Pandemi Covid-19 menjadi prahara yang seperti tak berujung bagi pemerintahan Indonesia.
Kebingungan antara mengutamakan sektor mana, antara kesehatan atau ekonomi selalu menjadi pembahasan yang krusial dalam kurun beberapa bulan terakhir.
Per hari Jumat (3/7/2020), jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 60.695 orang.
Selain sektor kesehatan yang saat ini terjengkal-jengkal meladeni cepatnya penularan Covid-19, sektor ekonomi juga mengalami pukulan yang telak.
Hal ini pun menjadi perhatian serius Presiden Joko Widodo, yang secara serius mengungkapkan rasa kekesalannya terhadap beberapa menteri-nya akibat kinerja yang lamban dan tak memilliki “sense of crisis” selama pandemi Covid-19 ini.
Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Kamis (18/6/2020), yang diunggah di YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020) menjadi perbincangan hangat publik Indonesia.
Dalam unggahan tersebut, terlihat dengan jelas Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan beberapa hal penting, menyindir beberapa sektor kementerian dan berbicara dengan raut muka kesal serta nada yang tinggi.
“Kemarahan” Jokowi disebut akibat dari lambannya kinerja para pembantunya di kabinet atau sektor kementerian terkait respons terhadap pandemi Covid-19 dan dampak-dampak turunannya.
Akibat hal tersebut, beredar kabar akan adanya reshuffle atau perombakan Kabinet Indonesia Maju.
Namun, tindakan “marah-marah” Jokowi terhadap para menteri dan jajaran pemerintahan yang dipertontonkan ke publik ini dianggap tidak layak.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah menilai tidak selayaknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluapkan kemarahannya di depan publik.
Hal itu ia sampaikan dalam acara Mata Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (1/7/2020) lalu.
Sebelumnya Jokowi mengecam kinerja menterinya yang dirasa kurang tanggap menangani pandemi Virus Corona (Covid-19).
Ia juga mengancam akan merombak kabinet (reshuffle) dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Kamis (18/6/2020) lalu.
Menanggapi pidato Jokowi tersebut, Fahri menilai tidak perlu presiden sendiri yang marah-marah.
Menurut dia, teguran itu bisa disampaikan oleh Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
“Jangan presidennya yang marah, cukup Moeldoko yang marah,” kata Fahri Hamzah.
Menurut dia, teguran itu dapat disampaikan dengan lebih halus oleh Moeldoko.
“Marahnya Moeldoko bilang, ‘Pak Menteri, ini anggarannya kok sekian? Tolong minta data Anda yang terbaru, presiden minta’,” papar Fahri.
“Moeldoko cukup bilang begitu,” lanjutnya.
Fahri menilai cara itu akan lebih efektif dan membuat menterinya segan dengan permintaan presiden.
“Begitu bilang presiden minta, gemetar itu orang. Presiden minta, lapor datanya,” jelas Fahri.
Fahri kemudian menjawab pertanyaan Najwa Shihab yang mengungkapkan kenapa tidak Presiden saja yang meluapkan kemarahan.
“Kita perlu menjaga kewibawaan presiden. Presiden itu untuk kepentingan persatuan,” jelas Fahri.
“Ketika Anda melihat Jokowi selantang itu, itu menjatuhkan wibawanya?” tanya Najwa lagi.
Fahri membenarkan.
Ia menyarankan sebaiknya sikap marah itu tidak perlu ditunjukkan lagi.
“Iya, kalau terus-menerus melakukan itu, runtuh wibawanya,” tegas Fahri.
Ia menyinggung ada banyak kesalahan data dalam pidato yang disampaikan Jokowi, termasuk tentang minimnya penyerapan anggaran Covid-19 oleh Kementerian Kesehatan.
Menurut Fahri, data yang masuk di presiden berbeda dengan yang dimiliki Komisi IX.
“Apalagi kalau kemudian dalam marahnya itu banyak salah data, seperti dia dibantah oleh Komisi IX yang mengatakan bahwa Menteri Kesehatan belanjanya lebih banyak,” ujar Fahri.
“Yang masuk di dia cuma Rp 1,9 triliun,” tambahnya.
Isu reshuffle berhembus
Seperti yang diketahui, kabar akan adanya reshuffle berhembus kencang menyusul kemarahan sekaligus peringatan tegas Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi merasa kecewa dengan kinerja dari para menterinya dalam menyikapi krisis dan pandemi Virus Corona.
Dikutip dari acara Kompas Petang, Kamis (2/7/2020), kini muncul ada tiga menteri yangbisa terkena reshuffle.
Satu di antaranya adalah Menteri Kesehatan yang dijabat oleh Terawan Agus Putranto.
Terawan Agus sebelumnya menjadi sorotan utama lantaran berkaitan langsung dengan kasus Covid-19, yakni di bidang kesehatan.
Terlebih pada rapat kabinet saat itu, Kementerian Kesehatan menjadi contoh buruk yang disampaikan oleh Jokowi, terkait dengan anggaran yang dikeluarkan.
Kemenkes disebut baru mengeluarkan anggaran sebesar 1,53 persen dari total yang dianggarkan sebesar Rp 75 triliun.
Dalam tayangan Kompas tersebut memperlihatkan Terawan Agus digantikan oleh Daeng Muhammad Faqih.
Daeng Faqih saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Selain Menkes, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Wishnutama Kusubandio juga punya peluang digantikan oleh Triawan Munaf.
Triawan Munaf merupakan Kepala Badan Ekonomi Kreatif pada kabinet Jokowi-Jusuf Kalla.
Dan selanjutnya ada dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nadiem Makarim.
Melihat dari tayangan tersebut, Nadiem Makarim bisa saja digantikan oleh Haedar Nashir, yang kini menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Sebelumnya diberitakan TribunWow.com, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin buka suara soal kabar reshuffle yang akan dilakukan Presiden Jokowi.
Hal itu terjadi ketika Ali Ngabalin membahas terkait kemungkinan adanya reshuffle atau perombakan menteri oleh Jokowi dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Selasa (30/6/2020).
Ali Ngabalin mengatakan bahwa keputusan reshuffle tersebut sangat wajar terjadi karena merupakan kewenangan dari seorang presiden.
Namun dikatakannya, sampai sejauh ini belum ada gambaran mengenai lembaga apa atau menteri siapa yang akan mendapatkan reshuffle.
“Kita musti kembali lagi kepada kewenangan presiden, beliau mempunyai hak prerogatif untuk bisa melakukan apa saja untuk kepentingan bangsa dan negara termasuk dalam pelayanan kepada masyarakat,” kata Ali Ngabalin.
“Tidak ada sama sekali belum ada gambaran (lembaga), tetapi itu kan menjadi bagian daripada otoritas tertinggi dari Presiden,” pungkasnya.
Pakar Komunikasi Politik, Effendi Gazali buka suara terkait kemarahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga mengancam untuk melakukan reshuffle atau perombakan kabinet.
Effendi Gazali mengatakan bahwa apa yang dilakukan Jokowi kepada menterinya itu merupakan satu tindakan yang memang harus diambil oleh seorang pemimpin.
Dikatakannya bahwa Jokowi menilai kinerja dari para pembantunya itu tidak produktif, khususnya dalam menangani krisis dan pandemi Virus Corona.
Meski begitu, menurut Effendi, Jokowi memang tidak mengatakan dengan lantang terkait kementerian atau lembaga yang akan dicopot atau dibubarkan.
Namun Effendi mengatakan bahwa kementerian yang paling menjadi sorotan pada saat itu adalah Menteri Kesehatan.
Kinerja dari Kementerian Kesehatan menjadi contoh buruk yang disampaikan oleh Jokowi.
Seperti misalnya, dikatakan oleh Jokowi bahwa Kementerian Kesehatan baru mengeluarkan anggaran sebesar 1,53 persen dari anggaran total mencapai Rp 75 juta untuk penanganan Covid-19.
“Saya melihat bahwa ini ada bagian yang dalam komunikasi politik kita sebut tidak produktif, karena tidak jelas mengarah kepada siapa,” ujar Effendi.
“Mungkin kita harus tanya ke Ali Mochtar Ngabalin, soal lembaga yang kapan perlu dibubarkan.”
“Selain itu sepertinya dari teks yang saya baca dan video yang saya tonton beberapa kali, lebih banyak memang mengarah kepada Kementerian Kesehatan mungkin,” jelasnya.
“Dengan menyebutkan angka Rp 75 triliuin kemudian baru 1,53 persen yang dikeluarkan,” sambungnya.
Liputan Media : Tribunnews.com
Belum ada komentar