Tag: ngrumpi gelora

Konsumsi Bubble Tea tak Dianjurkan Saat Pandemi, Bisa Picu Komorbid Kematian Covid-19

, , , ,

Partaigelorai.id – Praktisi kesehatan tidak menganjurkan masyarakat mengkonsumsi bubble tea secara berlebihan saat pandemi Covid-19 karena bisa memicu komorbid, penyakit penyerta kematian akibat terpapar virus Corona

Bubble tea yang berisi boba atau bola-bola tapioka ini tidak hanya menyebabkan karies gigi atau gigi berlubang, tapi juga menyebabkan resiko terkena penyakit jantung akut dan diabetes mellitus.

Sebab, dampak dari mengkonsumsi minuman boba ini, kadar kalori dan gula di dalam tubuh akan meningkat secara drastis, yang merupakan efek tidak baik bagi jantung

Host Metro l-Care di Metro TV, drg. Stephanie Cecillia Munthe, M.IKom dalam acara ‘Ngrumpi Gelora’ yang diselenggarakan Bidang Perempuan DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Jumat (11/3/2021) mengatakan, masyarakat perlu diberikan edukasi terutama ibu-ibu dan anak-anak

“Seharusnya kita lebih aware (sadar, red) mengenai bahaya boba bagi kesehatan, terutama untuk anak-anak. Sebagai praktisi kesehatan, kita kasih tahu resikonya konsumsi boba, jangan terlalu sering-sering,” kata Stephanie.

Stephanie menilai bubble tea sebagian besar menggunakan bahan sukrosa atau gula sintetis sebagai pemanisnya, dan tidak baik bagi kesehatan.

Disamping itu, satu gelas bubble tea diperkirakan mengandung 50 mg gula, padahal jumlah tersebut adalah total kebutuhan gula yang diperlukan tubuh.

“Kebutuhan gula di dalam tubuh kita itu 50 mg, itu sudah dipenuhi oleh boba, padahal glukosa juga terdapat pada makanan-makanan yang kita konsumsi. Bisa kita bayangkan, kalau kita minum boba bisa sampai 3,4 atau 5 gelas dalam sehari, bisa terjadi peningkatan gula dalam tubuh kita,” katanya.

Mantan None Jakarta 2017 ini menilai meminum bubble tea sekarang sudah menjadi gaya hidup atau lifestyle masyarakat Indonesia, terutama remaja dan anak-anak. Karena kemudahan untuk mendapatkan, baik didapat dari gerai-gerai online dan offline.

“Teknologi sekarang memudahkan untuk mendapatkan boba, banyak promo beli satu gratis saja dan harganya murah, dengan uang Rp 10 ribu sudah dapat. Apalagi anak-anak, sekolahnya online, kalau bosan ya jajanannya boba. Boba sudah jadi lifestyle,” katanya.

Lifestyle tersebut, lanjutnya, ternyata menimbulkan permasalahan tersendiri pada saat pandemi Covid-19 saat ini, yakni munculnya peningkatan penyakit diabetes.

“Kalau terus-terusan konsumsi boba bisa picu diabetes. Sampai sekarang menjadi permaslahan juga pada saat pandemi menjadi komorbid, penyakIt penyerta kematian pada Covid-19. Itu dimulai rdari lifestyle sepele dari minum boba,” tandas Stephan

Stephanie menambahkan, boba juga mempercepat karies gigi pada anak-anak. Jika tidak dibersihkan akan menyebabkan gigi berlubang di sana-sini. Boba memicu peningkatan bakteri patogen di rongga mulut yang mempercepat gigi berlubang.

“Paling tidak 6 bulan sekali ke dokter gigi, dibersihkan karang-karangnya. Boba meningkatkan bakteri patogen dan membuat gigi kita cepat berlubang. Resiko gigi berlubang semakin besar, kalau kita sering minum boba,” katanya.

Ketua Bidang Perempuan DPN Partai Gelora Indonesia Ratih Sanggarwati mengaku gembira banyaknya pelaku UMKM yang menjual minuman bubble tea dengan berbagai varian. Hal ini tentu saja menunjukkan ekonomi masyarakat tumbuh.

“Namun, disisi lain ada dampak negatif yang tidak boleh diabaikan oleh kaum perempuan, tetap kita harus menyikapi secara bijaksana,” kata Ratih

Ratih menegaskan, minuman bubble tea ternyata tidak hanya digemari oleh anak-anak saja, tetapi juga para orang tuanya. Padahal orang tua seharusnya yang memberikan edukasi kepada anak-anaknya agar tidak sering mengkonsumsi bubble tea, tidak baik untuk kesehatan gigi dan lainnya.

“Boba ini tidak hanya ‘digandrungi’ anak-anak, tapi juga para orang tua. Berdasarkan data grab food pada 2019 saja terjadi peningkatan 8.500 persen merk bubble tea yang ada dibandingkan tahun 2018. Ini tentunya hal positif yang menggemberikan, tapi tetap ada dampak negatif yang perlu diwaspadai,” pungkas Ratih.

Peringati Hari Perempuan Sedunia, Partai Gelora Launching ‘Ngrumpi Gelora’

, , , ,

Partaigelora.id – Dalam rangka memperingati Hari Perempuan se-Dunia yang jatuh pada Senin, 8 Maret 2021 ini, Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia melaunching kegiatan ‘Ngrumpi Gelora’ yang memiliki kepanjangan ‘Ruang untuk Maju Perempuan Indonesia Partai Gelora’.

“Launching ‘Ngrumpi Gelora’ ini diselenggarakan dalam rangka hari perempuan sedunia pada 8 Maret. Saya berharap dapat menjadi ruang bagi perempuan Indnesia bisa maju cerdas dan berdaya bersama-sama,” kata Ratih dalam keterangannya, Senin (8/3/2021).

Karena itu, para perempuan Indonesia diharapkan senantiasa belajar dan mengembangkan diri, serta berdiskusi tema-tema perempuan dan anak.

“Ngrumpi Gelora ini akan kita selenggarakan seminggu sekali setiap Hari Jumat sore,” ujarnya.

Para perempuan, lanjutnya, harus memaksimalkan perannya sebagai istri, ibu dan bagian masyarakat, sehingga dapat memberikan kontribusi nyata bagi para perempuan, termasuk mencegah adanya pernikahan dini yang masih marah di Indonesia.

“Tema acara saat ini menggelitik, pernikahan usia dini merupakan isu penting perempuan Indonesia. Sebab, kasus pernikahan dini makin memprihatinkan,” ujarnya.

Berdasarkan data Unicef, angka pernikahan dini di Indonesia tertinggi ketujuh di dunia yang menikah sebelum usia 18 tahun. Ha ini dipicu berbagai faktor antara lain faktor pendidikan, ekonomi dan tradisi.

“Pernikahan dini itu berdampak pada kematian ibu dan bayi, kesehatan anak baik fisik maupun mental, menciptakan kekerasan dalam rumah tangga. Jadi pernikahan dini itu, dampak negatifnya lebih banyak daripada positif,” katanya.

Ratih berharap perempuan Partai Gelora dapat mengedukasi masyarakat sekitar mereka untuk mencegah adanya pernikahan dini.

“Saya berharap acara ini membuka mata kita tentang pernikahan dini, dampak negatinya yang dtimbulkan sangat banyak,” katanya.

Sementara itu, Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Prof Dr Hamka Sarah Handayani mengatakan, pernikahan dini bertentangan dengan UU No.16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, bahwa syarat minimal minikah usia 19 tahun.

“Kasus perkawinan dini mencuat kembali karena ada even organizer, Aisha Wedding yang menfasilitasi perkawinan usia 12 tahun dan juga ditemukan kasus di NTB adanya 6 siswa SMP menikah usia dini saat pandemi Covid-19,” kata Sarah.

Dalam kasus pernikahan dini di Nusa Tenggara Barat (NTB), kata Sarah, sungguh memprihatinkan akibat penyalagunaan sekolah daring selama pandemi Covid-19 ini, yang meniadakan sementara sekolah tatap muka.

“Berdasarkan laporan BKKBN, 6 anak SMP yang melakukan pernikahan dini berawal dari sekolah daring, yang dilakuka akibat tiak ada pembelajaran tatap muka. Pernikahan ini dipicu oleh aktivitas chatting yang dilakukan pelajar selama sekolah daring,” ungkap Sarah.

Sarah menjelaskan, angka pernikahan dini terjadi di Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Pernikahan dini banyak terjadi pada anak-anak perempuan, termasuk yang terjadi di Sulawesi Selatan baru-baru ini,” katanya.

Mereka yang rentan pernikahan dini, katanya, adalah anak perempuan, anak yang tnggal di keluarga miskin, anak yang tinggal di pedesaan, anak yang miliki pendiikan rendah dan pekerja perempuan di bawah 18 tahun yang bekerja di sektor informal.

Namun, Sarah memastikan bahwa kemiskinan bukan satu-satunya faktor pendorong terjadinya pernikahan dini. Sebab, jika dihubungkan dengan penduduk miskin di provinsi-provinsi, ditemukan kasus di provinsi yang penduduknya miskin tinggi dan rendah.

“Tapi kalau kesejahteraannya rendah justru berpeluang besar melakuan pernikahan dini, sementtara dari kesejateraan tinggi memiliki prelevansi terendah melakukan pernikahan sebelum berusaia 18 tahun,” pungkasnya.

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X