Kategori: Artikel / Blog

Serial Generasi Muda, Bag 1: Generasi Muda Pendiri Bangsa

, , , ,

Partaigelora.id – Indonesia lahir sebagai Bangsa banyak diwarnai oleh goresan indah Generasi Mudanya. Generasi Muda yang memupuk harapan gemilang bagi tanah air mereka. Resah dengan keadaan yang memacu mereka berpikir dan bekerja keras serta membuat banyak terobosan yang banyak mengubah keadaan. Keresahan yang melukiskan lembar sejarah yang dahsyat. Keresahaan yang menghadirkan semangat untuk berubah. Keresahan yang setiap hari merasuk hingga dasar alam jiwa mereka.

Turunan dari keresahan-keresahan itu memunculkan banyak ilham Bagi Generasi Muda Indonesia. Hari-hari penting yang sering diperingati oleh Masyarakat hari ini adalah buah dari perjuangan para Generasi Muda zaman dahulu. Hari kebangkitan Nasional misalnya, adalah hari dimana lahirnya organisasi Boedi Oetomo. Organisasi yang diisi oleh banyak pemuda. Dr. Soetomo mendirikan organisasi ini bersama para mahasiswa STOVIA dan memunculkan banyak sekali ide dan gagasan kebangsaan.

Para Mahasiswa yang berumur sangat muda itu tak henti-hentinya belajar, baik secara akademis kampus maupun belajar pergerakan. Para pemuda itu juga punya konsep menarik bagi sebuah Organisasi besar seperti Boedi Oetomo. Konsepnya adalah Biarlah para orang tua yang memimpin Organisasi, biar kami para pemuda sebagai penggeraknya“. Konsep ini masih sangat relevan hingga saat ini, dimana menggambarkan pemuda butuh bimbingan orang tua yang berpengalaman untuk menuntun gerak dan pikiran mereka.

Selain Boedi Oetomo, ada juga Sarekat Dagang Islam yang bertransformasi menjadi Sarekat Islam. Organisasi ini pada puncaknya dipimpin oleh Guru Bangsa, H.O.S Tjokroaminoto. Tjokroaminoto memiliki banyak murid yang berusia muda dan enerjik, bahkan mereka menjadi tokoh-tokoh besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebut saja Samaoen, Muso, Soekarno hingga Kartosuwiryo.

Sejak usia 16 tahun, Soekarno telah berguru pada Tjokroaminoto bahkan Soekarno mengatakan bahwa Tjokroaminoto adalah idolanya. Pendidikan informal ini menjadi salah satu sumber pencerahan bagi anak-anak muda yang resah. Pemikiran kemerdekaan merasuk dalam diri-diri pemuda ini dan menjadi bahan bakar yang dahsyat bagi mereka untuk selalu bergerak menggapai mimpi. Ini juga menjadikan pelajaran bagi kita dimasa sekarang, bahwa para pemuda harus memiliki seorang guru yang pemikirannya visioner dan jauh kedepan agar kita selalu terinspirasi dan terus bergerak demi tujuan yang besar kedepannya.

Hari Sumpah Pemuda juga seperti menceritakan kepada kita peran pemuda yang sangat dalam bagi kelahiran Bangsa Indonesia. Konsep Bangsa yang mungkin pada saat itu begitu rumit, menjadi kenyataan di tangan pemuda. Mengapa rumit? Karena keadaan Indonesia saat itu yang terdiri dari banyak sekali kerajaan-kerajaan kecil lalu disatukan atau di mix kedalam sebuah nama, yaitu Indonesia.

Bayangkan saja bagaimana menyatukan kepala para penguasa itu yang tentu memiliki keegoisan masing-masing. Lalu kita lihat momen kongres itu yang begitu luar biasa, Bayangkan saja, salah satu hari terpenting dalam sejarah Bangsa Indonesia itu dipimpin oleh Pemuda berusia 23 tahun. Ketua Panitia Kongres Pemuda pada tahun 1928 yaitu Soegondo Djojopoespito berusia 23 tahun pada saat itu.

Anggota-anggotanya bahkan ada yang lebih muda dari 23 tahun. Ini tentu saja menjadi tamparan bagi kita, ada dimana kita saat usia kita 23 tahun? Pemuda pada zaman itu usia 23 tahun telah merumuskan konsep Bangsa yang bisa dikatakan menjadi asal usul bangsa Indonesia.

Pelajaran bagi kita tentang Generasi Muda pendiri bangsa ini adalah tentang “Belajar dan cita-cita”. Sebagai pemuda, kita harus terus belajar tiada henti demi bisa merawat keinginan untuk menggapai cita-cita kita. Bermalas-malasan tidak akan membawa kita pada tujuan besar, dan salah satu jalan keluar dari kemalasan itu adalah dengan Belajar.

Belajar kepada orang-orang hebat dan dengan itu kita bisa memiliki pandangan jauh dan cita-cita luhur lalu dengan terus belajar kita bisa merawat ambisi dan cita-cita kita hingga kita menggapainya. Maka sangat mulia dan penting peran seorang Guru bagi kemajuan Bangsa. Ada fenomena yang membekas dari guru saya, Pak Anis Matta. Beliau dipanggil Ustadz (Guru) hingga saat ini, bahkan setelah beliau telah menjabat jabatan sangat tinggi pun beliau tetap dipanggil Ustadz.

Karena bagi beliau, pekerjaan sepanjang masa beliau memanglah ustadz, jabatan bisa hilang dan berganti bahkan setelah beliau misalkan menjadi presiden sekalipun. Tapi mengajar, berbagi ilmu dan inspirasi akan terus beliau lakukan hingga akhir hayat, dan beliau akan tetap menjadi Ustadz atau Guru walaupun jabatan presiden hilang. Sekali lagi, maka belajarlah kita dan sebarkan ajaran baik itu sepanjang hayat kita. Dengan itu Cita-cita kita akan selalu terawat, mungkin tidak akan tergapai oleh kita, tapi akan tergapai oleh Murid-murid kita dimasa depan.

Hudzaifah Muhibbullah

Ketua Bidang Generasi Muda Partai Gelora Indonesia

Betawi diantara Arab dan Cina: dari Melting Pot menjadi Cracking Pot

, , , ,

Partaigelora.id – Saya lahir dan besar dari keluarga etnis betawi. Kedua ortu dan kakek-nenek saya asli betawi. Sehari-hari berbahasa betawi yang kosakatanya banyak serapan dari bahasa arab dan cina.

Sahdan, garis ibu saya ada campuran arab, sementara garis ayah saya ada campuran cina.

Maka banyak keluarga besar dari ibu yang bernama (harian) bari, ida, akim, uwoh – yang sangat lekat dgn kosakata arab. Lalu keluarga besar dari ayah ada yang nama (panggilan) oing, oni, yati, papat – yang lekat dengan kosakata cina.

Saya manggil kekek dari garis ibu dgn sebutan “abe”, sedang dari garis ayah “kong”.

Tiap kali ada acara selamatan di rumah, ibu saya biasa masak nasi uduk, olahan versi light dari nasi kebuli. Tapi saat lebaran, (dulu) selalu terhidang dodol betawi dan dodol cina. Makanan asli cina, bedanya yang satu berwarna coklat pekat, satunya berwarna lebih kekuningan.

Tapi tradisi keagamaan dan budi pekerti, orang betawi sangat melayu. Paduan antara arab dan melayu melahirkan tradisi keagamaan yang condong tarekat ala nahdiyin. Maka ikatan spiritual antara muslim (santri) betawi dgn habaib terkategori sangat dekat. Semasa kecil saya biasa diajak ibu ke kediaman (alm) habib Umar al-Attas di bilangan pasar minggu untuk didoain dan di”sembur”.

Tetapi untuk tradisi pengobatan misalnya, adopsi tradisi pengobatan tradisional cina sangat lumrah ditemukan. Saat saya kecil jika pipi mengalami inflamasi (pembengkakan) biasanya dibawa ke engkoh cina warung buncit untuk di”paraf” pakai blauw dan di”boreh” pakai telor kodok.

Saya punya tetangga di warung buncit 9 (skrg jl mampang prapatan 12) yang menantunya cina muallaf, setelah haji dipanggil “haji oman”. Kesalehan dan kefasehannya gak kalah dengan yang betawi muslim asli.

Di wilayah mampang prapatan dan sekitarnya (dikenal sbg basis betawi santri), perkawinan campuran betawi-arab dan betawi-cina kerap terjadi. Yang langka adalah perkawinan campuran arab dan cina.

Saat usia smp, saya pernah naksir dgn sepupu jauh yg berdarah cina. Saat sma, saya pernah naksir dgn sepupu jauh yg berdarah arab. Keduanya gak ada yang kesampean, karena keduanya dari keluarga yang tergolong kaya. Sementara saya hanya dari keluarga seorang guru. Sisi hirarki sosial kadang masih berperan dalam pola relasi perkawinan di betawi, yang nampaknya lebih sbg pengaruh dari budaya arab dan cina.

Tetapi hal yang saya rasakan dan alami dalam komunitas budaya betawi, ada perpaduan harmonis antara budaya betawi, arab dan cina. Istilahnya betawi menjadi “melting pot” bagi keduanya. Dalam setiap acara syukuran atau keriaan, rebana dan petasan selalu hadir bersamaan dan kompak. Begitu rebana berbunyi, maka petasan pun meledak susul menyusul. Mengiringi calon pengantin, bocah sunat, babe haji dan nyai hajah yg baru pulang naik kapal gunung jati dari mekah, dst. Rebana dari budaya arab, petasan dari budaya cina.

Bagi komunitas betawi “pinggiran” atau asosiatif dgn istilah “abangan”, pengaruh budaya cina lebih kuat daripada arab. Makanya tarian topeng betawi misalnya, kostum penari perempuannya 99% mengadopsi model pakaian cina. Tetapi wilayah betawi pinggiran juga secara geografis berdekatan dengan komunitas dan budaya jawa barat (sunda dan pantura). Makanya gerak tari topeng betawi dan lenong misalnya sarat dgn 3G (goyang, gitek, geol) khas jaipongan. Tradisi pencak silat dan jawara juga lebih subur di kawasan ini. Seni bela diri silat yang akar gerakannya banyak dipengaruhi oleh gerak seni beladiri tradisional cina.

Posisi sbg melting pot dan suasana harmonious mixture dari tiga entitas budaya ini saya masih rasakan kuat hingga tahun 80-an.

Lalu muncullah angin perubahan sejak era 90-an. Ada mazhab purifikasi agama yang berpadu dgn fikroh takfiri. Angin yang entah berembus dari mana, tapi sampai ke dataran rendah kampung-kampung betawi. Makin lama angin itu menguat hembusannya dan mulai menggoyang sendi-sendi tradisi dan relasi mix-culture betawi. Di saat bersamaan, para pegiat demokrasi mulai ramai beraksi di senayan melewati jalan-2 kampung betawi. Isu ketimpangan ekonomi dan marjinalisasi pribumi jadi aroma baru yg terendus hidung banyak pemuda betawi yang gak bisa nyambung sekolah. Mereka setiap hari kumpul di ujung gang dengan motor ojegnya.

Tiba-2 seiring bergesernya masa, orang betawi mulai memandang arab dan cina dengan cara yang berbeda. Orang betawi tiba-2 seperti dihimpit oleh dua sisi medan magnit yang berbeda; positif dan negatif. Ada tarikan kuat ke arab, dan tekanan kuat ke cina. Ke atas, orang betawi melihat penguasa sebagai penindas yang harus dilawan.

Situasi itu terus berlangsung dan menjalar dari generasi ke generasi orang betawi. Tapi arus itu tidak pernah menjadi kuat dan terarah. Karena warga betawi tidak pernah bisa berdiri kokoh dan survive dgn dirinya sendiri.

Pembangunan kota yang masih sejak era gubernur Ali Sadikin justru menggerus pondasi keberadaan dan ikatan kolektif warga betawi. Tanah yang makin menyempit, pendidikan yang tidak manjadi jembatan mobilitas, dari tradisi keagamaan yang menciptakan mental fatalis; membuat warga betawi makin termarginalisasi.

Modernitas menjadi keniscayaan bagi sebuah kota. Sosok bang Benyamin di pilem-2 dan di tivi, menjadi eskapisme psikologis orang betawi. Tapi mereka juga tidak pernah menemukan sosok betawi yang harus seperti apa pada diri (alm) bang Benyamin Syuaib.

Pilpres 2014, tiba -2 kota Jakarta berubah jadi episentrum politik identitas (yang direkayasa). Lanjut pilkada 2017 untuk memilih Gubernur DKI Jakarta, makin pekat aroma politik identitas dan politik pembelahan. “Pot Betawi” mulai retak. Arab dan Cina tiba-2 berubah menjadi progonis dan antagonis. Orang betawi “dipaksa memilih”. Tetiba kampung-2 betawi terasa lebih banyak malaikatnya karena disulap jadi kampung jihad. Setiap khutbah jumat di masjid dekat rumah di kawasan pela mampang, penuh dengan seruan jihad politik.

Mendidihnya darah warga betawi ternyata panjang durasinya. Pusing bayar kontrakan dan ojeg pangkalan yang makin tergusur ojol, jadi bensin tambahannya. Masuklah Pilpres 2019. Isu asing-aseng, islamis-nasionalis, hingga surga-neraka menjadi warna yang makin pekat dalam bincang dan gerak sepanjang proses pemilu yang paling melelahkan.

Keep cracking… Betawi kini bukan lagi pot yang memadukan 3 entitas kultur besar melayu-arab-cina. Warga Betawi tanpa sadar sedang terus memecah bejana (pot) nya dan mengubahnya sebagai wadah konflik. Ironinya, jika cracking pot ini terus berlangsung, bukan saja perpaduan harmonis betawi-arab-cina yang terurai dan tercerai, tapi entitas betawi pun akhirnya akan kehilangan habitat hidupnya.

Apakah saya sedang menyalahkan warga betawi? Tentu saja tidak, karena saya bagian inheren dari betawi. Tapi saya harus mengatakan bahwa tangan-tangan di luar sana dengan teganya menjadikan “betawi” sebagai lahan pertarungan kepentingannya masing-2.

Mungkin sudah saatnya, warga betawi untuk serius ngaji politik agar kampungnya tetap terjaga dan warganya menjadi bahagia.

Mahfuz Sidik

Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia

Arah Baru Indonesia

, , ,

Partaigelora.id – Dunia sedang mengalami apa yang di sebut Anis Matta “Global Disorder” atau ketidak-teraturan global. Amerika yang mendeklarasikan dirinya sebagai negara yang paling demokratis, tanggal 6 Januari 2021 kemarin menampakkan wajah yang tidak demokratis.

Donald Trump, calon Presiden Amerika Serikat yang kalah dalam Pilpres AS 3 November 2020 lalu, memobilisasi pendukungnya untuk menduduki Capitol Hill (Pusat Pemerintahan/Gedung Parlemen) untuk menolak atau mencegah pengesahan Joe Biden sebagai Presiden AS terpilih oleh kongres AS. Aksi ini berlangsung sekitar tiga jam dan terjadi kerusuhan yang mengakibatkan empat korban meninggal dunia.

Pilpres Amerika Serikat yang sangat transparant dan demokratis ternyata menghasilkan ketidak-puasan bagi kubu yang kalah. Padahal indeks demokrasi AS menurut Economist Intelligence Unit (EIU) tahun 2019 menempati urutan ke 25 dengan skor 7,96, jauh dibandingkan dengan Indonesia yang menempati urutan ke 64 dengan skor 6,48.

Tetapi dengan posisi tersebut justru Indonesia menampakkan wajah demokrasi yang diluar prediksi banyak pihak. Prabowo-Sandi pasangan capres dan cawapres yang kalah dalam Pilpres 2019, justru bergabung dalam kabinet Jokowi-Ma’ruf sebagai menteri. Inisiasi rekonsiliasi di tingkat elit sudah terjadi walaupun belum sepenuhnya terjadi juga di tingkat akar rumput.

Situasi yang terjadi di AS hanyalah salah satu contoh “global disorder” yang sedang terjadi. Dimana mulai terjadi kontradiksi-kontradiksi dan paradoks.

Disisi lain, AS juga sedang mengalami penurunan pengaruh terhadap negara-negara di dunia baik dalam aspek ekonomi, sosial dan politik. AS sudah kehilangan supremasinya dalam mengendalikan dunia. Kekuatan Rusia, Uni Eropa, Turki, Cina, Jepang dan Korea sekarang menjadi kekuatan penyeimbang dalam peta kekuatan sosial, politik dan ekonomi dunia.

“Perang Supremasi” istilah Anis Matta menyikapi situasi ini, dimana negara-negara maju sekarang sedang memperebutkan supremasi setelah AS mengalami penurunan. Dunia sedang menuju keseimbanngan baru, hal ini dipercepat juga dengan adanya pandemi Covid-19, dimana interaksi sosial masyarakat di seluruh dunia menurun dan mengakibatkan ketidak-aturan situasi sosial, politik dan ekonomi dunia.

Pada akhirnya, Global Disorder , menyebabkan perang supremasi dimana akan membentuk keseimbangan baru. Negara yang mampu membaca situasi dan memanfaatkan peluang dalam situasi ini yang akan mampu menjadi negara berpengaruh di dunia.

Demokrasi di Indonesia
Indonesia, dengan reshuffle jilid dua yang dilakukan oleh Presiden Jokowi baru-baru ini, justru mencerminkan potret rekonsiliasi di tengah pembelahan masyarakat sipil yang terjadi enam tahun terakhir. Ini adalah potret menggembirakan tentang demokrasi di Indonesia.

Namun di lain sisi, elemen masyarakat sipil yang berupaya melakukan kritik terhadap pemerintah, justru di sikapi oleh pemerintah secara represif dan cenderung berlebihan. Situasi ini merupakan potret negatif dalam proses demokratisasi yang sudah terbangun di Indonesia.

Global Disorder (ketidak-teraturan global) merambat juga terjadi dalam skala Indonesia. Ini ditandai dengan terjadinya banyak kontradiksi-kontradiksi yang terjadi di tengah masyarakat. Pada satu sisi terjadi arus positif tentang demokratisasi tetapi di waktu yang bersamaan terjadi pula arus negatif terhadap demokratisasi. Di tambah lagi pandemi Covis-19 yang membuat interaksi sosial antar masyarakat terbatas, hanya mengandalkan media sosial.

Pilkada serentak di 270 daerah di Indonesia tahun 2020 ini juga merupakan prestasi besar demokratisasi di Indonesia. Karena berjalan lancar, tertib dan aman, memang ada gejolak di beberapa daerah tetapi semua masih dalam tahap wajar. Ketidak-puasan dalam hasil Pilkada di selesaikan melalui instrumen-intrumen demokrasi seperti bawaslu, KPU, DKPP dan terakhir di Mahkamah Konstitusi.

Terlepas dengan skor dan peringkat demokrasi yang ditetapkan oleh Economist Intelligence Unit (EIU), rakyat Indonesia di periode keempat Pilkada ini sudah cukap mengerti dan siap menjadi masyarakat demokratis. Memang masih banyak ketidak-sempurnaan dalam Pilkada 2020 ini, namun bagaimanapun hasil Pilkada 2020 perlu di apresiasi dimana masyarakat Indonesia semakin siap berdemokrasi .

Hasil-hasil Pilkada di tiap-tiap daerah juga mencerminkan situasi yang sulit di prediksi sebelumnya. Penggalangan suara di Pilkada relatif dominan mengandalkan media daring karena ada keterbatasan dalam media kampanye tatap muka dikarenakan pandemi Covid-19.

Demokrasi di Indonesia ke depan terutama dalam aspek kontestasi dalam Pemilu atau Pilkada akan banyak mengalami perubahan-perubahan signifikan. Partai lama atau partai baru tidak lagi menjadi faktor penentu dalam proses penguasaan instrumen-instrumen kemenangan partai di Pemilu 2024.

Penguasa lama atau penguasa baru juga tidak menjadi relevan jika tidak melakukan adaptasi-adaptasi dengan situasi kontemporer. Apalagi, di 2024 sebagian besar pemilih adalah generasi milenial yang memiliki karakter independensi yang tinggi dan juga cenderung rasional dalam pilihan-pilihan politiknya.

Pemilu di 2024 akan menjadi medan pertarungan politik yang baru, apalagi Jokowi secara konstitusi tidak mungkin mencalonkan kembali menjadi Presiden. Artinya perebutan kekuatan politik baru akan terjadi di 2024, dan agaknya start-nya sudah dimulai di 2021 ini.

Selain itu oposisi dan bukan oposisi tidak menjadi relevan ketika menghadapi persoalan besar bangsa apalagi dengan sistem presidensial yang sangat kuat. Fungsi Check and Balance hanya efektif dilakukan dalam institusi negara dan itu fungsinya ada di parlemen/DPR RI.

Sedangkan partai politik secara issue boleh-boleh saja mendeklarasikan dirinya sebagai oposisi, tetapi agar berdampak pada kehidupan berbangsa dan bernegara maka optimalisasi instrumen negara yaitu parlemen/DPR RI akan lebih efektif.

Masyarakat sipil semakin memiliki kecerdasan dalam memperjuangkan aspirasi dan hak-hak politiknya, apalagi di era keterbukaan akses dan sumber informasi yang begitu luas, masyarakat sipil semakin berdaya mengartikulasikan kepentingan-kepentingan politiknya. Bahkan preferensi rakyat dalam menentukan pilihan politiknya juga akan mengalami perubahan-perubahan mendasar dalam aspek latar-belakang dan motif-motifnya.

Arah Baru Demokrasi di Indonesia menarik untuk di cermati hari-hari kedepan. Format sistem Pemilu juga mungkin saja akan mengalami banyak perubahan sesuai dengan situasi yang berkembang, tinggal adu kuat dalam mengisi ruang-ruang publik terhadap ide-ide demokratisasi yang lebih progresif.

Partai lama atau partai baru, rezim lama atau rezim baru, orang lama atau orang baru, bukan lagi variabel yang relevan menjadi faktor penentu penguasaan instrumen kemenangan.

Demokrasi ke depan adalah pertarungan ide dan gagasan yang mampu memahami dan menyerap keinginan rakyat, kemudian di formulasi menjadi instrumen kampanye dan kebijakan publik. Partai Gelora Indonesia, Welcome to The Jungle!

Irfan Enjo

Staf Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Gelora Indonesia dan Founder GassPoll Institute

Demokrasi dan Vaksinasi COVID-19

, , , , ,

Partaigelora.id – Dunia bergembira karena awal tahun 2021, sejumlah vaksin COVID-19 sudah beredar luas, namun sayangnya imunitas global masih jauh dari terwujud. Kasus COVID-19 makin bertambah dan belum menunjukan tanda yang mereda seiring ditemukannya varian baru COVID-19. Penambahan kasus baru dunia harian 5 Jan 21 sebesar 542.399 meningkat dibandingkan 1 Des 20 sebesar 453.170 kasus baru.

Bagaimana Ekonomi Politik dari Vaksin COVID-19 terutama empat vaksin yang kini sudah tersebar di dunia yaitu Pfizer-Biontech, Oxford-Astrazeneca, Sputnik V, dan Sinopharm-sinovac? Apakah masyarakat dunia menerima keempatnya dengan antusias atau skeptis?

Kampanye vaksinasi massal sedang diluncurkan di seluruh dunia karena pemerintah dunia mencari cara untuk menahan penyebaran COVID-19.

Pfizer-Biontech (AS), Oxford-Astrazeneca (UK), Sputnik V (Rusia), dan Sinopharm-sinovac (China) adalah salah satu vaksin resmi yang didistribusikan di beberapa negara.

Namun Rusia, India, dan China telah dikritik karena terburu-buru proses persetujuan vaksin mereka, dan beberapa orang tetap skeptis untuk divaksinasi.

Secara kesehatan, perusahaan yang memiliki vaksin tersebut berupaya serius mendapatkan pasar vaksin di negara-negara padat penduduk namun upaya tersebut tidak dibarengi dengan alasan scientis dan ilmiah yang memadai.

Seiring dengan negara-negara yang lebih kaya memperluas upaya imunisasi mereka, banyak negara berkembang yang berjuang dengan pandemi masih menunggu antiran vaksin dari negara kaya.

Distribusi Vaksin Jauh Lebih Sulit

Melakukan penyebaran vaksin COVID-19 ke miliaran orang di daerah terpencil dunia adalah hal yang sulit, apalagi bila penyimpanan vaksin tersebut perlu ruang dingin -2 Celcius yang tidak tersedia didaerah terpencil.

Upaya distribusi tersebut perlu melalui banyak sungai, banyak hutan, pegunungan, dan hanya ada sedikit jalan beraspal. Oleh karena itu distribusi vaksin di negara berkembang membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Dengan tingkat penyebaran COVID-19 yang semakin tinggi, diprediksi banyak negara berkembang tidak mampu mengamankan kebutuhannya vaksinnya sendiri sehingga negara tersebut membutuhkan bantuan global yang bila diabaikan negara tersebut akan menjadi negara darurat kesehatan.

Negara-negara kaya perlu menjadi yang terdepan untuk memberikan bantuan tersebut namun sayangnya gejolak politik di negara-negara kaya seperti AS sulit diharapkan. Konflik pemilu Trump versus Biden menjadi alasan kenapa AS tidak dapat banyak diharapkan memberikan bantuan dunia setidaknya sampai 20 Januari 2021 saat inagurasi Presiden AS Baru.

Ini adalah alert warning global. Dunia kita membutuhkan kolaborasi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Vaksinasi negara-negara kaya sedang berlangsung dengan baik diantaranya adalah

VAKSIN SPUTNIK V

Vaksin Sputnik V Rusia sedang berjalan di seluruh dunia. Rusia adalah negara pertama yang memberikan persetujuan untuk vaksin manusia. Januari 2021 ini sudah dekat dengan memberikan lampu hijau kepada hewan piaraan yang rentan tertular virus dari manusia.

Namun penanganan negara atas upaya ini telah banyak dikritik. Vaksin coronavirus nya, Sputnik V, menerima persetujuan peraturan pada bulan Agustus, yang hanya diuji pada beberapa lusin orang.

Pada bulan Desember 2020, Rusia meluncurkan kampanye vaksinasi massal sebelum uji coba penuh selesai.

Para pejabat Rusia menyakini bahwa rakyat setuju vaksin yang cepat. Mereka mengatakan Semakin banyak orang mendapatkan vaksinasi, semakin baik untuk kesehatan neagra.

Tapi itu bukan pandangan populer di kalangan orang Rusia. Jajak pendapat terbaru telah menemukan bahwa lebih dari separuh negara (56%) tidak berencana untuk mendapatkan vaksin, setidaknya tidak sampai ada informasi lebih lanjut.

Kini Sputnik V digunakan juga di Argentina sebagai negara ketiga yang menyetujui penggunaan tersebut, setelah Rusia dan Belarus.

Pemerintah tersebut ingin mendapatkan semacam kontrol atas pandemi, dan ternyata Sputnik V jauh lebih murah daripada vaksin yang dibuat oleh Barat.

VAKSIN PFIZER

Distribusi vaksin Pfizer-Biontech telah menghasilkan antrian panjang di seluruh dunia.

Inggris adalah orang pertama yang menyetujui vaksin Pfizer-Biontech untuk penggunaan darurat. Kanada, AS, dan Uni Eropa dengan cepat mengikutinya.

Di seluruh dunia, distribusi vaksin Pfizer menghasilkan antrian panjang seolah publik dunia optimis penuh terhadap vaksin tersebut. Namun masih banyak publik skeptis. Mereka tidak bersedia menyuntikkan diri dengan sesuatu yang saya tidak tahu di mana itu dibuat, apa yang ada di dalamnya, siapa yang menyentuh, yang tidak menyentuhnya kata survei di berbagai negara seperti Inggris, Canada dan Israel.

AS dinilai lebih lambat dalam mendistribusikan vaksin COVID-19 dibandingkan negara lain. Negara lain lebih dahulu bekerja dengan vaksin mereka sendiri.

Di AS, ketidakpercayaan terhadap vaksin secara bertahap menurun. Administrasi Makanan dan Obat memberikan otorisasi penggunaan darurat untuk pengobatan Pfizer dan Moderna, memperluas jangkauan upaya imunisasi negara tersebut.

Tapi negara dengan infeksi paling banyak di dunia ini dinilai terlalu lambat dari yang diharapkan. 20 juta orang Amerika seharusnya mendapatkan suntikan pada akhir tahun 2020. Namun hanya sekitar 3 juta yang melakukannya.

VAKSIN ASTRAZENECA

Vaksin Oxford-Astrazeneca telah disetujui di Inggris sebelum tahun baru. Tidak seperti Pfizer, tidak perlu disimpan dalam suhu dingin – sehingga lebih mudah untuk diangkut dan disimpan.

India telah memberikan lampu hijau untuk pengggunaan Astrazeneca, India diberi otoritas untuk memproduksi versi lokal nya sendiri yang disebut Covishield.

Menteri Kesehatan India menggratiskan ke seluruh negeri demikian pernyataan Harsh Vardhan, Menkes India sebagaimana dikutip India Times.

India juga menyetujui vaksin yang didukung pemerintah sendiri yang disebut Covaxin. Tetapi banyak ahli kesehatan khawatir tentang data efikasi Covaxin yang hilang namun otoritas tetap berjalan memproduksinya.

VAKSIN SINOVAC

Cina telah dikritik serupa tentang program vaksinasinya. Sejak musim panas September, China telah mengelola vaksin yang belum terbukti dari populasi diluar China.

Vaksin china yang diuji diantaranya adalah CoronaVac, dibuat oleh perusahaan Sinovac.

Sinovac sedang diujicobakan pada beberapa kelompok berisiko tinggi di Cina, Brasil, Chili, Turki, dan Indonesia.

Meskipun kurangnya transparansi seputar data percobaan.

Negara timur tengah lainnya seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain telah menjadi dua negara pertama yang menyetujui vaksin Sinopharm.

Peran Kebijakan Publik dalam Vaksinasi COVID-19

Tidak mungkin mengabaikan peran politik dalam progam vaksinasi.

Banyak cerita tentang vaksinasi khususnya seputar siapa yang prioritas mendapatkannya yang ternyata menjadi salah satu perdebatan kebijakan publik di dunia.

Di Hungaria, dilema dan debat sangat terlihat. Meskipun negara ini merupakan bagian dari Uni Eropa, dan vaksin Pfizer sudah diluncurkan, pemerintah masih mempertimbangkan lebih banyak dosis dari China dan Rusia. Para oposisi pemerintah mengatakan bahwa para pemimpin negeri sedang melakukan permainan yang berbahaya.

Begitu juga dengan Indonesia, meski vaksin China lebih dahulu diujicobakan, namun pemerintah juga telah memesan vaksin Pfizer dan moderna dari AS dan vaksin Inggris.

Negara-negara yang menjaga keseimbangan geopolitik memiliki tren yang sama yaitu memesan semua vaksin baik dari Barat maupun China.

Meskipun dengan efek yang berbeda-beda, publik tidak mengetahui persis vaksin mana yang disuntikan ditubuhnya.

Inilah dilemanya. Satu sisi penyuntikan vaksin adalah Hak Asasi Manusia, Setiap penduduk berhak memilih jenis vaksin yang akan disuntikan kepada tubuh mereka. Disisi lain negara memiliki kekuatan memaksa warganya divaksin jenis apapun.

Negara yang demokratis seharusnya memberikan ruang kepada warga untuk memilih vaksinnya sendiri termasuk juga untuk tidak divaksin dengan alasan tertentu. Namun akhir-akhir ini kita menyaksikan banyak negara didunia menjadi negara semi otoriter dalam program vaksinasinya.

Pengambil kebijakan di Indonesia seharusnya menerapkan kebijakan vaksinasi yang menerapkan prinsip-prinsip demokratis seperti membiarkan warganya untuk memilih jenis vaksin yang diinginkannya sendiri tanpa harus dipaksa menggunakan vaksin tertentu (entah dari China, AS, Inggris, Rusia atau Lokal) yang mereka belum yakin efektivitasnya dalam tubuh mereka.

Pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan vaksin gratis kepada seluruh warganya sebagai sinyal kepedulian negara terhadap kesehatan publik warganya namun disaat yang sama pengambil kebijakan juga harus memberi ruang kebebasan kepada warga untuk memilih jenis vaksin yang akan disuntikan ketubuh mereka.

Ada baiknya pemerintah mewajibkan tranparansi bagi seluruh produsen vaksin di Indonesia untuk mengungkapkan data ujiklinisnya kepada publik sehingga publik miliki opsi yang lengkap dan memutuskan vaksinasi mana yang terbaik buat mereka sendiri.

Biarkan masyarakat memilih divaksin berdasarkan data bukan berdasarkan paksaan negara.

Achmad Nur Hidayat
Ketua Bidang Kebijakan Publik Partai Gelombang Rakyat Indonesia

Keindahan Pantai Gelora di Sumbawa, Cek Deretan Faktanya

, ,

Partaigelora.id – Sebuah objek wisata baru bernama Pantai Gelora yang berlokasi di di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat sudah bisa dinikmati wisatawan. Selain menawarkan keindahan laut berombak tenang, sungai yang membelah pantai dan perbukitan di latar belakangnya, ada lima hal unik lain tentang pantai ini yang perlu kalian ketahui, nih infonya:

  1. Diresmikan oleh Ketua Umum Partai Gelora.

Anis Matta selaku Ketua Umum Partai Gelora Indonesia meresmikan Pantai Gelora pada hari Senin, 23 November 2020. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa pantai ini adalah pertemuan “potensi dan inovasi.” Anis Matta menyambungnya dengan mengatakan bahwa Indonesia memerlukan pengelolaan negara yang serupa itu. “Potensi besar Indonesia harus dikelola dengan inovasi agar membuat bangsa ini melesat. Inilah yang saya sebut, saat ini kita masih terbang terlalu rendah, padahal langit kita tinggi,” pungkasnya.

  1. Semula adalah pantai yang kurang terawat.

Meskipun telah cukup dikenal sejak waktu yang lama, Pantai Gelora yang dikenal sebelumnya dengan nama Pantai Manini atau Teluk Manini tidak terlalu banyak dikunjungi khususnya bagi masyarakat di luar Pulau Sumbawa. Sejak diresmikan tanggal 23 November lalu, pantai yang berlokasi di Dusun Meno, perbatasan Kecamatan Rhee dan Kecamatan Utan sangat ramai dikunjungi masyarakat lokal maupun luar wilayah. “Sejak dipopulerkan dengan nama Pantai Gelora dan diresmikan, sekarang ramai sekali pengunjung,” demikian kata Solihin, seorang guru setempat yang menguasai sejarah pantai ini.

  1. Hamparan pantai putih dan rimbunnya pohon kelapa

Dilihat dari ketinggian Pantai Gelora tampak bersih dengan dominan berwarna putih. Warna putih itu sebetulnya bukan berasal dari pasir melainkan serbuk batu karang berwarna putih yang jika diraba lebih kasar daripada pasir. Selain itu terdapat sekitar 400 pohon kelapa yang tumbuh di sisi timur pantai. Selain teduh juga menghasilkan kelapa yang langsung bisa dinikmati pengunjung

  1. Jembatan cinta

Yang unik, Pantai Gelora dibelah oleh sebuah sungai yang terhubung oleh jembatan tua yang telah ada sejak jaman Jepang. Sisa jembatan tua tampak jelas dan setelah direstorasi saat ini, bekas jembatan itu dibiarkan tetap ada. Warga sekitar menyebutnya sebagai ‘jembatan cinta’ dan menjadi objek foto wajib para pengunjung.

  1. Dinamai Pantai Gelora oleh masyarakat setempat

Nama Pantai Gelora dipilih dan diperkenalkan oleh warga yang tinggal di seputar pantai. Saat ini kebersihan, keamanaan, pengelolaan fasilitas di pantai dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Akibat makin ramainya pengunjung pantai, warga mendapat manfaat ekonomi langsung karena hasil tangkapan ikan bisa mereka jual kepada pengunjung. Di area pantai sendiri terdapat fasilitas umum seperti toilet, mushalla dan kafe dengan konsep terbuka.

So, untuk para penyuka kegiatan alam bebas, Pantai Gelora bisa dicoba. Ingin menyelam, jogging, memancing, bersepeda atau sekedar menikmati indahnya mentari tenggelam, semuanya tersedia di dalam satu area.
Selain itu, perpaduan pasirnya yang putih dan deretan pepohonan kelapa adalah spot foto yang keren, sekedar untuk diunggah di media sosial atau bahkan foto pra-nikah.

Yang pasti, semuanya gratis sampai akhir Desember 2020. Pengunjung bebas bersantai di area pantainya dengan peralatan dan makanan yang dibawa sendiri. Ingin coba?

Keteladanan Nabi Muhammad SAW Dalam Menghadapi Krisis

, , ,

Partaigelora.id – Hikmah dari Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada tahun ini, adalah keteladanan Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi krisis. Bahwa yang namanya krisis adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan.

Namun yang menarik setiap kali menghadapi krisis , nabi mengajarkan kepada kita, bahwa bersama krisis tersebut yang menemaninya adalah begitu banyak peluang-peluang solusi.

Solusi yang akan menghantarkan ke posisi yang lebih baik, lebih mulia. Ketika mampu menangkap peluang peluang tersebut maka jalan kebaikan peningkatan dari satu momentum ke momentum yang lain yang lebih baik.

kelemahan manusiawi, ketika kita lebih fokus melihat krisis dengan segala macam kepanikannya sementara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam lebih fokus melihat peluang peluang yang membersamai krisis tersebut .

Bagaimana nabi menghadapi krisis yg begitu banyak di fase Makkah. Kemudian menghantarkan pada sebuah perjalanan krisis di saat hijrah. Di momentum itu terbuka peluang demi peluang khususnya risalah Islam hingga dapat menyebar ke seantero dunia, sebagai ajaran yang Rahmatan Lil’alamien.

Pada prinsipnya membersamai krisis tersebut adalah dengan memperbanyak amal kebajikan berupa: menyantuni anak yatim, membantu fakir miskin dan selalu bersyukur atas segala ni’mat yang Allah berikan.

Melihat peluang berbuat baik saat ada peluang waktu dan selalu berharap hanya kepada Allah

Raihan Iskandar
Ketua Bidang Hubungan Keumatan DPN Gelora Indonesia

Satu Tahun Menggelorakan Indonesia

, , ,

Partaigelora.id – Hari ini , Rabu (28/10/2020), kita haturkan rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT yang hanya dengan kehendak dan pertolongan-Nya tekad membawa Indonesia menjadi kekuatan utama dunia mewujud dalam kelahiran Partai Gelombang Rakyat Indonesia tepat setahun yang lalu.

Meneriakkan sebuah mimpi besar di tengah krisis sistemik dan berlarut adalah sama dengan pekikan “Menjadi Indonesia” dalam deklarasi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 lalu. Para pemuda Indonesia itu telah melalui pergulatan batin dan pemikiran yang berat untuk mencari identitas kolektif baru. Itu mimpi besar sekaligus kebulatan tekad yang tak lagi bisa dibendung oleh penjajahan.

Begitu juga krisis berlarut ini tidak boleh membendung tekad kita untuk memasuki gerbang dari gelombang sejarah baru: menjadikan Indonesia sebagai satu kekuatan utama dunia.

Para pemuda Indonesia itu mengerahkan energi mereka pada peluang, bukan pada krisis. Penjajahan tetap ada walaupun sumpah sudah diikrarkan. Tapi arah sejarah telah berubah karena mereka telah Menjadi Indonesia bahkan sebelum mereka merdeka. Kemerdekaan seketika berubah menjadi masalah waktu. Karena sudah niscaya.

Itulah ilham yang membimbing langkah kita saat mendirikan Partai Gelora setahun yang lalu. Kita mulai mengurai krisis ini dengan mengerahkan seluruh energi kita pada peluang. Dan peluang itu ada ketika kita meletakkan Indonesia dalam konstelasi kepemimpinan dunia.

Sebab dunia akan memasuki fase penataan ulang Tata Dunia yang muncul setelah Perang Dunia II. Ini akan membutuhkan waktu lebih lama dan dipenuhi pertarungan geopolitik yang kompleks. Tapi, disitulah letak peluangnya. Mereka yang terlibat dalam penataan ulang tata dunia ini kelak akan memainkan peran kepemimpinan global yang penting. Merebut peluang itulah jalan sejarah baru kita. Seperti kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik yang membuka peluang kita menyatakan kemerdekaan.

Maka mimpi Menjadi 5 Besar Dunia adalah cara kita menemukan peluang dan selanjutnya mengalirkan energi bangsa kita seluruhnya ke dalam arah sejarah baru itu.

Tentu saja mimpi besar itu memerlukan peta jalan yang jelas. Tapi jika kita menyepakati sebuah mimpi besar, yang merupakan arah sejarah baru, jauh lebih mudah menyepakati peta jalan menuju kesana bahkan walaupun ada seribu jalan yang harus kita tempuh bersama.

Dari ilham Sumpah Pemuda itu pula kita hadir dengan tekad menyatukan seluruh elemen bangsa dalam semangat kolaborasi. Keragaman adalah alasan untuk bersatu dan berkolaborasi. Kita tidak boleh memberi ruang bagi pembelahan yang mencabik-cabik keutuhan kita sebagai bangsa. Kita telah Menjadi Indonesia. Kini saatnya Indonesia ikut menjadi pemimpin dunia.

Dengan cara itu kita bisa merebut kembali kepercayaan rakyat yang hilang di tengah krisis ini. Kita harus mengembalikan harapan dan kepercayaan rakyat kepada masa depannya, kepada kemampuannya untuk menciptakan kemakmuran bagi dirinya sendiri, kepada kemampuannya untuk menjadi pelaku bagi sejarahnya sendiri, kepada misi kemanusiaannya untuk ikut memimpin dunia.

Terima kasih kepada seluruh pengurus dan anggota serta seluruh saudara sebangsa yang telah terlibat dalam kelahiran Partai Gelora dan terus berkontribusi hingga saat ini. Kelahiran Partai Gelora adalah buah kolaborasi semua elemen bangsa yang percaya bahwa Indonesia bisa menjadi kekuatan utama dunia.

Secara khusus ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Presiden Joko Widodo, yang telah berkenan memberi ucapan selamat ulang tahun yang pertama kapada Partai Gelora.

Terima kasih juga ke kepada Bapak Bambang Soesatyo, dan Bapak Fadli Zon. Terima kasih juga kepada rekan-rekan jurnalis, Bang Karni Ilyas, Pak Dahlan Iskan,dan Mba Najwa.

Juga kepada para aktivis, cendekiawan, dan motivator yang terus memberikan suara kritis dan pencerahan Bapak Gatot Nurmantyo, Bapak Din Syamsudin, Ustadz Masyhuril Khamis, Bung Rocky Gerung, dan Bang Sandiaga Uno.

Terima kasih juga kepada para kepala daerah yang tidak bisa saya sebut satu per satu, serta sahabat-sahabat seniman, Deddy Corbuzier, Inul Daratista dan sahabat lainnya yang telah memberi ucapan selamat dan dukungan moral dan material kepada Partai Gelora.

Semoga Allah SWT menerima pengabdian ini sebagai ibadah kita kepada-Nya, sekaligus pertanda cinta kepada rakyat dan tanah air Indonesia. Salam Gelora!!!

Anis Matta
Ketua Umum Partai Gelora Indonesia

Warisan untuk Generasi Muda Indonesia

, ,

Kelahiran Partai Gelora Indonesia ditengah krisis pandemi Covid-19 ini yang berdampak secara global seperti sebuah perjudian besar. Partai yang dimotori Anis Matta dan Fahri Hamzah ini membawa ideologi Islam dan Pancasila sebagai brand Partai dengan menawarkan ide dan gagasan “Indonesia 5 kekuatan dunia”.

Saat artikel ini ditulis, Indonesia sedang mengalami resesi ekonomi sebagai salah satu dampak pandemic Covid-19. Selain itu riuh ricuh dengan UU Omnimbus Law yang disahkan DPR dan di tolak masyarakat Indonesia masih hangat saat ini. Ditambah lagi, tak perlu di pungkiri dan di tutup-tutupi Indonesia terpaksa larut dalam perang dingin yang antar police world Amerika dan negeri penguasa baru China.

Seperti hal lelucon yang bisa membuat kita tertawa geli ditengah situasi Indonesia saat ini dengan gimmick marketing ide besar bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan 5 besar dunia. Baiklah, tenangkan diri kalian terlebih dahulu, tarik nafas dalam-dalam karna kita mau masuk ke lorong waktu.

Sebelum Indonesia menjadi sebuah Negara kita melewati dimensi masa dimana saat itu penduduk wilayah tenggara Asia dengan berbatasan benua Australia dan semenanjung Malaya disebut dengan Nusantara. Kata ini tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16) untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit.

Wafa Afifah
Generasi Muda Partai Gelora Indonesia

Lubis

Achmad Rosyadi Lubis, namanya. Nama marganya yang justru beken sebagai sapaan oleh dan di kalangan kawan-kawannya. Termasuk mereka yang baru mengenalnya, semisal saya. Ini agak ganjil lantaran saya lebih mengenal nama depan macam Mochtar dan Amarzan (dua jurnalis kawakan), Zulkifli “Bapak Intelijen RI”, Ansyari pemain bola Pelita Jaya, hingga Uni Zulfiani. Tapi tidak dengan sosok ini. Nama depan dan tengahnya tenggelam oleh marga.

Hanya sekali bersua langsung. Tahun lalu saat ia tandang ke Yogyakarta. Obrolan ketika ia telah letih di temaram malam. Saya suai ia selepas “membakar” manusia Arah Baru.

Tapi, interaksi dengan teks dan legasinya yang banyak diutarakan kawan-kawannya, yang sebagian juga saya kenali, tandaskan satu bab: Bang Lubis memang spesial. Soal jam terbang ketulusan dalam dakwah, cukup saya saksama dari tulisan yang pernah dikirimkan ketika Poestaka Rembug Kopi menerbitkan Ketika Gelisah Mengubah Arah (2019). Isinya, apa yang ia tulis setali dengan kesaksian orang-orang yang mengenalnya.

Ia pernah safar bersama keluarganya. Tahun lalu ia unggah agenda inspiratif itu. Anjangsana ke Jawa ke kantong-kantong pengetahuan dan tokoh. Mulazamah sejenak sembari sabatikal di sela kesibukan. Kota demi kota disusuri dengan kendaraan umum seperti kereta dan bus. Bersahaja, namun bukan pelesir biasa di sebalik itu.

Sebagai pengajak kepengasuhan di banyak majelis, sepadan dan sejalan dengan perkataan ihwal menghargai ilmu. Dan itu diturunkan dalam praktik nyata yang kelak berwujud hasab juga sanad pengetahuan ke nasab dirinya generasi bergenerasi kelak.

Saya pikir safar ilmiahnya tak terpisahkan dari etos Melayu Deli tempat asalnya. Pun ketika dia bermukim di Bali, jejak itu tak pudar. Dengan skala yang dipunyai, ia manusia kosmopolit buat ukurannya. Paling tidak bagi keluarganya dalam meluaskan minda dan cakrawala.

Beberapa hari belakangan, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII karya apik Azyumardi Azra seperti ingin dijamah lagi oleh mata dan pikiran. Semasih bab 1 didaras, kabar dari Pulau Pura mengumandang di pesan. Ini tak ada sebab akibat, selain sebuah bagian dari edaran kehendak-Nya. Tak ada tendensi apalagi menjuruskan logika pada post hoc ergo propter hoc.

Balik ke kabar selepas dhuha tadi. Pembaca status ini tentu paham ke mana arahnya. Ya, Bang Lubis tiada. Dalam sakit yang insya Allah jadi peringan hisabnya di akhirat kelak.

Teks Jaringan Ulama langsung terkoneksi dengan perilaku Bang Lubis. Dia, dalam arti prolifik, memang bukan alim dalam bahasan Azra. Tapi, jalan safar bersama keluarganya dalam menimba pengetahuan dan jajaring ukhuwah, sungguh serpihan nyata membina koneksi keilmuan kiwari.

Legasi Bang Lubis inilah yang kiranya pantas kita, atau setidaknya saya, kenang. Tentu bersama kebaikan ia yang lain. Semoga Allah menerima amal-amal almarhum, dan menggantikan yang lebih baik pada keluarganya.

Yusuf Maulana

1 Tahun Gelora: Tantangan Integrasi Narasi dan Aksi

Untuk menjadi besar, masalah terbesar GELORA adalah persoalan dalam diri. Pertama soal mengartikulasi ide menjadi tindakan. Wajar ketika organisasi berdiri maka perekatnya adalah prinsip, idiologi dan narasi. Namun, terlalu lama menterjemahkannya menjadi aksi akan membuat organisasi jadi terlihat sedang bermimpi. Kedua soal hambatan untuk tumbuh karena hubungan antara ‘present capacity & future capabilities’ dengan gangguan historis. Tidak perlu dijelaskan bahwa sebagian penggerak GELORA adalah organisatoris dan aktivis yang terusir dari sebuah partai. Seringkali cara berpikir dan bersikapnya tampak seperti sekumpulan prajurit terluka yang membawa beban dendam. Begitu dalam luka itu dan begitu kuat bayang-bayang masa lalu sehingga ada kekhawatiran mengalihkan fokus, mimpi besar yang sedang dituju.

Di lingkungan global yang makin terakselerasi dan tanpa batas, organisasi seperti ormas dan parpol menemui persoalan yang makin kompleks. Di barat banyak contoh gagal. Godaan yang muncul kemudian adalah kembali ke nostalgi pemikiran dan gerakan masa lalu (contoh: gerakan ‘millenial sosialis’ atau fundamentalisme Islam yang marak) atau sebuah tawaran baru yang segar dan terbuka. Menurut Thomas L. Friedman di bukunya “Thank You for Being Late’, pada bagian “Mother Nature as Political Mentor’ ada tiga persoalan yang harus diatasi organisasi massa (dan politik) kini. Pertama adalah entry barrier bagi generasi baru yang makin tipis untuk bergabung dalam gerakan. Generasi baru ini masuk ke mid-class economy dalam keadaan lebih mudah. Mereka, karena banyak sebab misalnya ketersediaan lapangan kerja & peluang membuka usaha yang lebih baik, tidak perlu bekerja sekeras generasi sebelumnya untuk menikmati hasil yang sama. Generasi ini disebut ‘malas manja’, sebuah ‘kaum rebahan’.

Yang kedua adalah kesiapan organisasi menerima pluralisme. Di barat persoalannya adalah gelombang imigran dan pengungsi. Di negara seperti Indonesia persoalannya adalah latar belakang ras, agama dan kebudayaan yang makin tak terlacak. Terlalu banyak ‘global citizen’ di angkatan muda saat ini dengan ragam pemikiran. Apakah mereka bisa mendapatkan tempat? Ketiga adalah level ekonomi antara daerah rural dan urban menjadi dekat jaraknya. Desa pun berkurang dan bergerak menjadi kota. Apa tawaran organisasi untuk mengubah struktur ekonomi dan budaya untuk memperbaiki nasib masyarakatnya? Untuk diketahui, dianggap akseleratif dan konstruktif, En ‘Marche dipilih di Perancis karena membawa harapan baru dan menjawab 3 persoalan diatas.

Setelah deklarasi gegap gempita GELORA di sebagian besar provinsi, pengurusnya harus membalik perhatian. Menemukenali ‘pain points’ dan segera memberikan obat penawar untuk arah baru negerinya. Dengan kombinasi sumber daya ‘para senior yang berpengalaman’ dan ‘anak muda yang bertenaga’ mestinya kerja besar segera bisa dimulai. Tapi anak muda punya persoalannya sendiri. Dan Wagner berusia 24 tahun ketika memimpin kampanye nasional Barack Obama “Get Out The Vote”. Pada periode Obama kedua, Wagner di usia 28 tahun menjadi kepala bidang analisis data. Dia bilang, “I think the US is very special in culture of appreciation for merit and the best idea. The serious problem is the young generation don’t integrate those ideas into what they’re doing.” (The Industries of Future, Alec Ross, 2016). GELORA tidak kehilangan ide dan imajinasi. Persoalan GELORA adalah menterjemahkan “Menjadi 5 besar dunia” menjadi kerja-kerja.

Endy Kurniawan
Wasekjen Bidang Inovasi Budaya & Hubungan Lembaga

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X