Kategori: Kegiatan

Al-Qur’an Beri Inspirasi Partai Gelora untuk Membawa Cita-cita Arah Baru Indonesia

Partaigelora.id – Peringatan Nuzulul Qur’an bisa menjadi kurikulum diri bagi setiap manusia Indonesia untuk selalu menjaga moralitasnya di dalam kehidupan sehari-hari, baik pada tataran keluarga, masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebab, pada saat Nuzulul Qur’an ini, Al Qur’an yang menjadi pedoman hidup manusia untuk selalu melakukan hal-hal positif dalam perjalanan hidupnya, diturunkan.

“Cara mengaktualisasikan nilai-nilai Al-Qur’an, adalah dengan menjadikan peringatan Nuzulul Qu’ran itu semacam kurikulum diri kita, supaya Al-Qur’an menjadi sumber inspirasi bagi setiap manusia,” kata KH Musyafa Ahmad Rahim, Ketua Bidang Kaderisasi DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia.

Hal itu disampaikan KH Musyafa saat memberikan pengantar Gelora Talks bertajuk “Nuzulul Qur’an dan Aktualisasi Nilai-nilai Al-Qur’an”, Rabu (12/4/2023) sore.

Menurut KH Musyafa, Al-Qur’an telah mengajarkan kepada manusia agar selalu ingat atau eling untuk melakukan hal-hal positif dalam kehidupan sehari-harinya.

“Jadi Al Qur-an diturunkan itu, kalau terjemahan lokal Indonesianya, supaya manusia itu menjadi sabar atau eling siapa dirinya dan hakikat kehidupannya didunia,” katanya.

Artinya, bahwa Al Qur’an itu, adalah pedoman hidup bagi manusia baik di dalam keluarga, masyarakat maupun kehidupannya di dalam bangsa dan negara.

“Termasuk apa yang dilakukan Partai Gelora, yang membawa cita-cita Arah Baru Indonesia, itu inspirasinya dari Al-Qur’an. Al-Qur’an memberikan petunjuk dan arah bagi kita, kemana tujuan yang harus kita capai,” ujarnya.

Sedangkan Dewan Pembina MUI Jakarta Utara KH Nur Alam Bakhtir mengapresiasi langkah Partai Gelora menggelar diskusi tentang nilai-nilai aktualisasi Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

“Diskusi semacam ini, harusnya dilakukan semua partai, apalagi partai yang mengatasnamakan Islam. Sebab, banyak yang tidak sesuai dengan aktualisasi nilai-nilai Al-Qur’an,” kata KH Nur Alam.

KH Nur Alam mengatakan, Al Qur’an telah mengajarkan kepada manusia mengenai integritas dan kejujuran. Sehingga moralitas setiap manusia itu, apakah dia baik atau tidak, tidak bisa dilihat berdasar pakai yang dikenakan seperti jubah atau jilbab.

“Jubah dan jilbab itu, hanya pakaian biasa yang disebut dengan budaya seperti halnya pakai-pakaian di budaya kita. Tidak ada gunanya pakai jubah atau jilbab, kalau tidak memiliki integritas atau kejujuran,” katanya.

Karena itu, ia mengatakan, maraknya kasus korupsi di tanah air, menjadi suatu kewajaran, karena para pejabatnya tidak memiliki integritas dan kejujuran, bahkan aparat yang seharusnya menjadi penegak keadilan justru ikut terlibat.

“Makanya para koruptor, kalau ditangkap KPK itu berterima kasih, bukannya bersedih karena KPK menghapuskan dosa-dosa mereka,” tegasnya.

KH Nur Alam berharap agar diskusi mengenai aktualisasi nilai-nilai Al Qur’an terus digelar untuk mengingatkan kepada para politisi, pejabat dan aparat penegak hukum untuk meningkatkan level moralitasnya.

“Saya mengharapkan tradisi membedah Al-Qur’an ini terus dilakukan. Undang pakar-pakar yang berbeda, kalau perlu Partai Gelora bikin diskusinya setiap hari untuk mengingatkan kita semua,” katanya.

Hal senada disampaikan Founder Al Fahmu Institute KH Fahmi Salim. Ia mengungkapkan, masih banyak pihak yang hanya mengambil keuntungan materi dari nilai-nilai Islam dan Al-Qur’an, tapi tidak menerapkan secara sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-sehari .

“Tetapi ketika bicara tentang penegakan hukum tentang pemberantasan korupsi nilai-nilai Islam dan nilai-nilai Al-Qur’an ditinggalkan. Inilah problem kita, Islam dan Al-Qur’an baru simbol saja, sebatas ritual, retorika, label atau pemanis di bibir saja,” kata KH Fahmi .

Namun, ia mengaku akan terus berusaha untuk menyakinkan agar semua pihak, terutama pejabat untuk selalu meningkatkan kejujuran, integritas dan moralaritas agar menjadi pemimpin yang amanah.

“Kalau umat sendiri pada dasarnya memiliki fitrah yang baik, sehingga kita tidak perlu menciptakan kotak-kotak atau kultus kepada indvidu, termasuk upaya membenturkan nilai-nilai Pancasila dengan Al-Qur’an,” ujarnya.

Padahal Pancasila itu, katanya, hasil ijtihad para pendiri bangsa yang mengambil intisari dari nilai-nilai Al-Qur’an. Sehingga antara Pancasila dan Al-Qur’an itu, sebenarnya sama atau satu hakekat.

“Yang membenturkan Pancasila dengan Al-Qur’an itu, sebenarnya adalah orang bodoh atau pandir. Padahal kalau kita lihat nilai-nilai Pancasila itu, itu sudah menegakkan Al-Qur’an,” katanya.

KH Fahmi berharap mereka yang terus berupaya membenturkan antara Pancasila dan Al-Qur’an harus terus diberikan pemahaman supaya tidak dicurigai membawa agenda Islamisasi Negara.

“NKRI ini secara syariat sebenarnya sudah Islam, tinggal bagaimana kita mengintensifkan nilai-nilai Pancasila dan Al Qur’an itu betul-betul terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkasnya.

Fahri Hamzah Puji Langkah Presiden Jokowi Upayakan Rekonsiliasi dan Konsolidasi Elite

, , , ,

Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah memuji langkah Presiden Joko Wdodo (Jokowi) dalam melakukan upaya rekonsiliasi dan konsolidasi elite saat ini.

“Jika elite bersatu dalam situasi krisis saat ini, maka akan banyak manfaatnya. Tapi sebenarnya upaya rekonsiliasi dan konsolidasi elite itu, sudah dilakukan Pak Jokowi sebelum adanya Covid-19,” kata Fahri Hamzah kepada wartawan, Minggu (9/4/2023).

Menurut Fahri, upaya melakukan rekonsiliasi sudah dilakukan Jokowi ketika merevisi Perubahan Ketiga atas Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pada 2019 lalu, yang kemudian menjadi UU No.13 Tahun 2019.

“Waktu kita merevisi Undang-undang MD3, terakhir itu 2019. Presiden meminta supaya semua partai dapat kursi pimpinan DPR /MPR, dan benar itu akhirnya terjadi,” ujar Fahri.

Sebab, jika mengacu pada UU MD3 yang lama, maka tidak semua partai mendapatkan kursi pimpinan DPR/MPR, tapi hanya partai yang masuk 5 besar saja, yang mendapatkan.

Namun setelah direvisi, kata Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, akhirnya semua partai mendapatkan kursi Pimpinan MPR, termasuk PKS dan Partai Demokrat yang menjadi oposisi yang seharusnya tidak dapat.

“Terakhir itu, Presiden bilang kita mau masuk rekonsilisiasi, semua partai kasih pimpinan, dan dapat semua. PKS dapat, ada Hidayat Nur Wahid, Demokrat dapat ada Syarief Hasan, bahkan Arsul Sani dari PPP saja dapat, tentu juga ada DPD di situ,” katanya.

Artinya, Presiden Jokowi sudah melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi elite sebelum ada Covid-19, dimana ketika itu dunia dalam keadaan biasa-biasa dan tenang-tenang saja.

“Dan ketika kita diundang Pak Jokowi, waktu itu belum deklarasikan Partai Gelora. Pesan kita ke Pak Jokowi, teruskan rekonsiliasi yang sudah bapak rintis di UU MD3. Kemudian dalam pidatonya, Pak Jokowi ngomongnya selalu rekonsiliasi,” katanya.

Sehingga Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang merupakan rivalnya di Pilpres 2019, akhirnya ditarik masuk ke kabinet, menjadi Menteri Pertahanan dan Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif.

“Jadi Jadi sebenarnya rekonsiliasi yang dirancang Pak Jokowi sebelum krisis, itu satu inisiatif yang tepat, setelag terjadi pembelahan dua kali yang keras. Tapi sayang, tiba-tiba awal 2020, Covid-19 datang,” katanya.

Terlepas adanya Covid-19, kata Fahri, sebenarnya banyak keputusan elite yang sangat yang sangat diuntungkan dengan adanya rekonslidasi dan konsolidasi elite, meskipun hal itu ditolak oposisi dan sebagian masyarakat, namun dalam negara demokrasi, itu hal biasa.

Apalagi akibat Covid-19 saat ini, banyak pemimpin dunia yang jatuh, karena tidak kuat menanggung dampak krisis kesehatan, krisis kesejahteraan, krisis ekonomi dan krisis politik yang melanda seluruh dunia.

“Nah sekarang ini Covid-19 sudah selesai, tetapi kan krisis politik dunia masih ada. Ada Perang Rusia-Ukraina, ada ada kemungkinan perang di Taiwan dan lain-lain. Kemungkinannya cukup besar, tetapi lagi-lagi sedikit banyak jika elite-nya bersatu dalam krisis, rekonsiliasi itu banyak manfaatnya,” jelas Fahri.

Karena itu, Fahri menegaskan, bahwa rekonsiliasi itu seharusnya dipandang bukan sebagai insiden, tetapi harus dianggap sebuah monumen yang harus dilembagakan. Sebab, persatuan elite itu bermanfaat bagi bangsa dan negara.

“Kita tadinya menginginkan agar rekonsiliasi dilanjutkan sampai pada pembenahan sistem pemilu dan politik secara masif. Tetapi, sayangnya tidak berani dituntaskan, misalnya soal Presidential Treshold 0 persen,” katanya.

Fahri berharap agar usia pemerintahan Presiden Jokowi yang tinggal 1 tahun 7 bulan lagi, tidak ada persaingan di dalam kabinet yang bisa merusak fokus dan konsentrasi kerja dari pemerintah, gara-gara sibuk memikirkan pencalonan di Pilpres 2024.

Padahal pemerintahanya masih dibutuhkan oleh rakyat, karena krisis global belum selesai dan perang Rusia-Ukraina itu, telah merusak merusak supply chain global (rantai pasokan global), sehingga banyak produk yang datang ke Indonesia harganya menjadi mahal.

“Hari ini Taiwan mau diserang oleh China dan Laut Cina Selatan itu ada perbatasan kita, itu terancam. Jadi apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi meminta adanya koalisi besar itu, sebagai sebagai konsolidasi terhadap kabinet menurut, saya harus dihormati dan harus dipuji, karena kekuasaan kabinetnya masih berlangsung,” jelasnya.

Harusnya para menteri yang berada di kabinet, tidak boleh punya calon sendiri-sendiri, karena nanti yang bekerja untuk pemerintah tidak ada, sementara mereka masih bagian dari pemerintah.

“Kalau oposisi mau menyerang, silahkan saja. Tetapi inisiatif Pak Jokowi mengkosolidasi sisa kekuasaan sampai berakhir, itu top dan harus dipuji. Nanti, efek nya hanya satu kandidat, misalkan Prabowo terserah. Yang penting konsolidasinya top,” tegas Fahri.

Sebab, menurutnya, para menteri yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIB) seperti Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan dan Prabowo Subianto jika memiliki calon sendiri seperti Partai Nasdem, tentu tidak akan lagi yang bekerja untuk pemerintahan Jokowi.

“Airlangga itu menterinya Pak Jokowi, Zulkifli Hasan menterinya Pak Jokowi, Prabowo menterinya Pak Jokowi, Mardiono timnya Jokowi dan Muhaimin ada beberapa menterinya disitu. Kalau Nasdem kita bahas ulang saja. Kalau semua sudah punya calon sendiri, terus yang kerja buat pemerintah Jokowi, itu siapa?” pungkasnya.

Mahfuz Sidik: Koalisi Besar Sejalan dengan Ide Partai Gelora, Mengenai Perlunya Rekonsiliasi Nasional dan Konsolidasi Elite

Partaigelora. id – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik menegaskan, Koalisi besar sejalan dengan ide Partai Gelora yang sejak awal menyuarakan perlunya rekonsiliasi nasional dan konsolidasi elite.

“Pembelahan pasca Pilpres 2014, Pilgub DKI 2017 dan Pilpes 2019 telah melemahkan fondasi dasar kebersamaan kita sebagai bangsa,” kata Mahfuz Sidik dalam keterangannya, Jumat (7/4/2023).

Menurut dia, dunia sekarang berada di tengah ancaman perang global yang dipicu oleh persaingan antar negara adidaya.

“Indonesia akan mengalami dampak besar jika terjadi kekacauan global, sebagaimana pengalaman kita menghadapi pandemi Covid 19,” katanya.

Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, lanjut Mahfuz, tidak boleh melanjutkan polarisasi seperti politik pada pemilu sebelumnya, yang residunya makin membesar menjelang pelaksanaan pesta demokrasi 5 tahunan.

“Maka koalisi besar, kami menyebutnya Koalisi Bersatu sangat diperlukan atas nama kepentingan nasional, bukan atas nama kepentingan partai atau figur personal tertentu,” kata Sekjen Partai Gelora ini.

Sejak tiga tahun lalu, kata Mahfuz, Partai Gelora telah mendiskusikan ide perlunya rekonsiliasi nasional dan konsolidasi elit ke sejumlah tokoh politik dan pimpinan nasional.

“Jadi Partai Gelora sangat mendukung ide Koalisi Bersatu demi menyelamatkan Indonesia dari ancaman kekacauan global saat ini,” pungkas Mahfuz.

Sebelumnya, dalam Gelora Talk ‘bertajuk ‘Koalisi Politik di Bulan Ramadhan 1444 H’, pada Rabu (5/4/2023) lalu, Sekjen Partai Gelora Mahfuz Sidik mengatakan, Partai Gelora menyambut baik ide pembentukan koalisi besar.

Koalisi besar yang pembentukannya difaslitasi oleh Presiden Joko Widodo tersebut, diharapkan dapat melahirkan kepemimpinan politik Indonesia yang kuat, bisa melindungi kepentingan nasionalnya di tengah dinamika global dan geopolitik saat ini.

“Koalisi besar harus mampu menghasilkan format koalisi kepemimpinan politik yang bisa melindungi kepentingan nasionalnya, dalam konteks Indonesia sebagai bangsa dan negara,” kata Mahfuz.

Partai Gelora telah menyodorkan satu pemikiran untuk menghentikan polarisasi yang terjadi di masyarakat, dan mulai memperkuat rekonsiliasi nasional dan tidak ada lagi residu di Pemilu 2024.

“Kita juga mengingatkan bahwa situasi ekonomi yang sulit saat ini bisa memunculkan perlawanan kaum miskin marjinal. Lalu, kemana arah Partai Gelora tentu kepada pihak-pihak yang bisa menerima ide-ide yang kita sodorkan untuk kepentingan Indonesia, bukan kepentingan pragmatis,” katanya.

Koalisi Besar Diharapkan Mampu Hasilkan Kepemimpinan Politik yang Kuat dan Bisa Menjawab Tantangan Global

JAKARTA – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menyambut baik ide pembentukan koalisi besar yang digagas oleh lima partai politik di parlemen.

Koalisi besar tersebut diharapkan dapat melahirkan kepemimpinan politik Indonesia yang kuat, bisa melindungi kepentingan nasionalnya di tengah dinamika global dan geopolitik saat ini.

“Kalau sekarang ada yang mengarah pada koalisi besar, itu saya kira satu ide yang menarik. Tetapi, kita melihat hal itu masih sekedar wacana, masih baru cocok-cocokan. Masih ngukur, ini modalnya berapa, yang ini berapa, cukup atau tidak. Masih berbasis pragmatis, basis koalisinya belum ada ikatan ideologisnya,” kata Mahfuz Sidik, Sekretaris Jenderal Partai Gelora dalam Gelora Talk bertajuk ‘Koalisi Politik di Bulan Ramadhan 1444 H, Rabu (5/4/2023).

Menurut Mahfuz, partai politik (parpol) yang tergabung dalam koalisi besar saat ini, masih belum terlihat membicarakan konteks Indonesia sebagai bangsa setelah 2024.

Padahal situasi domestik sekarang ada resiko kawasan yang harus diperhitungkan, yakni mengenai adanya potensi terjadinya perang terbuka negara-negara besar di dunia, selain perang antara Rusia-Ukraina

“Amerika, Rusia, negara-negara Eropa dan China sudah saling mengancam perang, dan perangnya nggak tanggung-tanggung pakai nuklir. Jika terjadi perang terbuka, maka imbasnya ke Indonesia akan sangat signifikan,” katanya.

Karena itu, koalisi besar harus mampu menghasilkan format koalisi kepemimpinan politik yang bisa melindungi kepentingan nasionalnya, dalam konteks Indonesia sebagai bangsa dan negara.

“Koalisi besar harus dilapisi atau dialasi dengan agenda tentang bagaimana kepentingan nasional Indonesia di tengah ancaman perang kawasan,” katanya.

Jika resiko ini tidak diantisipasi, maka perjalanan Indonesia sebagai bangsa ke depannya akan semakin berat.

“Menurut saya, yang penting jangan sampai siklus 5 tahunan menciptakan kerentanan-kerentanan Pemilu. Membuat Indonesia menjadi proxy war dari petarungan global, atau lebih jauh kita menjadi battlefield, ladang perang pertarungan-pertarungan besar. Itu yang perlu kita warning,” kata mantan Ketua Komisi I DPR ini.

Mahfuz mengingatkan, ada dua faktor kerentanan yang bisa dimanfaatkan asing untuk mengacaukan Pemilu 2024. Yakni faktor polarisasi idelogis, serta persoalan kemiskinan masyarakat marjinal dan perkotaan.

“Kalau nanti tiba-tiba muncul isu PKI lagi, Islam fundamentalis jangan kaget. Atau ada prakondisi krisis ekononomi yang dipicu krisis moneter atau rontoknya perbankan di Indonesia, misalnya. Jika ini terus dibumbui dan didrive, maka kerentanan akan terjadinya konflik terbuka akan semakin besar,” katanya mengingatkan.

Partai Gelora, partai nomor 7 di Pemilu 2024 saat ini konsen menjadikan Pemilu 2024 agar menjadi pijakan bagi indonesia untuk bisa menjawab tantanan global, dimana situasi domestik akan dipangaruhi dinamika global.

“Partai Gelora telah membangun komunikasi politik secara senyap, informal, menyampaikan ide atau narasi, bahwa kita butuh formasi kepimpinan baru yang kuat. Koalisi besar sebenarnya sejalan dengan pemikiran Partai Gelora,” katanya.

Ia menambahkan, Partai Gelora telah menyodorkan satu pemikiran untuk menghentikan polarisasi yang terjadi di masyarakat, dan mulai memperkuat rekonsilasi nasional dan tidak ada lagi residu di Pemilu 2024.

“Kita juga mengingatkan bahwa situasi ekonomi yang sulit saat ini bisa memunculkan perlawanan kaum miskin marjinal. Lalu, kemana arah Partai Gelora tentu kepada pihak-pihak yang bisa menerima ide-ide yang kita sodorkan untuk kepentingan Indonesia, bukan kepentingan pragmatis,” tegasnya.

Tiga King Maker

Sementara itu, Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro mengatakan, koalisi yang ada saat ini masih terus dinamis hingga pendaftaran calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres)

Koalisi tersebut, katanya, masih bisa berubah setiap waktu, karena politik Indonesia menganut sistem last minute.

“Jadi sebelum ada pendaftaran pemilu, koalisi kita belum sah, karena koalisi kita menganut sistem last minute. Seperti pada Pemilu 2019, kita tidak menyangka Sandiaga Uno sama-sama dari Gerindra berpasangan dengan Prabowo dan KH Ma’ruf Amin yang tidak pernah di sebut-sebut menjadi pendamping Jokowi di periode kedua,” kata Bawono.

Bawono menilai ada tiga ‘king maker’ yang akan berperan dalam menentukan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Yakni Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Presiden Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Sehingga tidak mudah menentukan konsensus pasangan calon yang akan diusung blok koalisi besar, sehingga potensi tiga pasangan akan terjadi. Kalau PDIP ikut akan terjadi head to head lagi seperti Pilpres 2019 lalu,” katanya.

Sehingga Megawati tetap akan menjadi king maker untuk menentukan pasangan capres dan cawapres koalisi besar, serta PDIP sendiri apabila tidak bergabung ke koalisi besar.

Jika PDIP tidak bergabung, maka Presiden Jokowi akan lebih leluasa menjadi king maker untuk menentukan pasangan capres dan cawapres koalisi besar yang telah difasilitasinya.

Sementara Surya Paloh tetap akan menjadi king maker untuk menentukan capres pendamping Anis Baswedan yang akan diusung koalisi perubahan.

“Jadi kemungkinan nanti akan ada tiga koalisi, dan masing-masing koalisi memiliki keunikan. Kenapa saya mengatakan, nanti ada tiga koalisi, karena sikap PDIP masih misteri, belum menyatakan bergabung ke koalisi besar atau mengusung capres sendiri,” katanya.

Namun, ia memprediksi sikap politik PDIP itu akan diputuskan dalam tiga bulan ke depan. Sikap politik PDIP ini, akan mengubah peta politik ke depan.

“Jadi king maker masih ada Megawati dan Surya Paloh, meski sampai sekarang mereka bersitegang, karena Surya Paloh mengusung Anies Baswedan. Sekarang muncul king maker baru, Jokowi yang mereka bentuk dalam dua pemilu sebelumnya,” papar Bawono.

Sedangkan Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, apabila koalisi dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) terwujud dalam satu koalisi besar, maka hal ini akan jadi tolok ukur baru dalam pembentukan gabungan partai politik di Indonesia.

“Kalau koalisi ini terwujud dan berhasil diwujudkan sampai pendaftaran capres nanti pada Oktober 2023, saya kira itu akan jadi milestone baru dalam proses pembentukan koalisi di Indonesia,” kata Arya.

Selain itu kata Arya, jika koalisi tersebut terwujud maka mereka akan mewakili sekitar 50 persen proporsi kursi di DPR.

Sebab sebagaimana diketahui, KIB terdiri dari PAN, Golkar dan PPP, sementara KKIB terdiri dari Gerindra dan PKB.

Arya memastikan penggabungan dua koalisi tersebut melebur dalam satu wadah, akan mempengaruhi konstelasi politik ke depan.

“Dan kalau itu terwujud itu juga akan mewakili sekitar 50 persen proporsi kursi di DPR, dan tentu juga akan mempengaruhi konstelasi politik ke depan,” katanya.

DPW PKS Sumsel Dilaporkan Erza Saladin ke Polrestabes Palembang, Diduga Rampas Aset Pribadi Miliknya

Partaigelora.id-Ketua DPW Partai Gelombang Rakyat (Partai Gelora) Indonesia Sumatera Selatan (Sumsel) Erza Saladin melaporkan DPW Partai Keadilan Sejahtera ke Polrestabes Palembang, karena diduga telah melakukan penyerobotan dan perampasan aset pribadi miliknya.

Laporan tersebut disampaikan Erza Saladin melalui empat kuasa hukumnya yang diketuai oleh Muhamad Ahsan, S.H pada Minggu (2/4/2023). Kuasa hukum lainnya yang mendampingi adalah Amri Farizal, S.H., M.H. Erwan, S.H dan M. Alwan Pratama Putra, S.H.

Adapun aset pribadi milik Erza Saladin yang dirampas DPW PKS adalah dua buah unit ruko dan satu bidang tanah. Dua ruko tersebut, satu asetnya atas nama Erza Saladin dan satu ruko atas nama Muhamamd Tukul.

Kedua ruko tersebut yang beralamat di Jalan Demang Lebar Daun Nomor 2599 Kelurahan Bukit Baru, Kecamatan IB I Palembang, Sumsel yang kini menjadi kantor DPW PKS Sumsel.

Sedangkan satu bidang tanah aset Erza Saladin itu atas nama Muhammad Tukul yang terletak di Jalan Demang Lebar Lebar Daun, Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan IB I Palembang dengan luas 1.400 meter persegi.

“Kepemilikan aset ini dibeli dari uang pribadi klien kami. Tidak ada dari uang lain dalam hal ini atau pihak lain turut serta membeli kepemilikan aset ini,” kata Muhamad Ahsan, S.H kepada dalam keterangannya, Senin (3/4/2023).

Ahsan mengatakan, DPW PKS Sumsel dilaporkan ke Polrestabes Palembang dengan pasal 362 KUHP. “Jadi kami melaporkan DPW PKS Sumsel dengan pasal 362 KUHP, dimana setiap perbuatan mengambil barang milik orang lain dapat dianggap sebagai ‘Melawan Hukum’ dan perbuatan tersebut dilakukan dengan niat jahat, dan kami telah mengadukan tindak pidana tersebut pada November 2022,” katanya.

Sementara terkait pasal 266, kata Ahsan, DPW PKS Sumsel telah mengadukan Erza Saladin ke Polrestabes Palembang, bahwa tiga aset tersebut bukan milik pribadi Ketua DPW Partai Gelora Indonesia Sumsel, melainkan aset DPW PKS Sumsel.

“Jadi klien kita juga diadukan pihak DPW PKS Sumsel dengan pasal 266 di Polrestabes Palembang. Kita melaporkan balik DPW PKS dengan pasal 362 KUHP” ujar Ahsan yang juga sebagai Ketua Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Bulan Bintang Sumsel ini mengaku sudah mendapat jawaban dari penyidik Polrestabes Palembang, bahwa laporannya akan segera ditingkatkan pada tahap penyidikan pada pekan depan, karena bukti-bukti yang disampaikannya lengkap.

Ahsan mengungkapkan, asal mula dugaan perampasan aset milik kliennya berawal ketika Erza Saladin menjadi Ketua DPW PKS Sumsel. Sebagai Ketua DPW PKS Sumsel saat ini, Erza Saladin lantas meminjamkan asetnya sebagai kantor DPW PKS Sumsel tanpa syarat, karena PKS Sumsel tidak memiliki kantor untuk sekretariat operasionalnya.

“Tetapi dalam perjalanan klien kami ini, sebagai Ketua DPW PKS Sumsel tahun 2018, tiba-tiba diberhentikan secara sepihak tanpa prosedur sebagai ketua partai. Maka, wajar kalau kliennya meminta aset yang kini dijadikan Sekretariat DPW PKS Sumsel agar dikembalikan, tapi pihak DPW PKS Sumsel menolak untuk mengembalikan,” katanya.

Ia menilai DPW PKS Sumsel telah melakukan kezaliman dengan merampas aset milik kliennya, Erza Saladin. Ahsan juga tidak habis pikir, bagaimana PKS yang dikenal sebagai partai Islam penjaga moral umat, justru mengambil dan merampas aset yang bukan milik mereka.

“Ini saya kira adalah bentuk kezaliman yang seharusnya tidak dilakukan oleh DPW PKS Sumsel dan kami sebagai kuasa hukum Erza Saladin, kami akan lawan bentuk kezaliman ini dimanapun dalam koridor hukum yang berlaku,” katanya.

Ahsan mengatakan, usai dipecat dari PKS pada 2018, Erza Saladin kemudian bergabung dengan Partai Gelora pimpinan Anis Matta dan Fahri Hamzah pada 2019. Erza Saladin lantas mendirikan Partai Gelora di Sumsel dan ditunjuk sebagai Ketua DPW.

“Pada tahun 2019 kliennya masuk Partai Gelora dan beliau ditunjuk sebagai Ketua DPW Partai Gelora Provinsi Sumsel. Karena itu, klien kami minta agar aset miliknya yang dirampas DPW PKS Sumsel agar dikembalikan, karena aset tersebut hanya dipinjamkan,” pungkasnya.

Fahri Hamzah Dukung Upaya Mahfud MD Bongkar Kasus Transaksi Janggal Rp 349 Triliun Sampai ke Akar-akarnya

Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengaku pesimis kasus transaksi jangggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 349 triiliun yang diungkap Menko Polhukam Mahfud MD akan menemui titik akhir.

Fahri menduga kasus yang sedang heboh saat ini bisa jadi dibiarkan begitu saja tanpa ada penyelesaian akhir, karena adanya kultur bersengkongkol diantara para pejabat untuk menghentikan kasus-kasus besar.

“Kadang-kadang di belakang itu ada yang mulai ngomong, mungkin juga bisa sampai kepada pemimpin tertinggi. Pak, jangan diteruskan pak, ini orang bantu kita,” kata Fahri dalam keterangannya, Sabtu (1/4/2023).

Sehingga pembicaraan terkait hal ini akan dibatasi, karena apabila diungkap akan banyak pihak yang terlibat. “Sehingga dibatasilah (masalahnya). Jadi memang ada kultur bersekongkol yang luar biasa di negara kita ini,” ujarnya.

Fahri mendukung upaya Mahfud untuk membongkar kasus transaksi janggal Rp 349 triliun di Kemenkeu ini sampai ke akar-akarnya, karena merugikan keuangan negara mencapai ratusan triliun.

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini menilai posisi Mahfud sebagai Menko Polhukam dan Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sangat strategis dalam menyelesaikan permasalahan di berbagai bidang.

“Tapi seberapa besar Pak Mahfud difungsikan dan dipercaya oleh Presiden, kita nggak tahu. Karena kalau dia dipercaya, sebenarnya begitu dia sebagai Ketua komite tahu ini ada masalah, kan sederhana, nggak perlu ribut lah,” katanya.

Mahfud bisa langsung lapor ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) apabila menduga ada transaksi ilegal atau money loundring di Kemenkeu. Kemudian meminta petunjuk untuk mengambil langkah hukum selanjutnya.

“Kalau sekarang terjadi perbedaan data yang diterima Pak Mahfud dan Sri Mulyani (Menteri Keuangan), karena memang belum adanya kematangan dalam menyusun temuan dugaan transaksi ilegal tersebut,” katanya.

Menurutnya, pihak-pihak yang melaporkan temuan ini pun terjebak dalam sistem persekongkolan. Sebab, dengan diungkap, mereka berharap masalah tersebut, tidak akan terselesaikan.

“Kalau anda bagian dari persekongkolan, pasti anda nggak bisa selesaikan di dalam. Atau juga kalau anda bagian dari persekongkolan, anda sekedar mengambil untung saja dari ini semua, tapi intinya anda tidak akan selesaikan,” katanya.

“Anda hanya akan mendapatkan pujian dari publik, setelah anda dapat viral, sudah cukup. Tapi masalah persekongkolan ini tidak selesai,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan secara resmi mengenai dugaan transaksi janggal di Kemenkeu Rp 349 triliun saat Rapat Kerja dengan Komisi III DPR pada Rabu (29/3/2023).

Dalam kesempatan itu, Mahfud antara lain menyinggung nama Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkeu Heru Pambudi hingga eks Inspektur Jenderal Kemenkeu Sumiyati soal dugaan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp 189 miliar .

Namun, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara membantah adanya upaya internal untuk menutupi pelaporan terkait dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp 349,8 triliun selama kurun 2009-2023 di Kemenkeu.

“Karena memang kita bekerja dengan 300 surat, dan keseluruhannya memang sama. Sumber datanya sama, yaitu rekap surat PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Cara menyajikannya bisa berbeda, tapi kalau dikonsolidasi, ya, ketemu,” kata Suahasil di Jakarta, Jumat (31/3/2023).

Dari 300 surat laporan hasil analisis (LHA) PPATK, 200 di antaranya dikirimkan kepada Kemenkeu. Dari jumlah tersebut, ada 135 surat terkait korporasi dan pegawai Kemenkeu dengan nilai transaksi Rp 22 triliun, dan nilai inilah yang disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR, Senin (27/3/2023).

Fahri Hamzah Minta Pemerintah Cari Tahu Apa yang Sebenarnya Terjadi Dibalik Putusan FIFA Batalkan Piala Dunia U-20 di Indonesia

Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah meminta pemerintah perlu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dibalik pembatalan status Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.

Ia tidak menyangka dengan putusan FIFA yang membatalkan Piala Dunia U-20 di Indonesia. Menurut Fahri, keputusan FIFA itu tidak terlepas dari hal-hal politis.

Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan tempat istimewa kepada Presiden FIFA Giovanni Infantino untuk menyampaikan pidato khusus di depan para pemimpin dunia saat KTT G20 Tahun 2022.

“Saya tidak pernah menyangka bahwa FIFA akan bertindak seperti ini kepada Indonesia, mengingat bahwa pada event paling penting G20 yang berlangsung di Bali tahun lalu, Presiden Jokowi telah memberikan tempat yang sangat istimewa bagi Presiden FIFA dan bahkan menyampaikan pidato yang khusus di depan para pemimpin dunia. Bahkan membagikan bola kepada mereka yang akan ditendang dalam event piala dunia di Qatar,” kata Fahri Hamzah Jumat (31/3/2023).

Karena itu, dalam skala negara, kata Fahri, pemerintah harus mencari tahu alasan fundamental apa yang terjadi sebenarnya yang menjadi alasan FIFA.

“Kalau FIFA bermain politik, memang selama ini FIFA selalu berkait dengan politik, di Qatar FIFA melarang Rusia bermain atas argumen invasi kepada Ukraina. Padahal yang menginvasi Ukraina itu adalah politisi Vladimir Putin tapi klub sepakbola jadi korban. Sama juga dengan kasus Israel,” lanjut Fahri.

Fahri menyoroti surat FIFA yang hanya mempertimbangkan Kanjuruhan sebagai dasar pencopotan status tuan rumah Indonesia.

Untuk itu, dia meminta PSSI dan pemerintah memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait apa yang sebenarnya terjadi.

“Dalam surat keterangan publik, FIFA sama sekali tidak menyebutkan kasus Israel, justru yang disebutkan adalah terkait kasus Kanjuruhan dan apakah kemudian yang dimaksud adalah juga berkaitan dengan keamanan yang tidak menyebutkan target keamanan itu siapa pun. Mengingat berkali-kali event besar diselenggarakan tanpa insiden. Jadi adalah tugas PSSI dan pemerintah untuk memberikan kejelasan kepada masyarakat agar menjadi jelas ada apa dibalik semua ini,” tegasnya.

FIFA Tidak Fair

Sementara itu, Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelora Achmad Nur Hidayat juga mengatakan hal serupa. Ia menilai alasan FIFA yang membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, karena melihat perkembangan situasi terkini masih jelas sebenarnya apa yang dimaksud FIFA.

Jika alasannya adalah terkait delegasi Israel, maka keputusan membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah karena adanya penolakan dari sebagian pihak adalah berlebihan.

Sebab, masih banyak jalan keluar terhadap hal tersebut tanpa harus membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah.

Presiden Jokowi sendiri sudah memberikan pidato terkait hal tersebut. Dimana pemerintah Indonesia akan menjamin keamanan tim Israel untuk bertanding ke Indonesia, meskipun Indonesia sendiri tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Namun, dalam event ini Pemerintah Indonesia telah menjamin keselamatan tim sepakbola Israel.

“Jika pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah hanya karena alasan penolakan sebagian pihak di Indonesia terhadap delegasi Israel, maka kita Bangsa Indonesia patut mempertanyakan apakah FIFA dibawah pengaruh Israel sehingga terlalu mengistimewakan Israel,” katanya.

Bahkan jika alasan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah karena tragedi sepak bola Kanjuruhan maka mestinya keputusan pembatalan tersebut dilakukan sudah sejak jauh jauh hari dan bukan saat ini.

Menurutnya, keputusan FIFA membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U20 adalah keputusan yang tidak fair, serta melecehkan martabat bangsa Indonesia.

“Indonesia seakan-akan tidak mampu untuk menyelenggarakan event tersebut dengan baik dan menjaga keamanan seluruh delegasinya,” tegas Achmad Nur Hidayat.

Fahri Hamzah Dorong TAP MPR Dihidupkan Kembali untuk Urai Problem Konstitusional dan Ketatanegaraan

Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mendorong untuk mengaktifkan kembali kewenangan MPR RI, berupa Ketetapan (TAP) MPR RI. Hal itu dilakukan untuk mengurai problem konstitusional dan ketatanegaraan saat ini.

“Jika intervensi politik tingkat tinggi diperlukan dalam mengurai kebuntuan politik, maka yang melakukannya adalah sebuah lembaga yang cukup kuat dalam sejarahnya,” kata Fahri, Kamis (30/3/2023).

Hal ini disampaikan Fahri Hamzah dalam bedah buku ‘PPHN Tanpa Amandemen’ karya Ketua MPR RI Bambang Soesatyo di Gedung DPR/MPR, Rabu (29/3/2023) sore.

Di dalam hirarki peraturan perundangan, kata Fahri, TAP MPR berada pada di urutan kedua di bawah UUD 1945. Dimana TAP MPR, diatur dalam pasal 7 UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Ketetapan MPR tersebut adalah TAP MPRS dan TAP MPR sampai tahun 2002.

“Artinya, MPR RI tidak lagi bisa membuat ketetapan, karena ketetapan produk di atas tahun 2002 tidak masuk dalam hirarki peraturan perundangan. Maka penjelasan Pasal 7 UU 12 Tahun 2011 mutlak harus dihapus dengan Revisi Undang-Undang,” ujarnya.

Dengan demikian dengan dihapusnya pasal tersebut, diharapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) bisa ditetapkan sebagai TAP MPR.

Menurut Fahri, bangsa besar seperti Indonesia dapat saja ditengah jalan menghadapi tantangan yang berasal dari luar dan dari dalam negeri. Dari luar misalnya, apabila terjadi perang yang berdampak pada kawasan di Indonesia.

“Dari dalam bisa terjadi misalnya, apabila kita membaca ada kesalahan yang berulang-ulang serta berpotensi menciptakan bom waktu dalam demokrasi kita. Sebut saja kesalahan berulang-ulang dalam penyelenggaraan Pemilu yang akhirnya berakibat pada buruknya sistem politik dan kacaunya sistem ketaatanegaraan,” tandasnya.

Kemudian terjadi perdebatan tentang sistem proporsional terbuka dan tertutup dalam pemilu misalnya, sebagai koreksi atas degradasi mentalitas pemilih dan yang dipilih.

Fahri berpandangan perlunya instrumen yang bisa mengkoreksi sistem representasi secara fundamental yang akan berakibat pada perbaikan sistem politik dan penyelenggaraan negara secara utuh.

“Katakanlah jika implikasi dari perubahan itu dapat disetarakan dengan terjadinya reformasi jilid dua pasca amandemen konstitusi dan jatuhnya rezim orba seperempat abad yang lalu. Maka kita tidak bisa lagi membiarkan ini menjadi aspirasi yang meledak dan menjadi demonstrasi dan kerusuhan. Jadi, selayaknyalah MPR RI mengambil inisiatif untuk lahirnya sebuah ketetapan yang mengoreksi jalannya sistem Pemilu dan sistem politik yang ada sekarang,” tegasnya.

Ia menegaskan TAP MPR itu, harus lahir dalam keadaan darurat. Bisa dikatakan sebagai Perppu di kamar legislatif untuk melakukan koreksi jalur cepat ketatanegaraan kita.

Oleh sebab itu, perlu dipikirkan secara lebih serius situasi ke depan yang diakibatkan oleh pembiaran terus menerus dan kesalahpahaman yang tidak ada jalan keluarnya atau jalan buntu Konstitusi (contitutional deadlock), baik oleh DPR, Presiden dan juga Mahkamah Konsitusi.

Dalam kesempatan ini ia menyampaikan 7 (tujuh) catatan untuk mengingatkan semua pihak, khususnya para politisi dan pengambil kebijakan tertinggi akan pentingnya kewaspadaan agar jangan sampai bangsa ini menghadapi jalan buntu.

Partai Gelora Soroti Cadangan Beras Pemerintah di Bulog yang Tinggal 220 Ribu Ton di Tengah Panen Raya

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menyoroti masalah cadangan stok cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog yang tinggal 220 ribu ton, padahal saat ini tengah musim panen.

Partai Gelora menduga ada permainan kartel yang menginginkan adanya impor beras untuk memenuhi cadangan beras pemerintah, bukan berasal dari penyerapan beras petani.

“Disinilah perlunya kita bersama-bersama segera membangun kemandirian, supaya bangsa kita tidak impor lagi. Masa wilayahnya subur, kita impor terus dan menjadi bangsa yang tidak bersyukur. Tanahnya subur, tapi pertaniannya impor,” kata Achmad Nur Hidayat, Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelora dalam Gelora Talk bertajuk ‘Ramadhan 1444 H, Ketahanan Pangan dan Konsumsi Bijak di Bulan Ramadhan, Rabu (29/3/2023) sore.

Menurut dia, Partai Gelora sangat konsen terhadap kemandirian bangsa sejak krisis terjadi, yang dimulai dari pandemi Covid-19 yang sekarang diperparah dengan dampak perang Rusia-Ukraina.

“Partai Gelora sudah mewanti-wanti tantangan ke depan, yang dihadapi Indonesia dan dunia adalah masalah pangan. Pemerintah tidak bisa lagi membuat kebijakan yang sifatnya pemadam kebakaran saja,” katanya.

Ia menilai pemerintah terlihat gagap dalam mengantisipasi dampak krisis saat ini. Para stakeholder di pusat dan daerah, yang memiliki policy maker seharusnya mulai membangun kemandirian pangan.

“Membangun kemandirian ini jauh lebih penting, dibandingkan menyelesaikan masalah pangan dengan impor, impor dan impor lagi, mau sampai kapan kita impor? Bagaimana petani mau sejahtera, ketika panen bukannya menyerap beras petani, tetapi pemerintah mau impor lagi 2 juta ton,” katanya.

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa Ketut mengatakan, bahwa cadangan pangan pemerintah secara prinsip masih cukup dan aman hingga akhir tahun.

Sebab, cadangan pangan itu, jika mengacu pada UU No.18 Tahun 2022 tentang Pangan adalah cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan di masyarakat.

“Problemnya sekarang adalah ketika pemerintah mau melakukan intervensi saat terjadi gejolak harga, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa, karena cadangan beras pemerintah per 24 Pebruari tinggal 220 ribuan ton, mungkin sekarang menurun lagi,’ katat Ketut Astawa.

Sementara pada yang sama, lanjut Ketut, pemerintah memberikan bantuan beras 10 kg per penerima kepada 21,353 juta keluarga penerima manfaat (KPM) selama tiga bulan, sehingga dibutuhkan sekitar 630 ribu ton beras untuk kebutuhan Maret, April dan Mei.

“Sekarang juga terjadi anomali saat musim panen, harusnya harga beras pada bulan Pebruari, Maret dan April turun, tetapi justrunya harganya naik. Pemerintah telah menugaskan Bulog untuk menyerap beras petani, tetapi harganya terlalu tinggi, sehingga stok beras di Bulog masih 220 ribuan ton saat ini,” ungkapnya.

Selain itu, penggilingan besar yang selama mamasok beras untuk Bulog juga hanya mampu mensuplai beras sebanyak 60 ribuan ton saja. Sehingga dalam Rapat Pimpinan di Kementerian Perekonomian diputuskan untuk impor lagi 2 juta.

“Beras impor itu nantinya akan digunakan untuk memenuhi bantuan 630 ribu ton kepada keluarga penerima manfaat dan untuk stabilitas harga sekitar 220 ton per bulan,” jelasnya.

Ketut menegaskan, persoalan pangan akan selesai apabila pemerintah memiliki kekuatan akan cadangan pangan dan memiliki kemandirian sebagai bangsa.

Namun, ia mengatakan, Bapanas saat ini masih memiliki kendala koordinasi untuk mengkoordinasikan istansi terkait dalam pemenuhan cadangan pangan pemerintah.

“Masalah itu akan selesai, kalau regulasi yang kita sebut sebagai Sistem Pangan selesai dibahas. Jadi pemerintah dalam memenuhi cadangan pangan itu, harus menjaga di hulu, tengah dan hilirnya atau konsumsi,” katanya.

Tidak Ada Kebijakan Komprehensif

Sementara itu, ekonomi senior Hendri Saparani mengatakan, timbulnya masalah pangan karena pemerintah tidak memiliki kebijakan komprehensif yang menempatkan pangan sebagai keberpihakan strategis.

“Kan Bapanas mengatakan, bahwa cadangan pangan itu ada pemerintah dan masyarakat. Pertanyaannya, apakah masyarakat akan menggelontorkan pangan ketika dibutuhkan? Jawaban tidak!” katanya Hendri.

Jika pemerintah memiliki kebijakan strategis soal pangan, maka pemerintah akan menjaga harga kebutuhan pangan agar tidak naik, selain memenuhi masalah ketersediannya.

“Ini seolah-olah kalau harga naik saat Ramadhan, Lebaran atau Natal itu diangkat sebagai hal wajar, dan masyarakat hanya bisa pasrah saja. Kalau di negara lain ada pengontrolan harga, tapi kalau kita diserahkan ke market atau pasar,” katanya.

Hendri dapat memaklumi, kenapa pemerintah tidak bisa mengontrol harga pangan, karena cadangan pangan pemerintah hanya sekitar 25 persen saja.

“Bagaimana pemerintah mau menjaga harga pada saat sama hanya memegang cadangan pangan 25 persen, sementara 75 persen lagi beras ditentukan perusahaan impor,” ujarnya.

Ia berharap pemerintah memberikan anggaran di APBN untuk Bulog dalam memenuhi stok cadangan pangan pemerintah, bukan sebaliknya disuruh cari sendiri pendanaan secara komersil.

“Selama ini banyak kebijakan yang tidak memudahkan Bulog, tidak hanya masalah beras saja, tetapi komoditas yang lain. Ini yang mulai dipikirkan pemerintah, beri anggaran di APBN, bukan harus mencari pendanaan komersil,” katanya.

Hendri meminta pemerintah segera merombak kebijakan pangannya dan menetapkan arah baru kebijakam pangan secara komprehensif.

“Lalu, ada pertanyaan apakah salah kalau pemerintah impor, ya tidak salah karena memang cadangan pangannya tidak ada. Dan saya kira peran Bulog harus ditingkatkan untuk memenuhi cadangan pemerintah agar tidak menjadi pesuruh saja,” pungkasnya.

Ahli Imunologi dan Mikrobilogi Rina Adeline menambahkan, masalah pangan tidak pernah selesai, karena ada permintaan, sehingga suplainya tidak terkontrol.

Padahal saat ini sudah tejadi pergeseran budaya mengenai konsumsi makanan di masyarakat, dari sebelumnya memasak sendiri, sekarang lebih suka mengkonsumsi makanan jadi.

“Jadi berdasarkan sensus kita, terjadi pergesean pengeluaran masyarakat kita, dari budaya memasak sendiri menjadi makan makan jadi. Itu mencapai 220 ribu orang per kapita. Jika melihat data itu, cadangan pangan pemerintah harusnya cukup,” kata Rina Adeline.

Ia meminta agar masyarakat mulai beralih dalam memenuhi kebutuhan karhidratnya tidak lagi didapatkan dari konsumsi beras, tapi bisa dialihkan ke konsumsi sayuran dan buah-buahan.

“Sayuran dan buah-buahan itu karbohidratnya lebih kompleks, lebih lengkap dibandingkan beras. Ini bisa menjadi edukasi ke masyarakat agar kelurga kita lebih banyak mengkonsumi sayuran dan buah-buahan, daripada beras. Hal ini, saya juga bisa menjadi program untuk bergaining ke pemerintah,” tegasnya.

Jawab Tantangan Masa Depan, Partai Gelora: Kita Butuh Kolaborasi dan Nasionalisme Baru dalam Bernegara

Partaigelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menilai benturan ideologi politik antara Islam dan nasionalis, seperti Islam melawan komunis, dan Islam melawan sosialis yang sudah ada sejak era Presiden RI Soekarno, masih terjadi hingga kini. Benturan ideologi politik tersebut, semakin tajam menjelang Pemilu 2024.

“Seharusnya, benturan ideologi ini tidak harus terjadi. Karena sejatinya Islam dan nasionalis bukanlah sesuatu yang perlu dibenturkan. Seharusnya saling menguatkan,” kata Tengku Zulkifli Usman, Juru Bicara (Jubir) Nasional Pemenangan Pemilu Partai Gelora dalam keterangannya, Selasa (28/3/2023).

Menurut dia, masalah Islam dan nasionalis sudah selesai, ketika Indonesia ditakdirkan menjadi negara muslim terbesar di dunia. Seharusnya Islam dan nasionalis harus jalan berdampingan secara elegan.

Partai Gelora, partai nomor 7 di Pemilu 2024 ini berpandangan ada upaya terus menerus yang dilakukan kelompok tertentu untuk membenturkan Islam dengan nasionalis pasca reformasi.

“Golongan yang mengaku nasionalis takut kepada Islam. Dan kalangan Islam juga mencurigai kalangan nasionalis. Seharusnya ini tidak boleh terjadi,” kata Tengku Zulkifli

Salah satu faktor utama benturan itu, katanya, adalah ketidakmampuan melakukan rekonsiliasi ideologi dan konsolidasi demokrasi secara tepat.

Faktor lainnya, adalah faktor luar, dimana rezim di Indonesia banyak mendengar bisikan luar tentang islamphobia, sehingga menimbulkan ketegangan yang terus menerus antara Islam dan nasionalis, Islam dan negara.

Partai Gelora termasuk yang merasa prihatin dengan realitas ini. Oleh sebab itu, Partai Gelora mengusulkan upaya rekonsiliasi dan konsolidasi demokrasi, sehingga upaya persatuan akan tercapai.

“Karena pada dasarnya, apapun ideologi penguasa, baik itu Islam ataupun nasionalis. Jika basisnya adalah gotong royong dan ada rasa saling berkolaborasi. Maka benturan seperti ini tidak harus terus berlanjut,” ujarnya.

Pasca reformasi, lanjutnya, upaya untuk membenturkan ideologi juga terus berjalan. Hal ini sebenarnya sudah tidak relevan, mengingat zaman yang sudah berubah dan tantangan Indonesia juga yang sudah berubah.

“Partai Gelora tidak punya masalah dengan nasionalis dan juga tidak punya masalah dengan Islam, karena sebenarnya keduanya adalah khazanah kekayaan kita. Tidak seharusnya dijadikan sebagai alat untuk saling membenturkan. Inilah yang kami sebut nasionalisme baru yang kita butuhkan,” tegasnya.

Karena itu, kata Tengku Zulkifli, Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta menawarkan sebuah semangat baru dan narasi baru dalam bernegara. Sebab, Indonesia sebagai bangsa saat ini harus mampu menjawab tantangan masa depannya yang tidak menentu saat ini.

Sebab, kondisi dunia saat ini tidaklah sama dengan masa lalu. Tidak sama dengan era dimana dunia baru selesai Perang Dunia II dalam iklim bipolar atau era pasca perang dingin dengan iklim unipolar.

“Dunia saat ini ada dalam kondisi multipolar. Dimana lahir banyak kekuatan baru yang menantang posisi aman dan status quo Amerika,” jelasnya.

Yakni ada Rusia yang menantang adidaya dengan militer nya, dan ada China yang menantang adidaya dengan size ekonomi nya. Titik keseimbangan Dunia sudah berubah total.

“Partai Gelora menawarkan jalan tengah, jalan kolaborasi, jalan rekonsiliasi sesama anak bangsa untuk menatap Indonesia baru dengan arah baru yang lebih naratif,” ujar Tengku Zulkifli Usman

Ia menegaskan, tidak ada keuntungan sama sekali dengan adanya benturan benturan ideologi tadi di dalam negeri kita. Kecuali kita akan kalah dan masuk jebakan musuh.

Partai Islam dan partai nasionalis sudah seharusnya melihat kepentingan bangsa yang lebih luas dan berhenti untuk saling berbenturan. Karena hanya dengan modal persatuan ini, kita akan selamat dalam meniti langkah kedepan.

Bahkan, menurutnya, tidak ada artinya jika partai nasionalis dan lebel pancasilais, apabila tidak menegakkan konstitusi. Masih rajin memelihara feodalisme, rajin pencitraan namun nihil kerja kerja nyata yang bisa dirasakan oleh rakyat.

“Apa artinya lebel partai Islam, jika Ketuanya masuk penjara dan ditangkap KPK. Regenerasi yang tidak berjalan, dan demokrasi yang gagal di dalam tubuh partainya sendiri,” tegasnya.

Fondasi Berpikir

Dalam kesempatan ini, Jubir Nasional Pemenangan Pemilu Partai Gelora Tengku Zulkifli Usman mengatakan, nasionalisme seharusnya dipakai untuk fondasi berpikir untuk memperbaiki bangsa. Bukan sebaliknya untuk politik praktis semata.

Agama juga seharusnya dipakai untuk memperkuat sendi sendi negara. Memperkuat pertahanan dan kedaulatan dalam negeri untuk persiapan menuju negara maju.

“Agama jangan hanya dipakai untuk mencari dukungan suara demi pemilu semata. Seharusnya agama tidak dipakai untuk menipu rakyat 5 tahunan demi ambisi ketua umum partai untuk sekedar berkuasa dan menunggangi suara umat,” katanya.

“Nasionalisme dan agama seharusnya juga bukan untuk dipakai hanya demi kepentingan politik sesaat. Bukan untuk ambisi rendah para politisi hanya demi mengejar target elektoral semata,” imbuhnya.

Wakil Ketua Bidang Narasi DPN Partai Gelora ini menegaskan, Partai Gelora tidak mau sibuk dengan isu pro kontra partai Islam atau partai nasionalis.

Sebab, Partai Gelora bukan partai yang sibuk mengurus ceruk ceruk pemilih, apakah ceruk kanan apa ceruk kiri, apakah pemilih kanan atau pemilih kiri.

“Bagi kami, siapapun anak bangsa yang ingin melihat Indonesia menjadi negara bersih dari korupsi, negara yang kuat militernya, canggih teknologi nya, makmur rakyatnya, sejahtera penduduk nya, matang demokrasi nya, tegak konstitusi nya. Maka bergabunglah dengan Partai Gelora,” ajaknya.

Partai Gelora tidak mau terjebak, apakah masuk partai Islam atau partai nasionalis, partai agamis atau partai pancasilais, tidaklah penting. Karena Partai Gelora punya cita-cita untuk menjadikan Indonesia jauh lebih baik dan memiliki daya tawar tinggi di level dunia.

Tengku Zulkifli menegaskan, Partai Gelora ingin mengakhiri konflik konflik yang tidak perlu dan menguras tenaga. “Kita ingin melangkah jauh mempersiapkan Indonesia agar siap menghadapi tantangan tantangan global di depan mata yang berpotensi mengancam Indonesia,” katanya.

Indonesia saat ini, lanjutnya, perlu narasi kolaborasi atau kerjasama sesama anak bangsa. Sehingga perbedaan yang ada harus dikelola dengan baik agar bisa diperjuangkan bersama-sama.

Adapun hal utama yang mendesak untuk dilakukan adalah mendidik generasi sekarang menjadi lebih baik dari generasi sebelumnya. Sehingga diharapkan akan muncul konsensus bersama sebagai bangsa yang serius untuk memajukan Indonesia ke depan.

“Kita lebih baik mengajak generasi sekarang untuk berpikir memiliki nasionalisme baru. Melihat Indonesia dengan penuh kebanggaan sebagai negara besar, dan berani mencita citakan Indonesia menjadi negara yang sejajar dengan negara superpower dunia lain,” pungkasnya.

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X