404 Rico Marbun Archives – Partai Gelora Indonesia

Tag: Rico Marbun

Fahri Hamzah: Pilpres 2024 Penuh Misteri, akan banyak Jurus-jurus Misterius Muncul

, , , , , , ,

Partaigelora.id – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, pemilihan presiden (pilpres) 2024 penuh dengan misteri dan membingungkan, yang telah memunculkan tiga nama kandidat calon presiden (capres), yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.

“Sekarang ini kita agak terpaksa membicarakan tiga nama calon presiden lebih kepada pribadinya, figurnya. Bukan pikiran-pikirannya yang berkembang, tapi like and dislike. Ini yang kita sayangkan. Misterinya akan banyak,” kata Fahri Hamzah saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Ganjar, Prabowo, Anies : Memotret Survei Capres 2024’, Rabu (30/8/2023) sore.

Dalam diskusi yang dipandu Ketua Bidang Narasi Partai Gelora Dadi Krismatono ini, Fahri berharap agar semua pihak berpikir negarawan dan rasional, tidak mengedepankan sentimen dan memelihara konflik di tengah situasi sekarang.

“Kami ada dalam posisi menjaga kepentingan lebih besar ke depan supaya tidak ada konflik, agar bisa lebih bermanfaat dan semua bisa bersatu,” katanya.

Fahri meminta semua pihak untuk melihat peluang & celah di tengah krisis saat ini, agar Indonesia bisa maju ke depan. Sebab, perang Rusia-Ukraina diprediksi akan terus berkepanjangan.

Sehingga politisi Indonesia perlu menyiapkan sebuah transisi yang tidak memunculkan konflik 5 tahunan lagi ke depan.

“Saya ingin ada transisi yang terorginasir, menciptakan satu pemerintahan yang terkonsolidasi, siapapun yang terpilih nanti. Parlemennya difasilitasi sebagai alat oposisi yang kritis, dan pemerintahan dengan koalisi yang ada juga tidak perlu mengkhawatirkan,” katanya.

Karena itu, Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini sudah mengusulkan adanya perdebatan-perdebatan antar ketua umum (parpol) partai politik, calon legislatif (caleg), termasuk capres.

Namun usulan tersebut, tidak pernah direspon oleh KPU dan sekarang tidak menjadi relevan lagi usulan ini dilanjutkan, karena sudah semakin dekat Pemilu 2024.

“Karena mata kita semua tertuju kepada tiga orang ini, maka kami harus memilih seseorang yang kira-kira menjamin bahwa masa depan kita itu, akan terkonsolidasi dengan baik. Dan itulah pertimbangannya, kenapa kita memilih Prabowo,” ujarnya.

Namun, Fahri menilai munculnya tiga nama capres dari proses kandidasi yang membingungkan, dan tidak melalui proses demokrasi yang prosedural, tapi muncul karena dorongan elektabilitas dari hasil lembaga survei.

“Harusnya kalau kita bicara nominasi normal adalah ada proses di dalam partai itu, final dulu, baru setelah itu orang itu disurvei, diserahkan kepada market,” kata Fahri.

Menurut dia, hasil survei yang memaksa PDIP mengusung Ganjar Pranowo ketimbang Puan. Padahal sebelumnya juga sudah ada perjanjian Batutulis, antara Megawati Soekarno Putri dan Prabowo Subianto.

“Dalam analisa saya tadinya akan ada pasangan Prabowo-Puan. Tapi tiba-tiba mendukung Ganjar, semua argumen-argumen ditolak, padahal beberapa bulan lalu beliau dikritik dan muncul Dewan Kolonel,” ungkapnya.

Demikian pula dengan Anies Baswedan, yang jauh-jauh hari sudah didukung oleh Partai Nasdem, Partai Demokrat dan PKS, tetapi kesulitan dalam menentukan calon wakil presiden (cawapres).

“Sementara Prabowo dianggap yang paling kuat dibandingkan ketua umum Golkar, PKB dan PAN. Ini kenapa Pak Anis Matta menyebut Prabowo itu ‘man of the moment’, karena ini momentum Prabowo,” katanya.

Hal ini, lanjut Fahri, merupakan bagian dari misteri penetapan kandidasi capres, disamping tidak adanya regulasi soal debat capres, karena memang tidak menarik.

Justru lebih menarik ketika para capres datang ke basis massa tradisional seperti pesantren ketimbang menfalitasi debat. Sehingga Pilpres 2024 akan lebih asyik dan menarik, karena penuh dengan misteri.

“Karena miskinnya regulasi, maka jurus-jurus yang akan keluar di dari ketiga kandidat di pemilihan presiden ini lebih banyak merupakan jurus-jurus misterius yang bisa memenangkan pertarungan,” tegasnya.

Tiga Sekrenario

Sementara itu, pengamat politik Universitas Paramidana Hendri Satrio memprediksi akan ada tiga sekrenario yang terjadi dalam Pilpres 2024 ini.

Pertama, Pilpres berlangsung baik-baik saja, kedua hanya akan ada satu pasangan calon yang maju, dan ketiga perpanjangan jabatan Presiden Tiga Periode

“Jadi skenario pertama itu, Pemilu dan Pilpres akan berlangsung baik-baik saja, baik satu putaran atau dua putaran sesuai dengan jadwal yang dibuat KPU. Dan yang menang akan dilantik pada 20 Oktober,” kata Hendri Satrio (Hensat).

Skenario kedua dikhawatirkan terjadi, apabila tiga capres saat ini, hanya tinggal satu yang bisa maju, sementara dua lain terganjal berbagai sebab, sehingga Pemilunya harus diundur.

“Anies Baswedan sampai hari ini belum bisa mendapatkan Wapres, meskipun telah diberikan kekuasaan menentukan, tapi cawapresnya masih ada dikantong. Kalau dia terlena, tidak bisa segera diumumkan dia akan gagal maju. Sementara Prabowo akan terganjal gugatan di Mahkamah Konstitusi. Jadi hanya Ganjar yang bisa maju, tetapi undang-undangnya tidak memungkinkan, sehingga Pemilu diundur dan pendaftarannya diperpanjang,” katanya.

Jika Pemilunya sudah diputuskan diundur dan dilakukan perpanjangan pendaftaran capres, ternyata tetap saja hanya satu capres saja, maka tidak akan ada Pilpres.

“Jadi skenario ketiga, setelah pendaftarannya diundur, dan Pemilunya ditunda, dan perpajangan jabatan Presiden, tetap tidak ada yang mendaftar, maka akan ada perpanjangan jabatan Presiden Tiga Periode,” ujarnya.

Perlu Narasi Merangkul Semua

Sedangkan Manajer Program Saiful Mujani Research & Consultant (SMRC) Saidiman Ahmad mengatakan, dari hasil survei yang dilakukan SMC dari tiga calon menempatkan populatitas Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto terjadi persaingan yang ketat, dan terakhir Anies Baswedan.

“Tetapi yang menarik di 2023 ini, ada peningkatan suara Prabowo naik signifikan, terutama dalam sebulan terakhir. Dan dari simulasi kita antara Prabowo dan Ganjar, tidak ada bedanya dengan margin error sekitar 3 persen, sehingga kita tidak bisa mengatakan siapa yang lebih unggul,” kata Saidiman Achmad.

Namun, keunggulan Prabowo dibandingkan dengan Ganjar, adalah Prabowo lebih populer dibandingkan dengan Ganjar, hampir semua masyarakat Indonesia mengetahui Prabowo, sementara Ganjar bisa dianggap sebagai pendatang baru.

Saidiman sependapat dengan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengenai gagasan atau narasi, terutama yang bersifat merangkul semua agar terus dikemukakan oleh para kandidat capres.

“Ini sangat penting dilakukan oleh teman-teman presiden, karena ini bagian dari kualitas personal yang bisa dianggap penting tentang platform apa yang akan dilakukan ke depan,” katanya.

Manager Program SMC ini menilai, gagasan atau narasi itu akan membentuk persepsi publik terhadap para capres, terutama menyangkut integritasnya.

“Saya kira debat capres seperti di Makassar yang dilakukan APEKSI harus terus dilakukan, karena hal itu jadi salah satu alasan pilihan dalam menentukan pilihan-pilihan bakal calon presidennya seperti apa,” ujarnya.

Jangan Dianggap Remeh

Ketua Bappilu DPN Partai Gelora Rico Marbun mengingatkan, bahwa situasi geopolitik global saat ini jangan dianggap remeh oleh para kandidat, pasca perang Rusia-Ukraina.

Sebab, ada ancaman perang antara Taiwan-China yang juga akan melibatkan Amerika Serikat. Kondisi ini dikhawatirkan mempengaruhi ekonomi Indonesia dan ketersediaan bahan pokok, termasuk lapangan pekerjaan untuk masyarakat.

Selain itu, isu pembelahan di masyarakat juga harus menjadi perhatian capres, sehingga diperlukan politik jalan tengah dan diperlukan tokoh yang bisa menyatukan semua.

“Dari dua kegelisaan ini, siapa yang tokoh yang bisa menjadi jalan tengah menangani dua problem tersebut. Sehingga Indonesia tidak hanya kuat dalam melindungi dirinya sendiri, tapi juga menjadi tokoh problem solveing dari situasi pembelahan itu, yaitu ada di Pak Prabowo,” ujar Rico.

Rico dapat memahami jika lembaga survei menempatkan Prabowo dalam peringkat popularitas dan elektabilitas berbeda-beda, satu dengan yang lainnya. Tetapi faktanya, Prabowo akan mendapatkan limpahan besar dalam perolehan suara.

“Apalagi jika Pemilu dilakukan dua putaran, dari data yang kami miliki Pak Prabowo yang paling besar mendapatkan limpahan suara, maka Pak probowo yang akan menjadi posisi nomor 1” pungkas Rico.

Rico Marbun : Partai Gelora Jadikan Setiap Tahapan Proses Pemilu, Bagian dari Pemenangan

, , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Rico Marbun mengatakan, Partai Gelora optimis lolos ke Senayan dan mendapatkan perolehan suara minimal 4 persen di Pemilu 2024.

“Partai Gelora yakin bisa masuk ke dalam Gedung DPR, targetnya sih tidak tinggi-tinggi yang penting lolos PT aja. Jadi salah satu cara kami untuk menang adalah menjadikan setiap tahapan dari proses Pemilu ini, itu bagian dari pemenangan,” kata Rico Marbun di Jakarta, Kamis (13/7/2023) sore.

Hal itu disampaikan Rico Marbun saat menjadi narasumber dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Strategi Partai Politik Berebut Kursi Parlemen’ di Media Center DPR RI, Senayan.

Diskusi juga dihadiri Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, Anggota DPR RI Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah, Ketum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Gede Pasek Suardika, serta Pengamat Politik Bawono Kumoro.

Menurut Rico, pendirian Partai Gelora bukan didirikan untuk membalas atau mengurangi partai tertentu di Senayan. Namun, untuk menguji apakah narasi Partai Gelora yang ditawarkan ke publik di terima atau tidak.

“Partai Gelora ini tidak didirikan, karena merasa sebel dengan entitas politik tertentu. Kami mendirikan partai ini tidak untuk membalas pihak-pihak tertentu atau mengurangi partai-partai tertentu. Tapi kalau misalnya, nanti kita dapat 4 terus ada yang dapat 3,9 atau nanti kita dapat 4 terus ada yang dapat 3,8 ya jangan disalahin kita,” kata Ketua Bapilu Partai Gelora ini.

Rico menegaskan, pendirian Partai Gelora tidak hanya sekedar ikut pemilu dan kemudian kalah dalam konstestasi. Tetapi, target Partai Gelora sangat jelas, yakni memenangi Pemilu 2024 dan masuk DPR dengan memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary treshold).

“Seperti kata Pak Anis Matta (Ketua Umum Partai Gelora), bahwa kalau kita tidak bisa buat partai politik dengan cara yang benar, kalau kita tidak bisa rekrut pengurus, kalau orang tidak percaya dengan apa yang kita katakan,ngapain kita buat partai politik. Kan kita buat partai politik mau menang, mau masuk DPR RI. Ngapain kalau cuma jadi aja, lalu ikut pemilu dan kalah. Partai Gelora bukan seperti itu,” ujar Rico.

Rico menyadari, bahwa berbagai persyaratan yang dibebankan kepada partai-partai baru sangat berat, dan hampir tidak memberikan nafas untuk kehidupan partai baru.

“Tetapi Partai Gelora mulai yakin, bahwa memang ide yang kami tawarkan, yang kami lontarkan itu memang bisa diterima oleh publik. Terbukti banyak kader yang bersedia rumah dan kantornya dijadikan kantor partai. Orang juga berbondong-bondong mau jadi pengurus dan berbondong-bondong mau jadi caleg,” katanya.

Ketua Bapilu DPN Partai Gelora ini mengatakan, keyakinan Partai Gelora yang mendapatkan nomor urut 7 dalam Pemilu 2024 lolos ke Senayan, didasari pada konsep Party ID yang dianut oleh partai politik (parpol) tertentu, tidak pernah lebih mendapatkan 20 persen suara dalam setiap Pemilu.

“Kenapa Party ID itu, selalu angkanya enggak pernah lebih dari 20% ya begitu ya, itu sudah di total-total. Artinya tingkat loyalitas atau perpindahan dari satu pemilih dari satu partai ke partai lain, itu selalu terbuka. Itulah kenapa, kita melihat secara angka dari pemilu ke pemilu, itu pemilih-pemilih terutama peringkat-peringkat tiga sampai seterusnya di bawahnya, itu kan berubah-ubah,” jelasnya.

Karena itu, kata Rico Marbun, ketika ada lembaga survei yang menempatkan parpol tertentu dalam daftar peringkat partai yang lolos ke Senayan, dan memenuhi PT 4 persen, dipastikan hal itu merupakan pesanan pihak tertentu.

Rico menambahkan, lebih dari 50 persen pemilih itu sebenarnya memilihnya dekat-dekat waktu Pemilu. Para pemilih masih melihat situasi, apakah ada partai yang bisa mewujudkan harapan mereka di tengah ketidakpastian situasi global saat ini.

“Jadi kenapa kok di tengah semua angka-angka yang kita baca itu memberi peluang. Ini tentang situasi ekonomi kita, orang masih ingin mencari harapan atau berlabuh ke sesuatu yang baru,” pungkas Rico Marbun.

Partai Gelora: Di Pemilu 2024, Pemuda Jangan Jadi Objek Lagi, Tapi Harus Jadi Subjek dalam Politik

, , , , , , , ,

Partagelora.id – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia berharap peran aktif pemuda dalam Pemilu 2024 mendatang agar tidak lagi menjadi objek, tetapi subjek dalam politik.

Sehingga terjadi gelombang perbaikan dan pembaruan terhadap perasaan masyarakat, yang menginginkan Indonesia lebih makmur, maju dan tegaknya negara berdasarkan hukum.

“Jadi kita melihat, bahwa salah satu inti utamanya itu adalah pemuda ini jangan jadi objek. Jadi dia bukan lagi menjadi objek, tetapi adalah subjek pelaku dalam politik,” kata Rico Marbun, Ketua Bidang Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPN Partai Gelora dalam diskusi Gelora Talk bertajuk ‘Pemilih Muda dan Konstestasi Pemilu 2024, Apa Harapan Mereka?, Rabu (15/3/2023) sore.

Karena itu, kata Rico, kenapa pemuda saat ini paling dominan dalam menolak isu penundaan Pemilu 2024. Sebab, pemuda memiliki keberanian, baik dalam hal pemikiran maupun tindakannya secara langsung.

Dimana pemuda melihat perlunya pergantian kepemimpinan saat ini agar ada perbaikan kondisi sekarang, sehingga pemilu harus sesuai jadwal.

Hal inilah yang menyebabkan masyarakat optimis, bahwa pembaruan tersebut bisa diperjuangkan dalam Pemilu 2024 mendatang. Tetapi, syaratnya harus ada pelibatan secara aktif pemilih muda.

“Situasi kita kan gini-gini saja terus, kita penghasil sawit terbesar di dunia, tetapi minyak goreng langka dan mahal. Kita negara agraris, tapi beras mahal dan impor, belum lagi batubara. Hal inilah yang mendorong kita membuat partai, karena solusinya memang politik. Dan kita akan melibatkan pemilih muda secara aktif,” katanya.

Ketua Bappilu Partai Gelora ini mengungkapkan, jumlah pemilih muda saat ini mencapai 60 persen dari jumlah pemilih secara keseluruhan. Sehingga menjadi pasar yang sangat potensial untuk diperebutkan suaranya dalam Pemilu 2024.

“Pemilih muda itu mencapai angka yang sangat besar, sekitar 60 persen. Jika melihat demografis, itu usianya antara 17-40. Jadi artinya dari dua pertiga pemilih, 60 persen itu pemilih muda, itu pangsa pasar yang sangat besar. Ini yang akan diperebutkan oleh semua partai politik, termasuk Partai Gelora,” ujarnya.

Sehingga Partai Gelora yang mendapat nomor urut 7 dalam Pemilu 2024 berpandangan ini, bahwa pemuda harus menjadi subjek dalam politik, tidak menjadi komoditas politik, karena besarnya jumlah demografi tersebut.

“Kita jangan terjebak terus dari sisi demografi, istilahnya hanya memperjuangkan aspirasi generasi muda terus, tetapi harus ada pelibatan secara aktif pemuda atau pemilih muda,” katanya.

Rico Marbun mengingatkan terhadap pihak-pihak yang terus mendorong isu-isu penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden, bisa memicu para pemuda untuk melakukan perlawanan.

“Saya khawatir indeks optimisme jadi indeks perlawanan. Ini hasil riset yang kami lakukan, bahwa dalam menjawab isu-isu yang tidak bertanggung jawab, seperti penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Mudah-mudahan hadirnya Partai Gelora ini ini bisa menjawab tuntutan dan kegelisahan dari generasi muda,” pungkasnya.

Indeks Turun Drastis

Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, indeks optimisme masyarakat terhadap kondisi Indonesia saat ini turun drastis dari 64 persen menjadi 3,6 %. Penurunan tersebut, disumbang dari indeks politik dan hukum dari 28,1 persen menjadi minus 10,2 %.

“Generasi muda nampaknya tidak terlalu optimis, bahkan minus. Ini pekerjaan rumah kita untuk mengembalikan optimisme anak muda terhadap kondisi politik dan hukum di Indonesia,” kata Hendri Satrio (Hensat).

Untuk mengembalikan optimisme itu, menurut Hensat, pendekatannya adalah melalui pendekatan hukum, dimana hukum tidak boleh diskriminatif atau tebang pilih lagi. Disamping itu, pemerintah juga harus bersih-bersih terhadap para pejabatnya yang saat ini menjadi sorotan publik.

Selanjutnya, kata Hensat, yang bisa mendorong anak-anak muda berpartisipasi dalam politik, yakni adanya kepedulian terhadap pekerjaan, karir, pendidikan, keinginan memiliki rumah dan penghasilan.

“Jika harapan-harapan itu tidak bisa dipenuhi pemerintah, maka optimisme anak muda terhadap Indonesia akan turun. Ini harus menjadi konsen Partai Gelora, jika ingin mendapatkan suara anak muda,” kata pengamat KedaiKopi ini

Hensat berharap Pemilu 2024 bisa dilaksanakan dengan gembira agar semua orang bisa berparsipasi, tidak ada ketakukan dalam menyambut pesta demokrasi ini.

“Saya ingin meminta dan mengajak masyarakat Indonesia untuk menyambut kembali pelaksanaan pemilu yang gembira. Inti dari pemilu itu, pesta demokrasinya gembira, kebahagian dan kegembiraan,” kata juru bicara Anies Baswedan ini.

Sedangkan Peneliti Kelompok Riset Pemuda, Modal Manusia dan Masa Depan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Anggi Afriansyah mengungkapkan, ada kecenderungan anak-anak muda sejak 2014 mulai tertarik pada isu-isu pemilu.

“Jadi kalau partai politik mau mendapatkan suara dari anak muda juga harus menyasar mereka yang ada di desa-desa, karena mereka tidak memiliki akses terhadap media sosial,” kata Anggi.

Anak-anak muda di desa, lanjut Anggi, secara tradisional menurut apa yang dikatakan orang tua mereka, termasuk dalam pilihan politik.

Sehingga diperlukan strategis pendekatan khusus terhadap anak muda di desa, apabila ingin pilihan politiknya berbeda dengan orang tuanya.

“Menurut saya partai yang bisa menggarap serius isu-isu yang menjadi problematika anak muda akan menjadi partai masa depan. Jadi kita harus sabar dalam melakukan pendidikan politik ke anak muda, tantangannya berat. Panennya bukan dalam kontestasi 2024, tapi akan datang karena konteksnya membangun bangsa. Itu kita menggarap anak muda secara demografi secara serius,” katanya.

Sebaliknya, Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Raihan Ariatama mengatakan, preferensi pilihan politik anak muda sekarang, berbeda dengan orang orang tuanya. Orang tua sekarang tidak bisa memaksakan pilihan politiknya kepada anak mereka.

“Saya yakin anak muda sekarang berani berbeda dengan orang tua sekalipun, itu dimulai saat memilih jurusan saat kuliah. Meskipun orang tua meminta kita di jurusan lain, di kampus lain. Kita tetap pilih sesuai yang kita inginkan, termasuk dalam preferensi pilihan politik, orang tua tidak bisa memaksa lagi pilihannya,” kata Raihan Ariatama.

Pakai Cara Sendiri Jangan Tiru Partai Lain, Anis Matta: Warga Jabar Pemilih Cerdas dan Rasional

, , , , , , , ,

JAKARTA – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menilai warga Jawa Barat (Jabar) sebagai pemilih yang cerdas.

Hal tersebut terbukti, dengan tidak adanya partai politik yang mampu memenangkan pemilu dua kali berturut-turut di Jabar selama masa reformasi.

“Tidak ada partai yang menang dua kali berturut-turut di Jawa Barat. Artinya pemilih di Jawa Barat pemilih cerdas,” ujar Anis saat menggelar dialog bertajuk ‘Bandung Ngawangkong’, di Bandung, Minggu  (28/11/2021).

Anis Matta mengatakan, masyarakat Jawa Barat lebih terbuka terhadap berbagai informasi termasuk mengenai politik. Salah satunya karena letaknya yang dekat dengan ibukota negara.

“Jadi masyarakat Jawa Barat ini paling cepat responsnya terhadap isu-isu nasional,” katanya.

Selain itu, Anis Matta menilai, warga Jabar pun sangat terbuka terhadap berbagai ide dan pemikiran dalam berbangsa dan bernegara.

Hal ini terlihat dari sejarah yang pernah terjadi di Jabar saat berkembangnya Negara Islam Indonesia (DI/TII). Jabar juga menjadi awal mula berkembangnya Marhaenisme yang digagas Soekarno.

“Di Jawa Barat pernah berkembang ide kanan, juga ide kiri. Artinya masyarakat Jawa Barat terbuka terhadap ide-ide apapun yang disampaikan kepada mereka,” katanya.

Anis Matta kemudian memuji warga Jabar, karena hal ini merupakan tipikal masyarakat demokrasi.

“Masyarakat demokrasi membutuhkan pemimpin yang mampu meyakinkan, bukan yang mampu memaksa,” katanya.

Oleh karena itu, menurut Anis Matta, pemilih di Jabar membutuhkan partai politik yang mampu meyakinkan akan masa depan yang lebih baik.

Sebab, warga Jabar tidak bisa digiring secara sederhana, tapi perlu diyakinkan oleh kader-kader Partai Gelora

“Itu sebenarnya karakter dasar dari masyarakat demokrasi,” katanya.

Karena itu, Anis Matta meminta agar kader Partai Gelora menggunakan caranya sendiri dalam meyakinkan warga Jabar, bukan meniru cara yang digunakan partai lain.

“Besar-kecil, susah-gampang adalah soal cara pandang kita terhadap masalah yang kita hadapi. Yang penting adalah membuka cakrawala agar situasi mental kita selalu berada di atas masalah agar bisa meyakinkan orang lain,” katanya.

Sehingga dapat menemukan cara sendiri untuk mengatasi masalah dengan cara selalu membaca situasi dengan kreativitas dan imajinasi.

“Imajinasi adalah kekuatan kita yang kadang kita lupa untuk memanfaatkannya. Sekarang inilah, ketika kita berada dalam banyak keterbatasan akibat pandemi, sehingga imajinasi kita berperan penting,” ujarnya.

Ketua Bapilu DPN Partai Gelora Rico Marbun mengaku optimis dapat meyakinkan masyarakat terhadap ide-ide dan narasi Partai Gelora, tidak hanya warga Jabar saja.

“Ada beberapa hal yang membuat kita optimis. Hampir 60 persen yang setuju partai baru, dengan menjual semangat saja, setengahnya memilih kita, ” kata Rico.

Anis Matta: Isu Kebangkitan Komunisme Indonesia, Ternyata Berkaitan dengan Hegemoni China

, , , , , , , , , , , ,

Partaigelora.id – Lembaga Survei Media Survei Nasional (Median) dalam rilisnya pada Kamis (30/9/2021) lalu, mengungkapkan, bahwa 46,4 persen responden di Indonesia masih percaya soal isu kebangkitan komunisme atau Partai Komunis Indonesia (PKI).

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menilai ketakutan akan kebangkitan komunisme di Indonesia seperti yang diungkap Lembaga Survei Median, ternyata tidak berhubungan dengan ideologi komunis.

“Tetapi, berhubungan dengan isu lain yang lebih bersifat politik, yaitu hegemoni geopolitik China,” kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk ‘NKRI dan Ancaman Komunisme Dalam Dinamika Geopolitik, Membedah Survei Median September 2021’ yang disiarkan secara live streaming di channel YouTube Gelora TV, Rabu (6/10/2021).

Diskusi ini dihadiri Direktur Eksekutif Lembaga Survei MEDIAN Rico Marbun, Menteri BUMN Periode 2011-2014, Dahlan Iskan, Mantan Dubes RI untuk China yang juga Ketua Asosiasi Kerjasama Indonesia-China Mayjen TNI (Purn) Sudrajat, dan Pengamat Politik & Sosial Budaya Rocky Gerung.

Menurut Anis Matta, hegemoni China sebenarnya berdampak biasa dan natural saja. Sebab, dalam 30 tahun terakhir, China secara aktif melakukan kampanye dan ekspansi, sehingga memungkinkan persepsi itu terbentuk.

“Kalau kita melihat bahwa 46,4% dari populasi kita, percaya tentang isu ini di tengah situasi krisis global. Itu menunjukkan bahwa persepsi publik sekarang dipengaruhi oleh banyak sekali operasi politik dan media,” katanya.

Operasi tersebut, kata Anis Matta, dijalankan oleh kekuatan-kekuatan global yang tengah bertarung saat ini. 

“Ini berbarengan atau bersamaan, ketika Amerika secara resmi mendeclaire China sebagai musuh mereka. Artinya opini publik kita sekarang ini dibentuk oleh bagian dari operasi geopolitik,” katanya.

Namun, Anis Matta menilai ketakutan dan kecemasan publik berdasarkan hasil survei sejak 2017 hingga 2021, yang angkanya terus mengalami peningkatan terhadap hegemoni China, sebenarnya adalah hal yang positif.

Jika hal itu dipandang sebagai bagian dari survival instinct (naluri bertahan hidup) seperti takut digigit ular dengan menghindar. Sehingga bisa menjadi pintu masuk untuk mengubah survival instinct publik ini menjadi energi kebangkitan di tengah konflik global sekarang.

“Supaya kita tidak lagi menjadi bangsa yang lemah, menjadi korban, menjadi collateral damage ketika ada kekuatan global yang sedang bertarung dan menjadikan wilayah kita yang seharusnya berdaulat, justru menjadi medan tempur mereka,” tandasnya.

Sehingga perlu dirumuskan satu arah baru, satu peta jalan baru bagi Indonesia. Sebab, kondisi sekarang berbeda dengan zaman Soekarno dan Soeharto dulu yang memiliki cantolan untuk berkolaborasi.

“Di awal perjalanan, kita sangat kacau, dipenuhi krisis kepada satu arah yang tidak jelas. Dunia dalam proses tatanan ulang, yang sekarang ini tidak bisa lagi dipakai, butuh satu tatanan dunia baru. Menurut saya secara geopolitik, dianggap sebagai peluang,” katanya.

Hal ini tentu saja menjadi momentum bagi Indonesia untuk menggunakan survival instinct publik untuk menemukan celah dalam situasi geopolitik sekarang ini. Sehingga Indonesia ikut berperan dalam menentukan tatanan dunia baru.

“Karena itulah kami di Partai Gelora membuat cita-cita perjuangan menjadikan Indonesia sebagai lima besar kekuatan dunia dan tidak ingin menjadi collateral damage dari pertarungan kekuatan global,” katanya.

Direktur Eksekutif MEDIAN Rico Marbun mengatakan, hegemoni China di Indonesia dan mesranya hubungan kedua negara, yang menyebabkan isu kebangkitan PKI atau komunisme kerap muncul setiap tahun, khususnya pada bulan September hingga Oktober.

“Cara berpikir mereka yang menganggap adanya hegemoni China di Indonesia, itu karena dianggap sama paralel dengan komunis gitu,” kata Rico Marbun.

Terkait hal ini, Mantan BUMN Dahlan Iskan meminta seluruh elemen bangsa Indonesia bisa move on dari masa lalu. Artinya, semua kejadian sejarah tidak lebih dari sekadar catatan lembaran kertas.

“Nggak boleh terus mengenang masa lalu. Tidak boleh terus sentimen begitu. Karena kalau itu yang terjadi kita tidak akan pernah maju,” katanya.

Lanjutnya, temuan survei Median itu adalah tugas berat semua elemen bangsa untuk memastikan bahwa kekhawatiran terhadap kebangkitan komunisme tidak perlu lagi ada.

“Berarti tugas kita masih berat sekali untuk membawa Indonesia ini maju. Apalagi lima besar di dunia, karena 46 persen umat Islam itu umumnya umat Islam katakan begitu masih berorientasi pada masa lalu yang sama sekali tak ada gunanya,” tandasnya.

Hal senada disampaikan pengamat politik & sosial budaya Rocky Gerung. Rocky menyebut ideologi komunisme sudah kehilangan patronnya atau pendukungnya di dunia. Ia menilai secara ideologi sebetulnya komunisme sudah selesai dalam sejarah.

Namun, menurutnya, fakta membuktikan masyarakat Indonesia masih takut terhadap kebangkitan komunisme, karena adanya kecurigaan terhadap visi komunisme.

“Komunisme itu kehilangan patron di dalam proyek dunia, tapi kita masih takut. Berarti ada visi di komunisme yang buat kita curiga terus,” ujar Rocky Gerung

Mantan Dubes RI untuk China Mayjen TNI (Purn) Sudrajat meminta pemerintah untuk lebih waspada dalam meneken kerjasama atau kolaborasi dengan pemerintah China. Terlebih baru-baru ini ada kebijakan baru yang telah diresmikan China yakni Local Currency Settlemen.

Dalam kebijakan itu, untuk konteks perdagangan dengan China akan menggunakan mata uang Yuan dan Rupiah. Apalagi saat ini kerjasama Ekonomi Indonesia dan China terus meningkat.

“Kalau kedekatan ekonomi ini tidak dibarengi dengan pemahaman politik antara Indonesia dengan China, ini akan terjadi ketimpangan, justru akan negatif bagi kita,” ungkap  Sudrajat.

Anis Matta Ingatkan soal ‘Public Mood’ yang Bisa Berujung Pada Ledakan Sosial

, , , , , , , ,

Partaigelora.id – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Anis Matta mengingatkan pemerintah untuk mendalami situasi emosional masyarakatnya atau public mood terkait kondisi pandemi Covid-19 saat ini.

“Temuan kita memang mengerikan. Takut, sedih, marah dan frustrasi, kira-kira itu semua yang mendominasi emosi publik atau publik mood saat ini,” ujar Anis Matta di Jakarta, Sabtu (10/7/2021) petang.

Anis Mata menyampaikan hal itu, saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks dengan tema ‘Marah dan Frustasi: Mengupas Emosi Publik di Tengah Pandemi yang disiarkan live di streaming Gelora TV dan Transvision CH.333.

Dalam diskusi yang dihadiri Direktur Eksekutif Lembaga Survei Median Rico Marbun, pengusaha dan relawan Kemenkes dr. Tirta Mandira Hudhi, dan Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI) Prof Hamdi Muluk, Anis Matta mengatakan, apabila hal itu tidak didalami, maka bisa saja semua ini akan berkembang menjadi ledakan sosial bahkan hingga krisis politik nantinya.

“Penting bagi kita untuk mencoba  mendalami situasi emosional publik agar kita bisa mengetahui apa yang bisa kita lakukan secara lebih tepat, demi mencegah pandemi dan krisis ekonomi ini berkembang menjadi ledakan sosial. Apalagi berkembang menjadi krisis politik di kemudian hari,” tegas Anis Matta.

Dengan mengetahui public mood tersebut, diharapkan ledakan sosial tidak berkembang, apalagi menjadi  ledakan sosial yang tidak terkendali.

“Jika ledakan sosial terjadi, akan membawa kita ke dalam krisis yang semakin susah untuk dikendalikan dan tidak ada satupun yang mengetahui kapan berakhirnya,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun mengatakan, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia tahun ini dinilai publik lebih parah dibandingkan tahun lalu. Akibatnya, publik tidak percaya pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.

“Mayoritas publik menilai kondisi Covid-19 semakin parah 49,7 persen, sama saja 29,3 persen, lebih baik 14,2 persen, tidak tahu atau tidak menjawab 6,8 persen,” papar Rico.

Rico meniilai, kasus Covid-19 semakin dekat dengan lingkungan sosial masyarakat. Beda hal dengan situasi tahun lalu. Bahkan semakin banyaknya ucapan duka cita yang menghiasi dunia maya.

“Rasa-rasanya ini pula yang kita temukan di grup-grup Whatsapp, Telegram, itu setiap hari ada ucapan bela sungkawa, permohonan doa untuk segera sembuh,” katanya.

Melihat kondisi saat ini, pengusaha dan relawan Kemenkes dr. Tirta Mandira Hudhi mengaku hanya bisa pasrah. Sebab, tenaga kesehatan (nakes) sudah maksimal dalam menangani Covid-19.

Namun, masih banyak masyarakat yang tidak percaya Covid-19 dan menolak divaksin, akibat masih adanya polarisasi politik.

“Pemerintah sekarang juga dalam kondisi bingung. Dikasih vaksin gratis ditolak, dikasih edukasi dibilang banyak omong. Emangnya yang protes-protes itu, punya solusi, nggak juga. Kalau ditanya mengenai kondisi saat ini, kita ya pasrah,” kata dr Tirta.

Namun, dr Tirta mengaku tetap memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya Covid-19, meski masih ada yang tidak percaya. Ia pun meminta agar para pejabat tidak sembarangan memberikan pernyataan soal Covid-19, karena akan memperburuk situasi dan keadaan.

Guru Besar Psikologi UI Prof Hamdi Muluk dapat memahami kondisi psikologis masyarakat saat ini, akibat masih adanya bias politik. Sehingga ada perbedaan cara pandang dalam melihat Covid-19, ada yang menggunakan kacamata saintifik, politik dan agama.

“Tapi saya ingin mengatakan begini, semua orang panik sekarang ini, tetapi tetap harus ada orang yang menyalakan optimisme dan bersikap tenang,” kata Hamdi Muluk

Hamdi menambahkan, pemerintah hendaknya meniru cara Singapura dan Amerika Serikat yang mulai beradaptasi dengan Covid-19, sehingga bisa dikendalikan. Sebab, bagaimanapun Covid-19 tidak akan bisa dihilangkan seperti Flu Spanyol atau Influenza yang sudah berabad-abad tetap ada.

“Kita harus realistis seperti Singapura berpikir masa depan. Kondisi pandemi diubah dalam kondisi endemi. Membentengi sebanyak mungkin komunitas dengan vaksin, kalaupun tertular dampaknya tidak berat, sehingga aktivitas normal bisa dilakukan kembali,” pungkasnya

Alamat Dewan Pengurus Nasional

Jl. Minangkabau Barat Raya No. 28 F Kel. Pasar Manggis Kec. Setiabudi – Jakarta Selatan 12970 Telp. ( 021 ) 83789271

Newsletter

Berlangganan Newsletter kami untuk mendapatkan kabar terbaru.

X