiri oleh Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta, BPH lainnya seperti Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah, Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik dan Bendahara Umum, para ketua bidang , bakal calon anggota legislatif, serta fungsionaris di tingkat provinsi sampai dengan tingkat kelurahan.

Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta, rencananya akan menyampaikan pidato politiknya, usai Ketua DPW DKI Jakarta Triwisaksana menyampaikan hasil-hasil Rakorwil 07.

Triwisaksana menyampaikan 5 hasik Rakorwil kali 07 yang akan menjadi fokus agenda kerja ke depan. Pertama, Partai Gelora Jakarta sudah memenuhi 100% kelengkapan kepengurusan dari tingkat provinsi sampai kelurahan, meliputi 6 DPD, 44 DPC dan 267 PAC.

Kedua, Partai Gelora Jakarta hingga kini sudah mencapai 24.000 anggota. Ketiga, Partai Gelora Jakarta siap berpartispasi mencegah mencegah banjir dan polusi dengan gerakan menanam pohon.

Keempat, Partai Gelora Jakarta siap berkontribusi mewujudkan generasi berkualitas dengan memberikan perhatian serius terhadap gizi ibu hamil dan batita melalui gerakan Gen 170.

Kelima, Partai Gelora Jakarta mendorong kreativitas dan inovasi generasi muda melalui Sagara Movement.

“Lima hasil Rakorwil 07 ini yang akan menjadi fokus kerja-kerja Gelora Jakarta ke depan,” kata Triwisaksana atau biasa dipanggil Bang Sani.

Menurut dia, Rakorwil 07 ini sebagai ajang konsolidasi anggota, struktur dan teritorial, terutama dalam menghadapi verifikasi parpol peserta pemilu yang akan dimulai pertengahan tahun 2022 ini.

“Demi suksesnya sebagai peserta Pemilu 2024, Gelora Jakarta membuat tim sukses verifikasi partai politik, selain itu di bentuk juga gugus tugas penggalangan opini publik untuk meningkatkan popularitas Partai Gelora di Jakarta,” katanya.

Triwisaksana berharap kesiapan Partai Gelora Jakarta akan menjadi pemicu dan pemacu Partai Gelora di wilayah lainnya.

“Gelora Jakarta sebagai ibukota harus menjadi contoh terdepan dalam kesiapan organisasi dan teritorial,” pungkasnya.

Butuh Reformasi Politik, Fahri: Kualitas Demokrasi di Pemerintahan Jokowi Alami Penurunan

, , , , , , ,

Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menegaskan, kualitas indeks demokrasi Indonesia dibawa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), diakui atau tidak, kualitasanya memang mengalami penurunan.

Hal ini sudah diakui sendiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat bertemu dengan Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta beberapa waktu lalu.

“Pernah dalam satu pertemuan, Pak Anis Matta bertemu dengan Presiden, dijelaskan kepada beliau kenapa indeks demokrasi itu jatuh. Habis itu Presiden pidato marah-marah, UU yang melemahkan demokrasi seperti UU ITE yang memang menimbulkan problem, minta segera diidentifikasi,” kata Fahri Hamzah dalam Gelora Talk bertajuk ‘Menakar Reformasi Sistem Politik Indonesia, Apakah Mungkin Jadi Gelombang?’, Rabu (5/1/2022) petang.

Penurunan citra rasa demokrasi di Indonesia, menurut Fahri, tidak hanya menjadi kegelisahan Presiden Jokowi saja, tetapi juga sudah menjadi kegalauan kolektif seluruh anak bangsa.

“Apa sebenarnya yang terjadi sekarang, kenapa kita sampai pada kesimpulan mengeluhkan sistem demokrasi sekarang. Karena kerja mereka hanya mengexchange kekuasaan. Ide-idenya sudah mulai hilang, hanya gincu dan pelengkap saja,” katanya.

Karena itu, Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini menilai para politisi sekarang, sepertinya juga tidak mengerti apa itu demokrasi, meskipun sering berbicara keras, tetapi tidak mengerti apa yang dibicarakannya.

“Makanya anggota DPR dan pimpinan DPR itu dianggap tidak layak masuk kampus, karena dianggap mengancam pejabat kampus yang memiliki sistem proteksi terhadap kebebasan berpikir,” ujarnya.

Kualitas demokrasi di Indonesia bertambah menurun, karena ulah dari media mainstrem yang ingin adu cepat dengan sosial media dalam meluruskan kekeliruan percakapan di media sosial.

“Yang terjadi justru makin menimbulkan kontroversial, bukannya meluruskan kekeliruan percakapan,” katanya.

Menurut dia, untuk meningkatkan kualitas indeks demokrasi, diperlukan reformasi politik, karena jika berbicara dengan calon presiden yang ditawarkan partai politik yang berkuasa di parlemen sekarang, bukanlah sebagai ide untuk membangun bangsa.

“Berbicara tentang calon presiden, bukan ide lagi yang dijual dan ditawarkan. Tapi saya punya uang dan saya punya bohir, kira-kira begitu sekarang yang terjadi,” katanya.

Sehingga menyadarkan semua komponen bangsa terhadap situasi politik sekarang menjadi sangat penting atau urgen. Sebab, kecewaan yang ada bisa menimbulkan akumulasi dan konflik terbuka di masyarakat.

“Matinya hampir 1.000 petugas pemilu pada Pemilu 2019 lalu, menimbulkan kekecewaan yang luar biasa. Kesalahan seperti ini, bisa menjadi konflik terbuka, karena konstitusi tidak mengenal Pemilu yang menyebabkan kematian,” ujarnya.

Fahri berharap agar presidential threshold 20% perlu ditiadakan atau dihapuskan, yang menjadi salah indikator menurunnya kualitas indeks demorasi di Indonesia. Pasalnya, ketentutan tersebut hanya mempersempit peluang munculnya calon presiden yang lebih luas.

“Saya melihat sistem pemilu saat ini lebih memperkuat peran oligarki politik sekelompok elite, tetapi mengabaikan keterwakilan rakyat Indonesia di berbagai daerah,” katanya.

Ia berpendapat, orang-orang yang akan maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden seharusnya memahami isu-isu yang ada di daerah, tak hanya fokus pada wilayah pusat negara.

“Orang Papua ingin berdebat dengan calon presiden, bagaimana nasib Papua ke depan. Begitu pun Aceh. Jangan capres muter-muter di Menteng terus menginginkan republik,” tandasnya.

Ketentuan presidential threshold saat ini memicu efek yang lebih banyak terutama di Indonesia yang merupakan bangsa besar.

“Saya kira ini yang harus diakhiri dengan ketiadaan threshold yang seperti kemarin yaitu 20%, itu” pungkasnya.

Threshold Dinilai Memicu Polarisasi di Masyarakat dan Mematikan Potensi Kepemimpinan Nasional

, , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Pemilu 2019 lalu dinilai menjadi catatan buruk dalam sejarah demokrasi di Indonesia yang perlu dilakukan koreksi besar-besaran selama pelaksanaan masa orde reformasi yang hampir seperempat abad atau 25 tahun.

Pasalnya, banyak penyelenggara pemilu yang meregang nyawa akibat pelaksanaan sistem Pemilu Serentak yang dijadikan eksperimen politik pemerintah dan DPR selama ini.

“Persyaratan presidensial threshold (20 persen kursi DPR) menyebabkan polarisasi yang sangat tajam,” tegas Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk ‘Menakar Reformasi Sistem Politik Indonesia, Apakah Mungkin Jadi Gelombang?’, Rabu (5/1/2022) petang.

Menurutnya, sistem tersebut berpengaruh pada penciptaan polarisasi yang sangat tajam, dan berujung pada pembelahan di masyarakat yang residunya masih ada hingga kini. 

Pemberlakuan ambang batas (threshold) pada calon presiden dan parlemen juga dinilai menghalang-halangi munculnya potensi kepemimpinan nasional.

Sebab, keberhasilan suatu demokrasi tidak diukur dengan persyaratan ambang batas, melainkan dari partipasi masyarakat. Dan perlu diingat, bahwa negara itu dibentuk dari organisasi-organisasi yang ada masyarakat, bukan sebaliknya.

Disamping itu, juga pihak penyelenggara Pemilu 2019  lalu,  pun melahirkan situasi yang overload hingga menyebabkan banyak menelan korban jiwa hingga mencapai 900 orang lebih.

“Ini kalau kita mengeyampingkan teori konspirasi, tapi angka 900 lebih hilang nyawa dari penyelenggara Pemilu itu. Artinya untuk setiap satu kursi DPR RI ada hampir dua nyawa yang jadi korbannya, itu angka yang sangat besar,” ucapnya.

Belum lagi, daftar pemilih dalam Pemilu 2019 dikurangi dengan adanya suara rusak serta partai yang tidak lolos threshold. Maka, total anggota DPR yang ada di Senayan kurang dari 50 persen dari angka 575 tersebut.

“Artinya itu juga menunjukkan keterwakilan antara persentasi saat ini, salah satu dari hal-hal yang ingin di evaluasi di Partai Gelora sebagai bagian dari usaha pembenahan pada sistem politik kita,” katanya.

Anis Matta menegaskan, perubahan sistem politik melalui penyederhanaan Partai Politik, Pilpres dan Pemilu Serentak ternyata tidak serta merta meningkatkan kualitas demokrasi, serta melahirkan pemerintahan yang efektif dan kuat.

“Pengalaman demokrasi yang sangat buruk itu harus dijadikan pembelajaran penting bagi pemerintah. Ini salah satu indikator yang menjadi pertimbangan dasar untuk melakukan evaluasi sistem demokrasi saat ini,” katanya.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, penerapan presidential threshold tidak lazim digunakan di negara yang menganut sistem presidensial.

Apalagi dengan syarat calon presiden harus memenuhi 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara sah secara nasional bagi partai maupun gabungan partai pengusungnya.

Persyaratan itu, ujar Burhanuddin, dinilai aneh karena bersifat pembatasan orang untuk maju sebagai calon presiden. Padahal, konstitusi tidak membatasinya.

“Presidential threshold itu aneh dan tidak lazim di negara lain. Tidak ada pembatasan yang ketat seperti di Indonesia untuk maju sebagai calon presiden. Bahkan di Amerika Serikat calon independent pun bisa maju sebagai calon presiden,” ujar Burhanuddin.

Dia khawatir kalau ambang batas itu dinaikan lagi maka partai berbasis agama akan hilang sehingga berpotensi menimbulkan kerawanan politik.

“Jadi presidential threshold perlu dihapus. Parliamentary threshold diperlukan, tapi jangan terlalu tinggi karena bisa mengurangi pluralisme politik,” ujar Burhanuddin.

Wakil Ketua Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan bahwa aturan pemilu di Indonesia hanya mempersempit peluang munculnya calon presiden alternatif dari yang sudah dikenal selama ini.

“Dalam konteks itu, saya melihat sistem pemilu saat ini lebih memperkuat peran oligarki politik sekelompikk elite. Namun, mengabaikan keterwakilan rakyat Indonesia dari berbagai daerah,” ujarnya.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai gugatan soal penghapusan presidential threshold 20 persen menjadi 0 persen masih berpotensi di kabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), jika melihat putusan soal Omnibus Law UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.

“Kita minta presidensial threshold dihapuskan karena tidak ada di konstitusi. Jadi para hakim konstitusi harus melihat dalil-dalil secara legalitas, bukan keterkaitan atau keterampilan dari komposisi hakim. MK tidak boleh lagi berkelit untuk tidak mengabulkannya, karena ini jauh lebih komprehensif,” kata Refly Harun.

Pendakwah Nasional Haikal Hassan Baras mengungkapkan, masyarakat di kalangan akar rumput sudah mendambakan adanya reformasi sistem politik di Indonesia saat ini, karena semua hal ini dinilai hanya menjadi corong pemerintah dan menyebabkan potensi disintegrasi NKRI.

“Selama satu bulan rata-rata saya ceramah di 100 masjid. Mereka minta saya menyuarakan gelombang perubahan, reformasi sistem politik saat ini. Apa pemerintah tidak sadar, kalau situasi sekarang menciptakan peluang disintegrasi NKRI. Saya turun ke lapangan setiap hari,” ungkapya.

Haikal Hasan menilai keberpihakan dari banyak pihak untuk mengamini berbagai kebijakan pemerintah, termasuk oleh media tidak mendidik dalam melakukan pendewasaan politik.

“Seperti sebuah teori balon gas,  ini sudah semakin membesar dan tinggal menunggu waktu untuk meledak saja. Situasi ini akan sangat berbahaya, apabila yang masuk adalah terorisme. Pendewasaan politik adalah solusinya,” pungkas Haikal Hasan.

Anis Matta Salut dengan Semangat Pantang Menyerah Timnas Indonesia, Meski Gagal Juara Piala AFF 2020

, , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menilai Timnas Indonesia dibawa asuhan pelatih asal Korea Selatan (Korsel) Shin Tae-yong, jika melihat performa para punggawa Timnas yang diisi para pemain muda yang memiliki semangat pantang menyerah dan tidak mau kalah.

Performa tersebut, akan menjadi modal bagi Timnas Indonesia ke depan dalam ajang Piala AFF 2020 selanjutnya dan kejuaran-kejuaran lainya, asalkan tim tersebut dipertahankan dan tidak bongkar pasang pemain, termasuk pelatih seperti yang sudah-sudah.

“Saya tidak kecewa dibandingkan dengan leg pertama. Di leg kedua para pemain Timnas sudah melakukan hal terbaik, mereka sudah menunjukkan perfoma dahsyatnya,” kata Anis Matta usai Nobar Final Piala AFF 2020 antara Indonesia Vs Thailand, Sabtu (1/1/2022) malam.

Anis Matta mengaku respek dengan pola permainan Timnas Indonesia sekarang, meskipun Indonesia masih menjadi spesialis runner-up setelah kalah agregat 6-2 dari Thailand, kalah di leg pertama 4-0 dan imbang 2-2 di leg kedua.

“Saya orang politik, tidak ngerti bola, tapi suka bola. Kita semua senang melihat permainan Timnas sekarang, respeknya sangat baik. Makanya kita gelar nobar, kita semua berdoa disini. Kita salam hormat, meski sampai sekarang kita spesialis runner-up,” katanya.

Dalam acara nobar yang dihadiri tiga mantan pemain Timnas Indonesia, Okto Maniani, Jajang Mulyana dan Gunawan Dwi Cahyo, Anis Matta mengatakan, telah menemukan sebuah keyakinan baru mengenai perlunya ‘Politik Bola’.

“Politik bola yang saya maksud adalah dukungan politik lebih besar secara keseluruhan terhadap bola. Posisikan bola sebagai diplomat internasional, yang mewakili bendera Indonesia dan nama baik sebagai bangsa,” jelasnya.

Sehingga dalam memandang cara kerja sistematikanya saat bekerja akan jauh berbeda, karena tidak dilakukan instan, tapi dipersiapkan secara matang dengan melibatkan para ahli dan dukungan anggaran yang besar, termasuk penghargaannya kepada para pemain.

“Pendekatan ini, juga perlu dilakukan seluruh cabang olahraga. Makna ‘Politik Bola’  itu agar kita bisa melakukan pencapaian yang tinggi, mengukir sejarah di AFF, Sea Games atau kejuaraan lainnnya,” ujar Anis Matta.

Dalam memberikan penghargaan kepada atlet/olahragawan, pemerintah juga perlu mulai menggunakan metode pengukuran per kapita dengan jumlah populasi, seperti negara-negara lain.

“Misalkan setiap 10 juta penduduk 1 medali emas, kalau 27 juta maka 27 medali emas dan seterusnya. Ini akan mengubah cara kerja sistematis jadi lebih bermakna, saat berprestasi dijamin, ketika pensiun juga diperhatikan negara,” tegasnya.

Mantan pemain Timnas Indonesia Okto Maniani menilai, pemain Timnas Indonesia dibawa asuhan Shin Tae-yong memiliki spirit luar biasa, pantang mundur dan tidak mau kalah. Ia berharap PSSI mempertahankan para pemain dan pelatih saat ini.

“Saya setuju dengan pendapat Pak Anis Matta, perlunya ‘Politik Bola’ sehingga melihatnya harus secara keseluruhan. Impian pemain bola itu, masuk Timnas membawa bendera dan nama bangsa Indonesia,” kata Okto.

Hal senada disampaikan Jajang Mulyana, eks pemain Timnas Indonesia. Pelatih dan para pemain, kata Jajang, harus dipertahankan tiga tahun lagi, kalaupun ada pergantian satu atau dua pemain saja.

Terbukti mereka bisa menguasai permainan, meski sempat kecolongan dua gol di leg kedua, karena mencoba mengikut permainan Thailand untuk bertahan. Apabila terus dengan pola menyerang, Jajang yakin Timnas dapat menciptakan lebih dari dua gol.

“Mentalnya cukup bagus, tidak mau kalah apalagi Pratama Arhan, dia bisa bertahan dan menyerang. Mereka harus dipertahankan untuk jangka panjang, pelatih dan pemainnya,” kata Jajang.

Mantan pemain Timnas Indonesia Gunawan Dwi Cahyo yang kini merumput di Bali United menambahkan, perekrutan pemain Timnas saat ini sult karena ada pembatasan dari klub menimal mengirim dua pemain, tidak boleh lebih.

Padahal pelatih harus memilih pemain terbaik, seperti yang dilakukan Shin Tae-yong memilih materi pemain yang sebagai besar pemain muda. Hal itu tentunya bertujuan untuk menciptakan Skuad Garuda yang kuat, sehingga klub harus mendukung.

“Timnas dibawa Shin Tae-yong banyak berubah. Dia pelatih yang bekerja keras. Selama pertandingan, dia tidak pernah duduk, berdiri terus di pinggir lapangan, selalu memberikan motivasi. Ini pelatih yang kita cari,” kata Gunawan.

Dalam memberikan dukungan kepada Timnas Indonesia yang berlaga di final Piala AFF 2020 di Singapore National Stadium, Partai Gelora telah menggelar nonton bareng (Nobar) sebanyak dua kali. Pada leg pertama, Rabu (29/12/2021) dan leg kedua pada Sabtu (1/1/2021).

Pada leg pertama, Partai Gelora menggelar Nobar serentak secara nasional di 34 DPW (provinsi), 514 kabupaten/kota (DPD) dan seluruh DPC (kecamatan) yang dipusatkan di Gelora Media Center (GMC), Jakarta.

Pada leg kedua, acara Nobar hanya digelar di GMC yang disiarkan langsung secara streaming kanal YouTube Gelora TV dan aku Facebook Anis Matta. Acara Nobar ini dihadiri Generasi Muda Partai Gelora dan Bidang Gahora.

Tampak hadir dalam Nobar ini Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik, Bendahara Achmad Rilyadi, Ketua Bidang Gahora Kumalasari Kartini, Ketua Bidang Komunikasi Ari Saptono, Ketua Bidang Rekruitmen Anggota Endy Kurniawan dan lain-lain.

Partai Gelora Setia Dukung Timnas Indonesia, Gelar Nobar Leg Kedua Hadirkan Tiga Eks Pemain Timnas

, , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia kembali menggelar acara nonton bareng (nobar) leg kedua Final Piala Suzuki AFF antara Indonesia melawan Thailand di Singapore National Stadium pada Sabtu (1/1/2022) malam ini.

Nobar ini sengaja digelar Partai Gelora sebagai bentuk dukungan setia kepada Timnas Indonesia. Partai Gelora melihat Timnas Indonesia sedang berjuang untuk membawa nama baik Indonesia di pentas internasional.

Sehingga butuh koloborasi dari semua pihak untuk tetap memberikan dukungan semangat kepada para punggawa Timnas Indonesia.

Dengan dukungan seluruh rakyat Indonesia, termasuk Partai Gelora didalamnya, Indonesia diharapkan dapat membalikkan situasi dan tampil sebagai juara Piala AFF 2020.

“Ketika menang dipuji-dipuji, dieluh-eluhkan habis-habisan, Timnas Indonesia hebat. Tetapi begitu kalah, pemainnya disalahkan, tidak mau nonton, pergi begitu saja, itu tidak boleh. Kita tetap harus memberikan dukungan penuh, dan mudah-mudaan dalam leg kedua Timnas Indonesia bisa membalikkan situasi,” kata Anis Matta, Sabtu (1/1/2022).

Anis Matta melihat permainan Timnas Indonesia dibawa asuhan Shin Tae-yong sudah menunjukkan peningkatan kualitas individu maupun kerjasama dalam permainan.

“Saya kagum dengan semangat kolaborasi Timnas Indonesia saat ini. Itu modal kemenangan,” katanya.

Dalam acara nobar leg kedua ini, Partai Gelora menghadirkan tiga mantan pemain Timnas Indonesia, yang sebelumnya menghadirkan dua mantan pemain Timnas asal Papua, Titus Bonai dan Okto Maniani pada leg pertama.

Pada leg kedua, Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta akan tetap ditemani Okto Maniani, sementara Titus Bonai kembali ke Papua.

Sebagai gantinya, mantan pemain Timnas Gunawan Dwi Cahyo dan Jajang Mulyan hadir dalam nobar Final Piala AFF 2020 leg kedua ini, antara Indonesia melawan Thailand.

Ketua Bidang Gahora DPN Partai Gelora Kumalasari Kartini juga tetap setia menemani Anis Matta, dan para pengurus BPH lainnya seperti Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik dan Bendahara Umum Achmad Rilyadi nobar Piala AFF 2020.

Dua kader muda Partai Gelora, Haidar Akbar dan Ines Laila Ramadhan dari Generasi Muda Partai Gelora akan tampil sebagai host yang akan memandu diskusi selama nobar leg kedua ini.

Mantan pemain Timnas Indonesia, Oktovianus Maniani tetap optimis Skuad Garuda bisa menang melawan Thailand pada leg kedua, jika bermain seperti pada saat kualifikasi Piala Dunia 2022 lalu.

Ketika itu, kata Okto, Timnas Indonesia dan Thailand sempat bertemu pada 3 Juni 2021 silam dalam pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2022 putaran kedua Grup G, yang berakhir dengan hasil seri 2-2.

I Kadek Agung Widnyana dan Evan Dimas menjadi pencetak skor bagi Timnas Indonesia pada saat itu. “Kalau main seperti saat kualifikasi piala dunia yang hasilnya draw dengan Thailand, (Indonesia) masih sangat bisa untuk bersaing,” kata Okto.

Tentunya leg kedua nanti akan menjadi pertandingan sulit bagi Timnas Indonesia, tetapi Okto yakin akan ada perlawanan dari anak asuh Shin Tae Yong.

Dia juga mengatakan bahwa Timnas Indonesia tidak perlu memikirkan hal yang tidak penting. Mantan pemain Sriwijaya FC itu memberikan saran agar para pemain Timnas Indonesia bisa bermain lepas saja. “Harus bermain lepas dan total menyerang,” ujarnya.

Intinya adalah bermain dengan sekuat tenaga, bermain lepas, jangan pikirkan hasil, dan harus total menyerang. “Tetap optimistis!” tegas Okto.

Seperti diketahui, pada leg pertama lalu, Indonesia menelan kekalahan telak dari Thailand 4-0. Untuk tampil sebagai juara, Indonesia harus mencukur Thailand 5-0 atau paling tidak membalas skor yang sama, sehingga ada perpanjangan waktu dan bisa berlanjut ke drama adu pinalti.

Publik Diminta Tak Salahkan Timnas Indonesia, Anis Matta: Pemerintah Diharapkan Mulai Terapkan ‘Politik Bola’

, , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta meminta publik tidak menyalahkan para pemain dan pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-Yong dibalik kekalahan Indonesia 4-0 melawan Thailand  dalam  Final Piala Suzuki AFF 2020 leg pertama di Singapore National Stadium. Leg pertama digelar pada Rabu (29/12/2021).

“Saya sebenarnya shock, karena saya memprediksi 2-1 untuk Indonesia. Tapi dengan kekalahan ini (4-0), kita tidak bisa lantas menyalahkan pemain dan pelatih. Kita tetap harus memberikan dukungan penuh, dan mudah-mudaan dalam leg kedua Timnas Indonesia bisa membalikkan situasi,” kata Anis Matta dalam acara nonton bareng (nobar) Final Piala AFF antara Indonesia Vs Thailand di Gelora Media Center, Rabu (29/12/2021) malam.

Hal senada disampaikan dua mantan pemain Timnas Indonesia Titus Bonai (Tibo) dan Okto Maniani, yang dihadirkan secara khusus ke Jakarta untuk menghadiri acara Nobar Final Piala AFF 2020 yang diadakan Partai Gelora.

Tibo menilai pemain Timnas Indonesia kaget dengan parmainan Thailand, terutama saat gol pertama karena belum pernah bertemu di pertandingan sebelumnya.

“Saya kira kaget saja mereka belum siap secara tim, mereka tidak sangka kalau bola itu bisa masuk seperti gol pertama di menit ke-2 karena secara strategi mereka telah tutup. Tetapi setelah itu, permainan mereka secara kualitas telah kembali.

Sedangkan Okto Maniani sejak awal dirinya sudah mengingatkan masalah krusial dalam pertandingan bola, siapaun yang akan menjadi lawan adalah 15 menit awal pertandingan dan akhir pertandingan dalam setiap babak.

“Saya sudah ingatkan masalah krusial dalam bola itu, adalah 15 menit awal dan 15 akhir dalam petandingan. Saya melihat pada paruh kedua secara mental mereka kembali dan ada perbaikan kualitas permainan,” kata Okto.

Anis Matta mengaku telah berdiskusi banyak dengan Tibo dan Okto mengenai pengembangan sepak bola nasional ke depan, serta alasan mereka bergabung dengan Partai Gelora.

Tibo dan Okto menegaskan, visi mereka dan Partai Gelora sama. Yakni jika Partai Gelora ingin menjadikan Indonesia 5 besar dunia, maka mereka menginginkan agar bola menjadi ikonnya.

“Tadi kita ngobrol sama Tibo dan Okto, saya tanya-tanya kenapa gabung dengan Partai Gelora. Jawaban mereka sederhana, kalau kita ingin 5 besar dunia, mestinya bola disitu dong, jadi 5 besar dunia,” katanya.

Anis Matta dapat memahami keinginan Tibo dan Okto, karena hal itu sesuai dengan visi dan misi besar cita-cita Partai Gelora menjadikan Indonesia kekuatan 5 besar dunia, otomatis di dalamnya bola juga harus lima besar dunia.

“Bola itu bisa jadi bisa jadi achor, wajah kita di dunia internasional. Kekurangan kita adalah tidak menjadikan sistem kerja yang kuat” katanya.

Harusnya pemerintah membuat sistem kerja ‘Politik Bola’ dalam pengembangan sepak bola di tanah air dan menjadikan bola sebagai industri ekonomi dan bisnis yang terintegrasi dengan market. Selain itu, juga perlu ada penghargaan terhadap pemain bola usai gantung sepatu sampai masa tuanya.

“Ada nggak pemain bola kita yang kaya raya seperti Ronaldo misalnya, malahan miskin raya. Mantan pemain bola kita banyak yang hidupnya miskin, sampai makan mie rebus. Tapi jangankan yang mantan pemain, yang masih main saja masih makan mie rebus,” ungkapnya.

Karena itu, apabila bola belum terintegrasi secara bisnis, maka negara perlu mengintervensi untuk mengembangkannya. Pemerintah bisa mencontoh Eropa dengan bisnis sepak bola dan Amerika dengan olahraha bola basketnya.

“Karena sudah terintegrasi dengan pasar, itu bisnisnya miliaran dolar. Makanya saya tadi tanyakan, sekarang berapa kekayaan pemain bola yang seperti Ronaldo atau pemain bola basket di NBA Amerika. Di kita perlu diintevensi negara, untuk meletakkan sistem kerja baru yang baru secara sistematis,” katanya.

Anis Matta juga berharap pemerintah perlu memberikan porsi penghargaan kepada olahragawan bagi mereka yang mendapatkan medali dan berprestasi selama aktif maupun sudah pensiun, dijamin oleh negara.

“Sekarang ini orang sudah mengukur perolehan medali dalam olimpiade itu berdasarkan jumlah populasi, sudah mengukur prestasi berdasarkan per kapita.  Misalnya ada satu negara kecil di Eropa dalam olimpiade mendapatkan 8-10 medali emas, artinya 1 juta penduduk itu 1 medali emas. Kita harusnya menggunakan standar itu,” katanya.

Anis Matta menegaskan, apabila Partai Gelora diberikan kesempatan berkuasa dan memenangi Pemilu 2024, maka ide-ide tersebut akan dilaksanakan. demi kemajuan persepakbolaan nasional dan bisa menjadi alat untuk diplomasi internasional Indonesia di mata dunia

Salah program GEN-170 yang telah dicanangkan Partai Gelora beberapa waktu lalu, salah satu tujuannya adalah ingin mendapatkan generasi dengan tinggi badan minimal, kuat dan mendapatkan cukup gizi.

“Sebenarnya, terus terang saya sedih dari 270 juta penduduk Indonesia, tidak bisa mendapatkan 33 orang terbaik untuk membentuk 11 pemain orang. Ini secara scientifc semua bisa diukur, yang kurang sekali lagi pendekatannya sistematika kerjanya,” jelasnya.

Negara, lanjut Anis Matta, harus memberikan porsi anggaran yang lebih besar untuk Timnas Indonesia yang prestisius, tidak hanya sekedar menggonta-ganti pelatih, tetapi harus dibentuk  melibatkan para scientific.

“Itu para pemain lari selama 90 menit bisa diukur kekuatanya. Negara harus beri anggaran yang besar, bukan sebentar-sebentar siapa pelatihnya. Libatkan para ahli, bentuk Timnas Prestisius. Itu sederhana membentuknya, inilah yang saya maksud dengan ‘Politik Bola’, bukan bola dijadikan alat untuk kampanye,” tegasnya.

Dalam kesempatan ini selain menggelar Nobar di GMC yang dihadiri BPH seperti Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik, Bendahara Umum Achmad Rilyadi, Ketua Bidang Gahora Kumalasari Kartini dan para kepala bidang DPN Partai Gelora.

Acara Nobar Final Piala AFF juga serentak digelar secara nasional di 34 DPW (provinsi), 514 kabupaten/kota (DPD) dan seluruh kecamatan (DPC).

Guna memberikan dukungan terus menerus kepada Timnas Indonesia melawan Thailand, Partai Gelora berencana akan menggelar kembali acara Nobar Final Piala AFF leg kedua pada, Sabtu 1 Januari 2020 mendatang.

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X