Tag: arah baru indonesoa

Soal Larangan Ekspor CPO dan Minyak Goreng, Anis Matta: Presiden Tak Perlu Ragu, Kembalikan Kepercayaan Rakyat kepada Pemerintah

, , , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah dan negara terkait kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah crude palm oil (CPO) dan minyak goreng. Anis Matta menilai Presiden Jokowi masih memiliki keraguan dalam kebijakan ini.

“Kita telah berdiskusi panjang lebar soal isu minyak goreng ini. Seharusnya pemerintah tidak perlu ragu dalam mengambil keputusan terhadap pilihan-pilihan yang telah diambil dengan membuat prioritas,” kata Anis Matta dalam Gelora Talks bertajuk ‘Setelah Pemerintah Melarang Ekspor Sawit dan Minyak Goreng, Apa Selanjutnya?’, Rabu (27/4/2022) petang.

Menurut dia, pilihan yang telah diambil seharusnya tidak perlu dipertentangkan antara kepentingan domestik kita dengan luar negeri. Yakni kepentingan menentramkan masyarakat dengan kepentingan mendapatkan keuntungan secara ekonomis.

“Dalam situasi sekarang, seharusnya kita mendapatkan keutungan besar, tapi kenapa itu jadi masalah. Kita juga tidak pernah bayangkan, bahwa akan ada kelangkaan BBM di Arab Saudi. Artinya, saya ingin memberi pesan kepada pemerintah, khususnya kepada presiden, intinya adalah kembalikan kepercayaan masyarakat kepada negara,” katanya.

Saat ini psikologi masyarakat, kata Anis Matta, telah rusak akibat isu minyak goreng dalam beberapa bulan ini. Sebab, permasalahannya sangat kompleks, sehingga memicu kenaikan harga komoditas lainnya.

“Di tengah situasi krisis ini, tantangan terbesar pemerintahan secara makro adalah inflasi. Semua negara mengalami inflasi dan krisis sosial secara global,” ujarnya.

Krisis sosial ini, lanjutnya, akan memicu revolusi sosial di semua negara, tak terkecuali Indonesia.

“Jadi kemampuan kepemimpinan nasional di masing-masing negara yang akan menentukan dalam menghadapi tantangan ini,” kata Ketua Umum Partai Gelora ini.

Anis Matta menegaskan, rakyat tentunya akan merespon sejauh mana kebijakan yang telah dilakukan pemerintahnya dalam menghadapi krisis ekonomi sekarang.

“Meski ekspor CPO memiliki keuntungan besar, tetapi kepercayaan rakyat kepada negara lebih utama untuk dikembalikan,” tegasnya.

Anis Matta kembali mengingatkan, bahwa dampak perang Rusia-Ukraina saat ini akan memperparah krisis global dan kejatuhan rezim di suatu negara, dan bukan mustahil juga bakal terjadi di Indonesia.

“Kenapa Putin ‘batuk’ di Ukraina, tapi yang jatuh Perdana Menteri Pakistan. Dan kita akan menyaksikannya lagi hal ini di seluruh dunia. Oleh karena itu, kita tidak perlu ragu, sebenarnya kembalikan saja kepercayaan masyarakat, kepercayaan rakyat kepada negara,” tandasnya.

Anis Matta menilai, keputusan politik yang diambil tidak perlu dipertentangkan lagi dengan pertimbangan non politik, karena akan mengurangi kapasitas pemimpinnya.

“Meski keputusan pemerintah ini, relatif membingungkan, tapi saya memberikan dukungan penuh keputusan Presiden melarang ekspor CPO dan minyak goreng. Pemerintah perlu konsisten, karena kapasitas pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini dipertanyakan akibat berbagai perubahan kebijakan,” katanya.

Namun, ekonom senior Dradjad Hari Wibowo yang juga hadir dalam diskusi ini memiliki pandangan berbeda. Dradjad menilai pelarangan ekspor CPO justru merugikan pemerintah, karena porsi penghasilan sawit Indonesia jumlahnya sangat besar.

“Saya beri contoh tahun 2020 untuk bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE), jadi ada dua yang dipungut pemerintah. Jatuhnya hampir 25 persen dari seluruh CPO milik RI,” kata Dradjad.

Apalagi ditambah pengenaan tarif pajak maka penghasilan pemerintah dari sawit di atas 40 persen. Pungutan pajak ini karena perusahaan-perusahaan CPO memiliki kewajiban membayar pajak.

“Bahkan di 2021 dan 2022 kemungkinan dengan harga CPO sekitar Rp 1.400 sampai Rp 1.500 per kilogram, pemerintah menarik penghasilan 33 persen lebih dari BK dan PE,” tutur Dradjad.

Dradjad menuturkan angka riil yang dilaporkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) per Desember 2021 sudah mencapai Rp 70 triliun melalui PE.

Sementara total pajak yang dikumpulkan dari perusahaan CPO sekitar Rp 20 triliun per bulan.

“Kalau pertahunnya mungkin Rp240 triliun, tapi saya tidak pasti tau karena nggak pernah diungkap ke publik data ini,” kata pria yang juga Ketua Dewan Pakar PAN ini.

Dradjad mengungkapkan hasil estimasi yang telah dilakukan pemerintah kemungkinan memperoleh Rp250 triliun sampai Rp300 triliun per tahun (dengan asumsi harga CPO sekarang sebesar 6.000 Ringgit Malaysia).

“Ini hanya dugaan kasar saya. Tapi dengan asumsi harga CPO saat ini rasanya agak sulit membayangkan pemerintah melarang ekspor sebab menembak kita sendiri,” jelasnya.

Sementara Wakil Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin yang juga menjadi narasumber dalam diskusi ini meminta pemerintah mengambil hikmah dari isu minyak goreng ini.

Sebab, publik akhirnya mengetahui ada permainan mafia dan kartelisasi yang melibatkan beberapa perusahaan perkebunan dan pengelola sawit.

“Kami ingin kebijakan ekonomi pertanian khususnya tata niaga kelapa sawit kita benar-benar dibentuk dengan pendekatan legislasi yang lebih fundamental di wilayah UU. Sehingga setiap kebijakan diharapkan bisa diatur secara proporsional antara kepentingan nasional dan kepentingan bisnis pelaku usaha,” kata Sultan.

Menurutnya, untuk memastikan pengendalian negara terhadap komoditas strategis seperti kelapa sawit harus diatur secara preventif sejak awal. Terutama dalam penguasaan lahan perkebunan yang melibatkan swasta yang notabene berkewarganegaraan asing.

“Jangan sampai pengusaha sawit yang menguasai alat produksi seperti pabrik CPO juga menguasai mayoritas lahan sawit. Inilah titik kritis liberalisasi dan kartelisasi tata niaga kelapa sawit yang harus kita hindari agar kita tidak terjebak dalam situasi kelangkaan komoditas dan inflasi yang terus terulang,” tegasnya.

Ia berharap UU nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan direvisi terutama mengenai aturan distribusi penggunaan lahan perkebunan milik negara.

“Kepentingan nasional harus menjadi orientasi dan tujuan utama dari setiap kebijakan pemerintah. Dengan demikian persoalan minyak goreng ini harus diselesaikan sejak dari hulu, baik dari sisi penguasaan lahan hingga intensifikasi perkebunan kelapa sawit,” katanya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi dalam diskusi ini menambahkan, kebijakan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng ini secara mikro memberikan perlindungan kepada konsumen.

Namun, turunan dari kebijakan ini masih dinilai tidak efektif dalam menyelesaikan permasalahan isu minyak goreng.

“Kita mengapresiasi dalam konteks perlindungan konsumen, apa yang diambil Presiden Jokowi. Tetapi itu, hanya terapi kejut saja, efek ekornya masih panjang. Kebijakan ini akan efektif atau tidak efektif itu, tergantung apa yang dikunci di minyak goreng ini, karena kebijakanya masih berubah-ubah” kata Tulus Abadi.

Karena itu, kata Tulus, YLKI bersama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membuat petisi online untuk membongkar dugaan kartel minyak goreng.

“Petisi online ini telah didukung oleh 14.000 lebih dari warga yang telah tanda tangan. Kami minta KPPU membongkar penyelidikan dugaan kartel minyak goreng atau bentuk pelanggaran undang-undang anti monopoli,” katanya.

Dugaan adanya kartel ini, kata Tulus Abadi, telah merugikan konsumen dan menyebabkan persaingan tidak sehat, sehingga membuat masyarakat tidak punya pilihan untuk membeli minyak goreng dengan harga mahal.

“YLKI meminta KPPU lebih serius lagi melakukan penyelidikan adanya dugaan kartel ini. Kita tidak semata soal mahalnya CPO, tapi ada praktek persaingan yang tidak sehat yang sangat merugikan konsumen,” jelasnya.

YLKI berharap KPPU dapat memberikan rekomendasi solusi jangka panjang, bukan jangka pendek dengan membongkar praktek kartel ini.

Dimana industri CPO dan minyak goreng, seharusnya memberikan keuntungan kepada semua pihak, bukan perusahaan saja, tetapi juga kepada negara dan masyarakat.

Pertemuan Istana dengan TP3, Anis Matta: Sinyal Positif Penegakan Hukum

, , , ,

Partaigelora.id – Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang terbunuh di KM 50 Jakarta Cikampek bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Selasa (9/3/2021).

Publik baru mengetahui adanya pertemuan tersebut setelah diungkap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam jumpa pers yang disiarkan lewat YouTube Sekretariat Presiden, Selasa siang.

Menanggapi pertemuan ini, Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengapresiasi pertemuan tersebut Hal ini menunjukkan para pemimpin dan elit mempunya1 kematangan demokrasi dan sinyal baik bagi penegakan hukum di di Indonesia

“Alhamdulillah, kemarin kita melihat para pemimpin dan elit politik menunjukan kematangan demokrasi dan harapan tegakkannya supremasi hukum yang lebih baik, sungguh pertemuan yang keren,” kata Anis Matta dalam keterangannya, Rabu (10/3/2021).

Dalam kesempatan itu, TP3 menyampaikan aspiriasi agar kasus penembakan di KM 50 diusut secara tuntas. Presiden Jokowi pun berjanji menangani kasus tersebut secara transparan.

Anis Matta mengaku sangat bahagia melihat pertemuan yang berlangsung hangat tanpa ketegangan tersebut. Isinya membahas hal yang substansi dan serius karena melibatkan korban jiwa, namun diselenggarakan secara padat, singkat penuh kehangatan.

Anis Matta memprediksi Indonesia semakin dekat keluar dari krisis pandemi dan krisis lainnya bila para pemimpin dan tokoh bangsa menunjukan sikap yang positif seperti itu.

“Iya, kita optimis bangsa ini segera keluar dari krisis akibat pandemi Covid-19 bila semangat pertemuan menyejukan itu terus dipelihara,” katanya.

Anis Matta menegaskan, prasyarat majunya sebuah bangsa adalah terciptanya rasa keadilan di tengah-tengah masyarakatnya.

Sebab, sehebat apapun capaian fisik dan materi pembangunan, tanpa disertai rasa keadilan, maka capaian fisik tersebut tidak sempurna.

“Rasa aman, sentosa dan sejahtera itu gabungan antara keterpenuhan kebutuhan materi dan hadirnya rasa keadilan,” katanya.

“Rasa keadilan tersebut hanya dapat ditempuh melalui supremasi hukum diatas semua kepentingan kelompok dan golongan. Saya kira publik membutuhkan kedua itu sekaligus apalagi disaat suasana pandemi ini,” imbuhnya.

Anis Matta mendorong agar pertemuan tersebut ditindaklanjuti melalui pendalaman hasil investigasi dan pelaksanaan rekomendasi Komnas HAM.

Komnas HAM sudah menyatakan adanya dugaan tindakan pidana dari kasus KM 50 dan aparat hukum perlu menunjukan bahwa rekomendasi tersebut dijalankan.

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X