Tag: habibah auni

Dirgahayu yang Kurindukan

,

Pagi hari itu di teras rumah seperti biasanya, kulihat Kakek duduk di kursi kayu favoritnya. Rutinitas yang dilakukannya pasca Nenek meninggal; meratapi Sang Kekasih yang pergi lebih dahulu. Pun genap sudah dua tahun berlalu, masih saja abadi rekam jejak cinta di benaknya.

Akan tetapi, ada yang berbeda dari pemilik tubuh renta itu – matanya terlampau membelalak, diikuti dengan mulutnya yang menganga. Setelahnya, air mata membasahi sekujur pipi yang kusut sebab usia. Sudah cukup bukti, betapa rasa kaget menyelimuti raganya. Cemas dan khawatir dengan kesehatan Kakek, aku pun memberanikan diri dan bertanya apa yang sedang dipikirkannya. Kakek pun menjawab bahwa ia sedang sedih sekaligus rindu.

Sebab di ulang tahunnya yang menuju 1 abad – kata Kakek – menjalani kehidupan seorang diri. Tidak ada nenek yang menemani. Sekarang yang tersisa hanyalah kerinduan mendalam.

Rindu yang beragam, baik itu suka maupun duka. Baik itu cinta atau benci. Baik itu di saat senang ataupun di kala sulit. Semua ekspresi – ekspresi itu turut mewarnai kisah asmara Kakek dan Nenek yang terbukti melanggeng, hingga maut memisahkan keduanya. 

Yang tak lain memperlihatkanku, bahwa (perjuangan) masa lalu Kakek adalah, anak-anak tangga yang membentuk suatu tangga yang berukuran tinggi. Saat kau berhasil menapaki anak tangga tertinggi dan menengok ke belakang, akan terlihat aneka memoria yang sudah kusebutkan tadi. Tak ayal membuat diri rindu dengan romantisme masa lampau.

Sama halnya dengan perjuangan memperoleh kemerdekaan Indonesia. Para pemuda kala itu – turut menapaki anak tangga bangsa – yang merupakan dambaan mereka. Hidup di saat Indonesia dijajah – tepatnya di antara 350 tahun itu – tentu bukan perkara yang mudah dihadapi. Ya, mereka telah melewati banyak suka dan duka; cinta dan benci; senang dan sulit.

Agung Pribadi dalam bukunya yang berjudul Gara – Gara Islam (2019), mengisahkan betapa gigihnya pejuangan para pahlawan. Mereka – pahlawan – pahlawan itu – mengupayakan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, yang mana bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364. Bulan yang dianggap sulit bagi kita, ternyata dijadikan pahlawan sebagai momentum perjuangan.

Ketika berada di anak tangga tertinggi, riuh perjuangan itu sekarang hanyalah sebatas abu masa lalu. Ya, tunggulah angin berhembus, maka ia akan menghilang. Kini, yang tersisa hanya butiran-butiran memori.

Dengan kata lain, segala perjuangan bisa saja terekam kuat di ingatan, apabila butiran-butiran itu digenggam dengan tepat dan erat. Yah, walaupun mungkin banyak bagian yang terlupakan.

Inilah yang membuat Kakek semakin sedih. Ia begitu ketakutan dengan kemungkinan kenangan bersama Nenek akan terlupakan. Tak mau dirinya melupakan fase perjuangan mereka berdua, yang tegar menghadapi cacian tentara Jepang. Bukan berarti Kakek mengidap Stockholm Syndrome lho.

Secara tidak langsung, kisah Sang Kakek menjadi pukulan, bahkan tantangan terbesar untuk pemuda sekarang. Mari kita bayangkan anak-anak tangga itu kembali. Nasib pemuda sekarang jelas berbeda dengan pemuda dahulu, sebab pemuda sekarang dilahirkan saat Indonesia ada di posisi anak tangga teratas. Artinya, pemuda-pemuda ini tidak bisa merindukan perjuangan mengupayakan kemerdekaan.

Lantas apa akibatnya? Ketika membaca buku sejarah, belum tentu ghirah kemerdekaan akan terpatri di dalam kalbu. Pun mereka yang menghayati dan membayangkan perjuangan kemerdekaan melalui buku sejarah, belum terjamin mampu merasakan kemerdekaan secara paripurna.

Sekali lagi, apa akibatnya? Kemungkinan terburuknya, akan tercipta generasi pemalas. Malas bergerak, malas berpikir, dan malas apapun itu bentuknya. Sebab pemuda sekarang “dimanja” oleh pemuda dahulu. Kemewahan yang pemuda sekarang peroleh, merupakan warisan dari pemuda dahulu. Yang sayangnya privilese ini – ditambah dengan teknologi yang kian memabukkan – membuat pemuda sekarang menjadi pemalas.

Ah, sudah banyak terdengar di telinga kita, bagaimana jumlah pengangguran cukup banyak diisi oleh pemuda sekarang. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2020, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menyumbang tingkat Pengangguran sebanyak 8,49?ri 6.88 juta orang. Hal ini setidaknya menjadi contoh, bahwa pemuda sekarang belum terlalu produktif dalam mengasah kompetensi dan ketrampilan. 

Padahal kalau tuan dan puan ingin tahu, perjuangan kemerdekaan belumlah berakhir. Jika dahulu kita berjuang untuk memperoleh kemerdekaan, sekarang kita berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan.

Penjajahan tidak harus dalam bentuk mencaplok wilayah secara semena-mena. Memperbudak, memenjarakan, membunuh, atau bentuk-bentuk keji lainnya. Melainkan, penjajahan bisa bermanifestasi dalam bentuk lain. Mulai dari doktrinisasi ideologi luar/asing, budaya materialisme atau konsumerisme, hutang negara, hingga lain-lainnya. Yang sekarang kalau kalian tahu, sudah menjadi problematika sehari-hari bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, peran pemuda sekarang sangatlah dibutuhkan. Mereka harus disiapkan, bahkan sedapat mungkin diakselerasi seiring pertumbuhan digital, agar menjadi sumber daya manusia (SDM) yang cakap. Jika sudah terbentuk seluruh pemuda yang produktif, tidak akan ada lagi yang namanya rasa rendah diri. Justru sebaliknya, Indonesia yang di masa depan diisi oleh pemuda sekarang, mampu membawa negeri ini ke posisi lima kekuatan dunia.

Dengan demikian, anak tangga yang kita tapaki bukanlah yang terakhir. Ingatlah, bahwa tidak ada yang namanya akhir dalam perjuangan. Setelah anak tangga ini, tentu akan ada anak-anak tangga berikutnya.

Yang dalam menaikinya, tentu perjuangan yang tercatat tidaklah sedikit. Dan hal-hal ini akan menjadi memoria yang tidak kalah serunya dengan milik Sang Kakek. Memoria yang dulu dengan memoria yang ini, akan membentuk kesatuan memori, yang menandakan panjangnya umur perjuangan. Maka, kuucapkan: Dirgahayu Kakek! Dirgahayu kemerdekaan! Dirgahayu, wahai pemuda-pemuda!

Oleh Habibah Auni – Pemenang Lomba Karya Tulis Gelora Kemerdekaan Periode 3 (terakhir)

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X